”Kami akui bahwa kerusakan lingkungan masih terus terjadi dengan intensitas tinggi,” kata Sekretaris Menteri Negara Lingkungan Hidup Arief Yuwono dalam Evaluasi Lima Tahun Pengelolaan Lingkungan Hidup ”Mengubah Krisis Menjadi Peluang” di Jakarta, Jumat (2/10). Ada pendapat yang menuding, faktor otonomi daerah mempercepat kehancuran ekologis, terutama terkait nafsu mengejar pendapatan daerah.
Tidak hanya daerah, lemahnya perhatian terhadap peran lingkungan juga melanda pemerintah pusat. Bahkan, sudah terjadi sejak era Orde Baru.
”Politik dan ekonomi begitu kuat sehingga lingkungan berada di pinggiran. Masalah lingkungan pun kolaps di era otonomi daerah,” kata guru besar Universitas Padjadjaran, Bandung, Jawa Barat, Surna T Djajadiningrat.
Ia mencontohkan kerusakan lingkungan di Bandung. Fungsi dan jasa lingkungan hancur akibat pembangunan yang mengarusutamakan kepentingan ekonomi semata.
Wali Kota Jakarta Pusat Sylviana Murni mengakui, persoalan lingkungan belum menjadi prioritas pembangunan saat ini. Pertumbuhan ekonomi masih lebih menarik dijadikan prioritas utama negara.
Namun, ia sepakat bahwa belum ada kata terlambat untuk mengubah cara pandang dunia terhadap lingkungan. Apalagi, di tengah fenomena pemanasan global seperti sekarang.
Bukan soal teknis
Direktur Eksekutif Nasional Walhi Berry N Furqan menyatakan, persoalan lingkungan bukan soal teknis semata. Buktinya, hutan terus digunduli di tengah teknologi yang mampu menghasilkan bibit pohon kayu
usia pendek untuk dipanen. Sampah perkotaan juga terus menumpuk tanpa ada solusi yang jitu.
Oleh karena itu, tanpa kehendak dan kemampuan merekonstruksi tatanan politik dan ekonomi yang korup dan rakus, kehancuran ekologis akan terus marak. ”Kehancuran tersebut ditambah lemahnya kewenangan lembaga lingkungan,” kata Berry.
Data Walhi menunjukkan, bencana ekologis di Indonesia tercatat 205 kali (tahun 2007) dan naik menjadi 359 kali (2008). Angka itu tidak termasuk gempa bumi dan gunung meletus.
Angka kasus bencana lingkungan dipastikan akan terus meningkat setiap tahunnya, terutama apabila tidak ada terobosan penanganan lingkungan di Indonesia. (GSA)
Sabtu, 3 Oktober 2009 | 03:52 WIB
Jakarta, Kompas - http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/10/03/03522951/kerusakan.lingkungan.tak.teratasi
Jakarta, Kompas - http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/10/03/03522951/kerusakan.lingkungan.tak.teratasi
No comments:
Post a Comment