Wednesday, October 14, 2009

PROTOKOL KYOTO: Indonesia Waspadai Manuver Negara Maju

Indonesia mewaspadai manuver sejumlah negara maju yang bermaksud menghapus instrumen Protokol Kyoto pascatahun 2012. Manuver sejumlah negara maju sudah nyata pada negosiasi iklim di Bangkok, Thailand, yang berakhir empat hari lalu.

Konsekuensi penghapusan protokol itu, di antaranya, adalah bubarnya pasar karbon, skema pembiayaan reduksi emisi dari deforestasi dan degradasi (REDD), serta bertambahnya emisi gas rumah kaca penyebab pemanasan global dan perubahan iklim.

Niat negara maju menghapus protokol dapat dirasakan delegasi-delegasi negara berkembang, termasuk Indonesia. ”Setidaknya, ada enam negara yang bermaksud menghapuskan Protokol Kyoto,” kata Ketua Delegasi RI pada pertemuan Bangkok, Agus Purnomo, kepada wartawan di Jakarta, Senin (12/10).

Empat negara, di antaranya, Amerika Serikat, Australia, Jepang, dan Uni Eropa. Ada juga negara-negara berkembang yang berkeinginan sama. ”Prinsipnya, mereka menginginkan instrumen baru pascatahun 2012 yang target penurunan emisinya lebih ringan dan bebas,” kata Wakil Ketua Kelompok Kerja Pascatahun 2012 Dewan Nasional Perubahan Iklim Eka Melisa.

Bahkan, Amerika Serikat jelas mengatakan hendak bermaksud mengubah Kerangka Kerja PBB tentang Konvensi mengenai Perubahan Iklim (UNFCCC). Protokol Kyoto menegaskan penurunan emisi negara-negara maju (Annex 1) dalam jumlah besar dan terikat. AS mengusulkan target bersama yang jumlahnya berasal dari usulan negara pihak.

Adapun Australia mengusulkan penerapan target pengurangan emisi berdasarkan komitmen per negara. Nantinya, setiap tahun ada evaluasi bersama.

Menurut Agus, usulan-usulan itu tidak memiliki rasa keadilan bagi negara berkembang dan miskin, yang secara historis memiliki jejak karbon kecil. ”Secara jumlah, target emisi yang dihasilkan pasti jauh lebih kecil dari target di bawah hitungan ahli-ahli dunia,” kata dia.

Berdasarkan kajian Panel Ahli Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC), perubahan iklim dapat dihindari jika kenaikan suhu global tahun 2100 tidak lebih dari 2 derajat dibandingkan dengan suhu tahun 1999. Untuk itu, negara Annex 1 harus menurunkan agregat emisi gas rumah kaca hingga 40 persen. (GSA)

No comments:

Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Marke

  | Carbon Policy Lab Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Market Indonesi...