Thursday, October 29, 2009

PERUBAHAN IKLIM PBB: Pesimistis KTT Kopenhagen Hasilkan Kesepakatan Baru

Hanya beberapa minggu sebelum pelaksanaan konferensi internasional mengenai perubahan iklim, di Kopenhagen, Denmark, Perserikatan Bangsa-Bangsa memberikan sinyal tidak berharap banyak akan tercapainya kesepakatan mengenai sebuah traktat baru untuk melambatkan tingkat kerusakan akibat pemanasan iklim global.

Janos Pasztor, direktur di Tim Pendukung Sekjen PBB untuk Isu Perubahan Iklim, Senin (26/10), mengungkapkan, sulit untuk mengukur sejauh mana konferensi itu bisa menghasilkan karena Kongres AS belum menyetujui usulan undang-undang terkait iklim. Selain itu, negara- negara industri belum sepakat mengenai target pengurangan emisi karbon dioksida mereka atau pendanaan untuk membantu negara sedang berkembang membatasi tingkat emisinya.

Sekjen PBB Ban Ki-moon telah menjadikan dihasilkannya sebuah traktat baru perubahan iklim sebagai prioritas tertingginya. Secara khusus, Sekjen PBB telah menjadi tuan rumah KTT Perubahan Iklim pada 22 September untuk menggalang dukungan politik bagi disepakatinya sebuah traktat baru itu. Ban Ki-moon pun melakukan banyak perjalanan untuk membangun momentum politik bagi tercapainya kesepakatan global untuk menggantikan Protokol Kyoto yang dihasilkan pada tahun 1997, yang hanya mensyaratkan 37 negara industri untuk mengurangi tingkat emisi mereka.

”Ada kegiatan yang luar biasa di pemerintahan-pemerintahan di sejumlah ibu kota negara maupun secara internasional untuk menajamkan hasil konferensi perubahan iklim di Kopenhagen, awal Desember mendatang. Hal itu merupakan sebuah perkembangan baik karena kepemimpinan politik sangat penting untuk menghasilkan kesepakatan itu,” papar Pasztor.

Akan tetapi, dia mengindikasikan Kopenhagen kemungkinan besar tidak akan menghasilkan sebuah traktat, tetapi hanya akan mendorong pemerintahan di sejumlah negara untuk bertindak sejauh mungkin mengisi kesepakatan yang akan dihasilkan.

”Sekjen meyakini bahwa kita harus menjaga momentum politik yang dibangun oleh 101 kepala negara dan pemerintahan yang menghadiri KTT perubahan iklim dan terus mengejar sebuah kesepakatan yang ambisius, yang secara politis mengikat di Kopenhagen. Kita harus menyusun sebuah jalan yang jelas masa perundingan masa depan pasca-Kopenhagen, yang mengarah kepada sebuah kesepakatan global yang mengikat,” kata Pasztor.

Demokrat dorong

Dari AS dilaporkan, kubu Demokrat di Senat AS terus berupaya mencapai kemajuan dalam meloloskan undang-undang perubahan iklim untuk mendorong tercapainya kesepakatan pada konferensi di Kopenhagen.

Sebuah komite Senat melakukan dengar pendapat tingkat tinggi pekan ini, tetapi penerimaan oleh semua anggota Senat belum mungkin dicapai tahun ini. Penerimaan oleh Senat, tahun ini atau tahun berikutnya, sebagian akan tergantung dari tekanan yang dihadapi para anggota parlemen itu di negara-negara bagian yang diwakilinya. Menarik dukungan dari anggota Demokrat yang moderat, bersama sedikitnya beberapa dari sedikit anggota Republik berhaluan tengah, di beberapa dari negara-negara bagian itu dinilai sangat mendasar.

Banyak negara bagian di AS memang masih keberatan untuk menurunkan tingkat emisi karena menganggap akan mengganggu aktivitas ekonomi mereka, khususnya di banyak negara bagian penghasil batu bara, seperti West Virginia, Montana, dan Indiana.

Sementara itu, sebuah laporan baru mengenai dampak perubahan iklim terhadap garis pantai Australia yang membentang panjang memaksa warga Australia untuk memikirkan apa yang tidak pernah terpikirkannya, yaitu hidup menjauh dari pantai. Padahal tinggal dan kehidupan di pantai dianggap merupakan identitas nasional Australia. Sekitar 80 persen rakyat negara itu tinggal di sepanjang garis pantai.

Laporan yang disampaikan ke parlemen, Senin, menyebutkan, setelah melakukan penelitian selama 18 bulan, disarankan agar para pejabat mempertimbangkan kemungkinan melarang warga tinggal di wilayah-wilayah rentan di sepanjang pantai. Laporan komite lingkungan Pemerintah Australia itu memperingatkan, ribuan kilometer garis pantai Australia berada dalam bahaya akibat naiknya permukaan air laut.

Alan Stokes, Direktur Eksekutif Gugus Tugas Nasional Seachange, mengatakan, pelarangan pembangunan di sejumlah wilayah pantai diperlukan jika pemerintah ingin menghindari jatuhnya korban manusia dalam jumlah banyak akibat bencana alam, seperti tsunami.

Laporan itu memberikan 47 rekomendasi bahwa Australia bisa lebih siap menghadapi pengaruh perubahan iklim. Tidak disebutkan pemerintah harus memaksa rakyat untuk pindah lebih ke dalam menjauhi pantai. Akan tetapi, gugus tugas ini mengusulkan agar sebuah kelompok independen mendalami apakah pemerintah
harus melakukan pemaksaan tersebut.(AP/Reuters/OKI)

No comments:

Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Marke

  | Carbon Policy Lab Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Market Indonesi...