Banjir di Muara Batang Gadis Bukan karena Hujan
Kerusakan hutan yang terjadi di kawasan hutan lindung Sidoar-doar, yang masuk Taman Nasional Batang Gadis, diduga menjadi penyebab banjir bandang di enam desa di Muara Batang Gadis, Kabupaten Mandailing Natal.
Investigasi Tim Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumut dan Komunitas Peduli Hutan Sumatera Utara (KPHSU) menemukan hutan di hulu lokasi bencana itu dikuasai oleh dua perusahaan hak pengusahaan hutan (HPH), yakni PT Inanta Timber yang hingga kini izinnya belum dicabut dan PT Keang Nam yang izinnya dicabut tahun 2007. Kedua perusahaan itu merupakan milik keluarga Adelin Lis, buron kasus kehutanan.
Sebelumnya, satu perusahaan HPH, yakni PT Aek Gadis Timber, yang menguasai hutan produksi di kawasan itu. Perusahaan bekerja hingga tahun 1997. Perusahaan ini diduga belum menyentuh kawasan hutan lindung Sidoar-doar.
Namun, belakangan, setelah kayu di kawasan HPH habis, perusahaan diduga merambah kawasan hutan lindung. Citra Satelit SPOT 4 tahun 2007 menunjukkan, kawasan hutan lindung yang masuk kawasan hutan Sidoar-doar sudah rusak oleh pembangunan jalan produksi dan aktivitas penebangan. Tutupan hutan yang seharusnya hijau penuh bercak-bercak dan garis-garis putih yang artinya pohon telah ditebang atau kawasan hutan telah dibuat jalan. Ribuan titik longsor oleh aktivitas produksi secara kasatmata bisa terlihat.
Kerusakan juga meluas pada ribuan hektar kawasan hutan di luar konsensi HPH PT Inanta Timber yang juga masuk kawasan hutan Sidoar-doar. Padahal, kawasan itu adalah daerah tangkapan air mata air anak-anak Aek Parlampungan dan Aek Salebaru yang bermuara pada Sungai Batang Gadis.
Kerusakan hutan yang menumpuk akhirnya menimbulkan banjir bandang yang menewaskan 9 orang, menghilangkan 1 orang, dan membuat ribuan orang kehilangan tempat tinggal sebelum perayaan Idul Fitri bulan lalu.
”Pernyataan berbagai pihak bahwa banjir disebabkan intensitas hujan yang tinggi sangat disayangkan. Jika kondisi alam bagus, bencana alam bisa diminimalisasi. Banjir bandang ini terjadi tak murni karena bencana alam, tetapi bencana ekologis atau human error karena adanya aktivitas manusia di kawasan itu,” tutur Eksekutif Daerah Walhi Sumut Syahrul Manik Sagala.
Sekjen KPHSU Jimmy Panjaitan menambahkan, pemerintah diminta segera melakukan audit lingkungan secara menyeluruh terhadap aktivitas pemanfaatan hutan dan kerusakan di sekitar lokasi bencana. (WSI)
Senin, 5 Oktober 2009 | 03:50 WIB
Medan, Kompas - http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/10/05/03500437/hutan.lindung.rusak
Membantu Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank Dalam Penerapan Sustainable Finance (Keuangan Berkelanjutan) - Environmental & Social Risk Analysis (ESRA) for Loan/Investment Approval - Training for Sustainability Reporting (SR) Based on OJK/GRI - Penguatan Manajemen Desa dan UMKM - Membantu Membuat Program dan Strategi CSR untuk Perusahaan. Hubungi Sdr. Leonard Tiopan Panjaitan, S.sos, MT, CSRA di: leonardpanjaitan@gmail.com atau Hp: 081286791540 (WA Only)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Marke
| Carbon Policy Lab Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Market Indonesi...
-
JAKARTA - PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) sangat sepakat mengenai ketentuan Bank Indonesia (BI) untuk membuat standarisasi sistem pembayaran pada...
-
Kementerian Kehutanan (Kemenhut) menerapkan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) untuk menghentikan masuknya produk kayu dari hasil p...
No comments:
Post a Comment