Saturday, July 25, 2009

Teknologi Lelang WiMAX 2,3 GHz ke Mana Arahnya?

Setelah melalui berbagai penundaan, seleksi penyelenggaraan jaringan tetap lokal berbasis packet switched 2,3 GHz, atau yang lebih dikenal dengan layanan pita lebar berbasis teknologi WiMAX, mencapai tahapan lelang elektronik (e-auction). Lelang ini telah dilaksanakan pada 14-16 Juli lalu dan hasil lelang diharapkan akan diumumkan pada 27 Juli 2009. Namun, bersamaan dengan kegiatan lelang itu, ada beberapa hal yang memerlukan penelahan lebih lanjut, di antaranya kelayakan teknologi yang dipilih serta ketersediaan peralatannya sendiri.

Walaupun pemerintah tidak menyatakan secara eksplisit pemilihan standar yang dipakai, dari Peraturan Direktur Jenderal Pos dan Telekomunikasi Nomor 94, 95, dan 96 dari Dirjen Postel tahun 2008 dapat disimpulkan bahwa pemerintah mengacu pada standar IEEE 802.16-2004, atau lebih dikenal dengan sebutan WiMAX 16d, yang di dunia internasional, termasuk dalam WiMAX Forum, pengembangannya sudah dihentikan dan kini beralih ke teknologi WiMAX standar 16e atau WiMAX mobile.

Walaupun salah kaprah, panitia lelang berulang kali menyebut standar IEEE 802.16-2004 atau WiMAX 16d ini sebagai standar nomadic (bergerak terbatas) dan fixed (tetap), sementara standar IEEE 802.16e sebagai standar mobile. Pada kenyataannya, sebenarnya standar IEEE 802.16e atau WiMAX mobile juga dapat diaplikasikan untuk keperluan bergerak terbatas dan tetap.

Dari sisi ketersediaan perangkat, konon saat ini hanya ada dua penyedia perangkat WiMAX 802.16d di 2,3 GHz yang sanggup memenuhi ketentuan tingkat kandungan dalam negeri yang juga sudah ditetapkan pemerintah, yaitu 40 persen untuk base station (BS) dan 30 persen untuk customer premises equipment (CPE) dan meningkat hingga 50 persen dalam waktu lima tahun.

Kedua penyedia perangkat tersebut adalah PT Hariff Daya Tunggal dan PT Telecommunication Research Group, salah satu anak usaha PT Indonesian Tower. Perangkat dari kedua penyedia ini rupanya juga sudah dilakukan uji coba di Kampus Puspiptek dengan hasil unjuk kerja yang sangat bervariasi.

Salah satu kriteria pengujian adalah jumlah CPE atau pelanggan yang dapat dilayani untuk setiap BTS. Kalau dari sisi operator komersial, mereka mengharapkan setiap BTS yang menggunakan lebar pita 7 MHz ini mampu melayani paling sedikit 200 pelanggan, sementara kemampuan peralatan BS dan CPE yang tersedia masih jauh dari angka ini.

Sinkronisasi

Masalah lainnya adalah tidak adanya fasilitas sinkronisasi antar-BS yang mengakibatkan tingkat penggunaan ulang frekuensi menjadi rendah. Singkatnya, tanpa adanya fasilitas sinkronisasi antar-BS, pada satu tempat atau satu BTS tidak akan dapat mengaplikasikan sektor-sektor yang berbeda seperti halnya kalau ada fasilitas ini. Dengan sinkronisasi, dalam BTS yang sama dan frekuensi yang sama dapat digunakan untuk 3, 4, atau lebih sektor yang berbeda.

Meskipun dengan segala keterbatasan tersebut, proses lelang frekuensi tetap berlanjut dan ternyata juga ada peminatnya. Dalam kaitan dengan lelang frekuensi 2,3 GHz ini, masyarakat telematika dalam salah satu kelompok kerjanya telah menyiratkan perhatian serta usul-usulnya kepada panitia lelang yang didasari beberapa pemikiran.

Pemikiran tersebut antara lain pentingnya mengadopsi standar internasional untuk mendukung interoperabilitas, jaminan kualitas, dan ketersediaan perangkat yang murah di pasar. Pemerintah diusulkan segera mengizinkan penggunaan standar WiMAX 16e atau WiMAX mobile, selain WiMAX 16d sepanjang dapat memenuhi TKDN.

Memberikan kepastian bisnis kepada calon operator/investor melalui penetapan target waktu lelang sisa blok (1-12) serta membuka peluang tender jaringan tetap lokal berbasis packet switched saat ini untuk pindah/menggunakan WiMAX standar ke 16e pada saat lelang sisa blok tersebut dilaksanakan.

Melaksanakan mekanisme tender spektrum yang tidak berorientasi ke harga tinggi supaya dapat memberikan kelayakan bisnis yang optimal, yang pada akhirnya akan berdampak terhadap harga jual layanan yang lebih murah ke masyarakat. Industri dalam negeri tetap perlu dibangun, tetapi dengan cara yang lebih realistis dan cepat melalui kemitraan dan kerja sama alih teknologi dengan pemain luar negeri.

Produk industri dalam negeri diarahkan dan didorong untuk menggunakan standar yang berlaku secara internasional sehingga produk yang dihasilkan dapat juga dijual ke pasar internasional, sehingga berpotensi menghasilkan devisa negara.

Mewajibkan pemain luar negeri untuk bekerja sama dengan industri dalam negeri, dengan cara mempercepat transfer teknologi dan meningkatkan TKDN dengan mencantumkan atau menunjukkan rencana konkret penahapan TKDN dan peta jalan yang dilengkapi baik masa waktu maupun volume/besaran dari produksi.

Mengingat kompleksitas produk WiMAX 16e, diusulkan TKDN dapat diperhitungkan secara end to end, yang meliputi radio access network (base station, subscriber station), ASN Gateway, dan Core System Network dengan target minimal 10 persen pada tahun pertama dan ditingkatkan hingga mencapai 50 persen dalam lima tahun. Kita tunggu saja bagaimana nanti hasil lelang frekuensi BWA 2,3 GHz, apakah sesuai dengan harapan masyarakat atau tidak.

Jumat, 24 Juli 2009 | 05:22 WIB

Penulis: Sumaryo Pengamat Telematika; Sekjen Broadband Wireless Indonesia (Id-Wibb)

Source:http://koran.kompas.com/read/xml/2009/07/24/05220645/lelang.wimax.23.ghz.ke.mana.arahnya

No comments:

Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Marke

  | Carbon Policy Lab Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Market Indonesi...