Saturday, July 18, 2009

RUU LINGKUNGAN Pengelolaan Lingkungan Masih Terkotak-kotak Daerah

Dorongan mewujudkan pengelolaan lingkungan kewilayahan muncul dalam rapat Komisi VII DPR dengan sejumlah tokoh lingkungan, Kamis (16/7). Model pengelolaan itu didasarkan atas kajian daya dukung dan daya tampung lingkungan.

Dengan mengetahui daya dukung dan daya tampungnya, aktivitas berdampak buruk bagi lingkungan dapat dicegah sejak perencanaan pembangunan. Syaratnya, dibutuhkan lembaga yang kuat untuk menerapkan di lapangan.

”Apabila terlaksana, keberlanjutan lingkungan akan lebih terjamin,” kata pemerhati lingkungan dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Hariadi Kartodihardjo, kemarin.

”Selama ini model pengelolaan lingkungan masih terkotak-kotak batas administrasi daerah,” kata Hariadi. Bahkan, bisa dibagi-bagi lagi sesuai dengan izin pengelolaan daerah ataupun pusat.

Satu-satunya pengendalian dampak merusak dari aktivitas usaha dilakukan melalui analisis mengenai dampak lingkungan (amdal). Sayangnya, selain tahapan itu terbilang terlambat, juga minim pemantauan dan sanksi atas pelanggaran.

Menurut Hariadi, inventarisasi sumber daya alam (SDA) kewilayahan sebenarnya sudah diterapkan. Namun, lebih diarahkan untuk pemanfaatan komoditas (misalnya bahan tambang dan kayu) dan bukan sebagai dasar penetapan daya dukung lingkungan.

Lingkungan masih dilihat sebagai obyek yang dapat disisihkan mengatasnamakan pertumbuhan ekonomi. Kondisi itu diperparah model pengotakan pengelolaan lingkungan.

”Pada prinsipnya, lingkungan tidak menganut batas wilayah,” kata guru besar ITB, Surna T Djajadiningrat. Pengelolaan yang tepat mengacu kesatuan ekosistem, bukan batas administrasi kota/kabupaten atau provinsi.

Saking pentingnya mengatur pengelolaan secara kewilayahan, muncul usul agar diatur dalam bab khusus. ”Isu ini sangat penting diperkuat. Selama ini masih kurang disentuh dalam undang-undang yang ada,” kata pengajar lingkungan Pascasarjana Universitas Indonesia (UI), Setyo Moersidik.

Pengakuan dalam teks pun dinilai belum menjamin operasional di lapangan. Ada belasan undang-undang yang mengatur sumber daya alam, tetapi perusakan sumber daya alam terus terjadi.

Menurut pemerhati hukum lingkungan, Mas Achmad Santosa, paling penting dari RUU yang sedang dibahas adalah sifat yang dapat diaplikasikan.

Tata ruang

Mengenai ide penguatan kelembagaan Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KNLH), pengamat dan praktisi lingkungan mendukung. Salah satunya, memasukkan kewenangan konsep tata ruang ke dalam KNLH.

Tanpa kewenangan tersebut, penetapan daya dukung dan daya tampung lingkungan kewilayahan tidak akan efektif. ”Di bawah lembaga lingkungan, pengalokasian tata ruang dapat mencakup cadangan ketersediaan SDA,” kata Hariadi.

Memasukkan kewenangan tata ruang ke KNLH, dinilai Achmad Santosa, tidak bertentangan dengan UU Tata Ruang. (GSA)

Jakarta, Kompas - Sabtu, 18 Juli 2009 | 05:01 WIB

Source:http://koran.kompas.com/read/xml/2009/07/18/05013922/pengelolaan.lingkungan.masih.terkotak-kotak.daerah

1 comment:

Leonard Panjaitan said...

Anggota DPR yang budiman, percepatlah RUU tersebut demi keberlangsungan alam dan negeri ini.

Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Marke

  | Carbon Policy Lab Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Market Indonesi...