Di Alam Sutera, listrik sel surya dipergunakan untuk memenuhi sebagian kebutuhan listrik rumah tangga. Di pantai Ancol listrik sel surya digunakan untuk lampu penerangan dermaga.
Produksi listrik dari sel surya ini memang jauh lebih mahal daripada membeli listrik dari PLN. Hal ini khususnya di Jawa, yang mengandalkan pembangkitan listrik dari tenaga air.
Tentu ada alasan menarik bagi pengelola perumahan dan tempat wisata tersebut untuk mencoba mengaplikasikan sel surya dan berusaha ingin terus mengembangkannya.
”Saat ini baru tiga unit untuk penerang dermaga,” kata General Manager PT Taman Impian Jaya Ancol Harwanto, Rabu (14/10).
Tahun-tahun berikutnya, menurut Harwanto, lampu penerang pantai wisata Ancol dengan sel surya akan terus diperbanyak. Selain untuk meraih keindahan estetika pantai, sekaligus edukasi bagi pengunjung.
Saat ini, dari tiga unit penerang dermaga, satu di antaranya dipadukan dengan pembangkit listrik tenaga angin. Di pinggir pantai itu angin juga berlimpah, meski pada jam-jam tertentu mati angin pula.
”Listrik yang diandalkan masih dari modul surya ini,” ujar Hudi Turoso, Kepala Bagian Listrik Taman Impian Jaya Ancol.
Secara terpisah, Manajer Perencanaan Perumahan Alam Sutera Mira Rani Naga mengatakan, saat ini sel surya baru diaplikasikan untuk satu kluster. Itu pun jumlah rumahnya masih bisa dihitung dengan jari.
Hal ini menunjukkan, minat masyarakat masih rendah. Di antaranya, karena harga sel surya dianggap masih mahal.
Perhitungan biaya untuk produksi listrik 1 wattpeak, dengan modul surya kualitas bagus, saat ini berkisar 4 dollar AS. Dengan kualitas rendah, bisa menjadi 3 dollar AS per wattpeak.
Hitungan 1 peak berdasarkan waktu mendapatkan sinar matahari. Di Indonesia rata-rata 1 peak diambil waktu 4,5 jam.
Tanpa baterai
Untuk menarik minat masyarakat terhadap aplikasi sel surya, ada yang mengupayakan dengan cara menghilangkan salah satu komponen penunjang operasional, yaitu baterai penyimpan arus listrik sel surya. Harga komponen tersebut bisa sebanding dengan pengadaan sel surya itu. Tanpa baterai, arus listrik dari sel surya masuk ke dalam jaringan PLN.
PT Azet Surya Lestari, salah satu perusahaan produsen sel surya fase ketiga, yang mencoba teknik itu. Perusahaan ini juga terus mendorong pemerintah menerbitkan regulasinya, yaitu supaya produksi listrik sel surya dari masyarakat bisa on grid connected atau terintegrasi dengan jaringan PLN.
Mekanismenya nanti dengan dua sistem meteran. Satu meteran untuk penghitungan listrik PLN yang masuk ke rumah. Meteran yang lain untuk penghitungan listrik sel surya yang masuk ke jaringan PLN.
Penerapan ini disertai dengan perangsang pendapatan bagi yang menerapkan sel surya. Harga listrik dari sel surya agar dibeli dengan tarif lebih tinggi daripada listrik PLN. Ini dikenal dengan tarif hijau atau green tariff dalam periode waktu yang diperhitungkan.
”Regulasi itu bisa memangkas investasi awal bagi masyarakat yang ingin mengaplikasikan sel surya. Pihak PLN juga diuntungkan karena tidak perlu lagi menanamkan investasinya untuk membuat pembangkit-pembangkit listrik baru,” kata Presiden Direktur PT Azet Surya Lestari Abdul Kholik.
Dia mencontohkan, sel surya berkapasitas 50 kilowattpeak (KWp) dapat dipasang on grid connected di lantai teratas Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi.
”Baru saja saya analisis harga listrik dari sel surya ini menjadi 0,1 dollar AS per kilowattjam (KWh), hampir sama dengan listrik PLN,” ujar Kholik.
Jika dengan investasi baterai, biaya produksi listrik menjadi dua kali lipat. Tingkat kemahalan sel surya masih bisa ditekan lagi, seandainya tidak lagi bergantung pada impor. PT Azet Surya Lestari menjadi produsen sel surya fase ketiga, artinya sebatas merakit sel surya menjadi modul surya.
Jumat, 16 Oktober 2009 | 03:55 WIB
Oleh Nawa Tunggal
Oleh Nawa Tunggal
No comments:
Post a Comment