Efektivitas dokumen analisis mengenai dampak lingkungan menjadi salah satu sorotan dalam pertemuan sejumlah unsur pimpinan perguruan tinggi dengan anggota Komisi VII DPR, Rabu (15/7). Masih ada kesempatan memperbaiki ketentuan dalam RUU Pengelolaan Lingkungan Hidup.
”Amdal selama ini tak dijadikan instrumen penting karena banyak hal. Mata rantai amdal perlu diperbaiki,” kata wakil dari Universitas Diponegoro, Sudharto P Hadi, dalam rapat dengar pendapat umum dengan Komisi VII DPR di Jakarta, kemarin. Selain Undip, hadir wakil dari Institut Pertanian Bogor, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, Institut Teknologi Bandung, Universitas Gadjah Mada, dan Universitas Padjajaran. Satu-satunya yang tidak datang adalah wakil dari Universitas Indonesia.
Menurut Sudharto, mata rantai tersebut mulai dari perencanaan, penyusunan, hingga pemantauan. Selama ini amdal berhenti pada dokumen dengan pemantauan lemah.
Pelanggaran fatal, yaitu mulai dari praktik menyalin amdal hingga tak menerapkannya, tidak ada sanksi. Akibatnya, terjadi kerusakan lingkungan masif di seluruh Indonesia.
”Selama RUU PLH ini tak kuat mengaturnya, UU baru itu tak akan berbeda dengan UU No 23/1997,” kata Kepala Pusat Studi Lingkungan UGM Eko Sugiarto, yang belasan tahun menangani isu lingkungan di lapangan.
Ia mengusulkan perubahan kalimat ”wajib memiliki dokumen amdal untuk memperoleh izin melakukan usaha dan/atau kegiatan” pada Pasal 14 (1). Kata ”memiliki” tanpa penegasan mengharuskan penerapannya di lapangan dengan ancaman sanksi dipastikan tidak akan efektif, seperti selama ini.
Daya dukung terlampaui
Kajian lingkungan terbaru di bawah Menko Perekonomian menunjukkan, daya dukung lingkungan Pulau Jawa sudah terlampaui. Sebanyak 13 UU yang mengatur sumber daya alam tumpang tindih dan saling menegasikan.
”UU yang kuat sangat dibutuhkan melihat kondisi sekarang. Namun, jangan sampai waktu pembahasan yang terbatas justru jadi masalah pada kemudian hari,” kata Rektor IPB Herry Suhardiyanto.
Wakil dari ITS menilai saatnya ada UU lingkungan yang tak menakut-nakuti iklim investasi, tetapi bukan berarti lemah.(GSA)
Jakarta, Kompas - Kamis, 16 Juli 2009 | 04:25 WIB
Source:http://koran.kompas.com/read/xml/2009/07/16/04254545/amdal.perlu.diperkuat.di.lapangan
Membantu Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank Dalam Penerapan Sustainable Finance (Keuangan Berkelanjutan) - Environmental & Social Risk Analysis (ESRA) for Loan/Investment Approval - Training for Sustainability Reporting (SR) Based on OJK/GRI - Penguatan Manajemen Desa dan UMKM - Membantu Membuat Program dan Strategi CSR untuk Perusahaan. Hubungi Sdr. Leonard Tiopan Panjaitan, S.sos, MT, CSRA di: leonardpanjaitan@gmail.com atau Hp: 081286791540 (WA Only)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Marke
| Carbon Policy Lab Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Market Indonesi...
-
Kementerian Kehutanan (Kemenhut) menerapkan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) untuk menghentikan masuknya produk kayu dari hasil p...
-
PT Konsorsium Televisi Digital Indonesia (KTDI) menggelar uji coba siaran televisi digital di wilayah Jabotabek. Siaran uji coba itu merupak...
No comments:
Post a Comment