Selama ini seolah-olah persoalan korupsi yang semakin merajalela hanya terjadi di pemerintahan. Transparency International Indonesia (TII) mengungkapkan, korupsi yang terjadi di sektor-sektor swasta dan bisnis jauh lebih mengkhawatirkan.
"Selama ini yang tersorot dan sampai kepada publik hanya korupsi yang terjadi di pemerintahan. Padahal di sektor swasta ini lebih dahsyat," kata Sekretaris Jenderal TII Teten Masduki, Rabu (7/10), di Menara Kadin, Jakarta.
Laporan korupsi global Transparency International (TI) yang berpusat menyebutkan banyak kondisi yang memungkinkan terjadinya krisis yang berkaitan dengan resiko korupsi di dunia bisnis. Kerugian akibat praktik korupsi di sektor swasta secara global, sebut laporan itu, ditengarai mencapai nilai tak kurang dari 300 miliar US dollar.
Selama ini, kata Teten, kinerja perusahaan-perusahaan dalam melawan korupsi terbilang buruk. Kinerja perusahaan seringkali tidak sesuai dengan komitmennya. "Sementara tatanan ekonomi global dan pasar yang dinamis terus melahirkan berbagai peluang korupsi baru dan samar," tuturnya.
Dari hasil temuan TI, terungkap sumber utama terjadinya praktik korupsi di sektor swasta berasal dari suap. Praktik ini terjadi ketika dunia bisnis bersinggungan dengan pejabat pemerintahan, pegawai negeri, ataupun anggota partai politik. "Di negara-negara berkembang, politisi dan pejabat pemerintah menerima suap antara 20 sampai 40 miliar US Dollar setiap tahunnya," papar Teten.
Praktik ini, secara langsung akan merusak kinerja perusahaan. "Imbasnya terjadi korupsi pasar yang melemahkan persaingan sehat, harga yang adil, dan efisiensi," tambahnya.
Karena itu ia berharap, sektor swasta dapat menegaskan komitmen mengikat yang dapat diverifikasi dan terbuka untuk dikoreksi dari segi kepatuhannya. "Selain itu pemerintah juga harus menggunakan perangkat inovatif dan penegakan yang cerdas," tandasnya.
RABU, 7 OKTOBER 2009 | 19:50 WIB
No comments:
Post a Comment