Sunday, August 9, 2009

DAMPAK PENINGKATAN PENGGUNA TELEPON SELULER TERHADAP EKSISTENSI PENYELENGGARAAN WARUNG TELEKOMUNIKASI

EXECUTIVE SUMMARY

DAMPAK PENINGKATAN PENGGUNA TELEPON SELULER TERHADAP EKSISTENSI PENYELENGGARAAN WARUNG TELEKOMUNIKASI

ABSTRAK

Warung Telekomunikasi merupakan salah satu wujud kegiatan untuk mendukung terciptanya tujuan pemerataan pembangunan dan hasil-hasil-hasilnya, pendirian warung telekomunikasi bermula untuk meningkatkan penetrasi telepon tetap yang pada waktu itu masih sangat rendah, sehingga masyarakat masih sangat sulit untuk mengakses informasi dan berkomunikasi, maka dari itu dibuatlah suatu strategi yaitu satu sambungan dapat dipakai oleh beberapa orang atau dengan kata lain membuat strategi “Public Phone” atau yang lebih dikenal dengan sebutan Warung Telekomunikasi (Wartel).

Pada saat ini penyelenggaraan warung telekomunikasi mengalami penurunan, baik dari sisi pengguna maupun pendapatan disebabkan oleh semakin meningkatnya pengguna telepon seluler. Jumlah pengguna telepon seluler pada saat sekarang ini telah mencapai kurang lebih 96.410.000, teledensitas 36,39 % dengan tingkat prosentase pertumbuhan pelanggan telepon seluler mencapai 28,26 % pertahun.

hal ini akan berdampak terhadap keberlangsungan penyelenggaraan warung telekomunikasi.

Metode penelitian dalam kajian ini menggunakan metode Dekriptif Kualitatif, yaitu melakukan survey lapangan dengan menggunakan kuesioner yang di diedarkan kepada penyelenggara warung telekomunikasi, masyarakat pengguna warung telekomunikasi, dan APWI (Asosiasi Pengusaha Warung elekomunikasi Indonesia).

Hasil yang diharapkan dalam kajian ini berupa masukan dalam penyempurnaan kebijakan penyelenggaraan warung telekomunikasi agar penyelenggaraan warung telekomunikasi dapat berjalan secara berkesinambungan.

Kata-kata kunci : warung telekomunikasi, Telepon seluler

A. LATAR BELAKANG

Pengembangan telekomunikasi di Indonesia adalah untuk kepentingan nasional yang merupakan salah satu wahana untuk mencapai tujuan pembangunan nasional, yakni mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Pendirian warung telekomunikasi bermula untuk meningkatkan penetrasi telepon tetap yang pada waktu itu masih sangat rendah, oleh karenanya untuk memenuhi permintaan telepon tetap, maka dibuatlah suatu strategi yaitu satu sambungan dipakai oleh beberapa orang atau dengan kata lain membuat strategi “Public Phone” atau yang lebih dikenal dengan sebutan warung telekomunikasi (wartel). Warung Telekomunikasi ini merupakan tempat yang disediakan untuk pelayanan jasa telekomunikasi untuk umum yang di tunggu, baik yang bersifat sementara ataupun tetap dan merupakan bagian dari telepon umum (PM.05/PER/M.KOMINFO/I/2006 tentang penyelenggaraan warung telekomunikasi Bab I Pasal 1 ayat (10)).

Pada tahun 1999, ketika usaha wartel mengalami liberalisasi maka yang terjadi adalah hampir di setiap jalan di kota-kota besar terdapat warung telekomunikasi. Peningkatan warung telekomunikasi mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Peningkatan tersebut dikarenakan usaha warung telekomunikasi merupakan usaha yang cukup menjanjikan, sehingga sangat diminati oleh masyarakat maupun badan usaha atau koperasi, sehingga pada tahun 2001 jumlah wartel meningkat menjadi 201.111 wartel, semula pada tahun 1999 jumlah warung telekomunikasi hanya berjumlah 114.840 wartel.

Kemerosotan bisnis warung telekomunikasi ini sangat terasa sejak tahun 2001, tepatnya saat telepon seluler mulai gencar masuk ke seluruh pelosok tanah air. Selain itu ekspansi kartu perdana seluler semakin murah dan beragam model telepon seluler yang menjamur dengan harga terjangkau.

Jumlah pelanggan telepon seluler pada saat ini kurang lebih 81.834.590 pelanggan, teledensitas 36,39 %, dengan tingkat prosentase pertumbuhan pelanggan telepon seluler 28,26 % pertahun.

Pertumbuhan telepon seluler yang sedemikian pesat ini akan berdampak terhadap semakin menurunnya pengguna warung telekomunikasi, dan semakin menurunnya pendapatan warung telekomunikasi dan pada akhirnya banyak pengusaha wartel yang menutup usahanya.

Dengan melihat permasalahan tersebut di atas perlu dilakukan kajian tentang Dampak Peningkatan Pengguna Telepon Seluler Terhadap Eksistensi Penyelenggaraan Warung Telekomunikasi.

Sehingga dari kajian ini dapat memberikan solusi permasalahan, agar warung telekomunikasi dapat berjalan secara berkesinambungan.

E. HASIL PENELITIAN

1. KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN WARUNG TELEKOMUNIKASI.

Baik yang terdapat pada Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi maupun Peraturan Pemerintah No. 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi. Peraturan ini telah membuka kesempatan berusaha bagi Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD); Badan Usaha Milik Swasta (BUMS); dan Koperasi untuk berusaha di bidang telekomunikasi, dengan diberlakukannya peraturan ini berarti penyelenggaraan telekomunikasi di berlakukan secara kompetisi dan tidak boleh lagi di selenggarakan secara monopoli oleh salah satu operator telekomunikasi.

Demikian pula bila diperhatikan mengenai Keputusanyang terdahulu, seperti, Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM 54 Tahun 1998, tentang Penyelenggaraan Warung Telekomunikasi. maka keberlangsungan penyelenggaraan wartel telah diakomodir, sebagaimana tercantum pada pasal 9, yang menyatakan dalam penyelenggaraan warung telekomunikasi, harus ; Mengevaluasi permohonan penyelenggaraan warung telekomunikasi dengan mempertimbangkan azas pelayanan, pemerataan, kelayakan usaha dan kemudahan serta memperhatikan kelangsungan usaha warung telekomunikasi yang telah bekerjasama;

Dalam melakukan pendirian warung telekomunikasi, sebelum PKS operasional dikeluarkan oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi, hendaknya aturan/kebijakan yang terkandung pada pasal 9, tersebut, khususnya azas kelayakan usaha, dijadikan sebagai azas dalam pendirian wartel baru, azas ini sangat penting karena usaha pendirian wartel didasarkan kepada tingkat kebutuhan masyarakat, dan kelayakanan usaha wartel itu sendiri, sehingga keberadaan wartel kedepan akan tetap eksis.

Selain aturan tersebut, juga telah dipersyaratkan kepada pemberi PKS penyelenggaraan wartel, didalam aturan/kebijakan tersebut menyatakan bahwa penyelenggara jaringan harus memperhatikan kelangsungan usaha warung telekomunikasi yang telah bekerjasama. aturan/kebijakan yang telah dibuat tersebut, kurang mendapat respon/perhatian dari pihak pemberi PKS penyelenggaraan wartel, pendirian wartel pada saat itu hanya semata-mata untuk kepentingan bisnis atau kepentingan sepihak, tanpa mematuhi mengindahkan peratuan/kebijakan tersebut. Yang seharusnya setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi tunduk dan taat kepada kebijakan/aturan tersebut, dan tidak hanya berorientasi pada kepentingan bisnis sesaat.Oleh karena itu tidak heran pada saat sekarang ini penyelenggara warung telekomunikasi banyak yang tutup,karena berawal dari pendirian wartel baru yang tidak berdasarkan pada orientasi aturan yang telah ditetapkan.

Sehingga pendirian wartel-wartel baru muncul sangat berdekatan dengan wartel yang sudah mapan, ada yang berdampingan, berjejer, dengan keadaan ini penyelenggara warung telekomunikasi harus siap bersaing satu dengan yang lainnya. Bersaing dalam produk unggulan sudah tidak memungkinkan, berarti yang sangat dimungkinkan adalah bersaing dalam hal pelayanan. Oleh karena itu memberikan pelayanan yang terbaik kepada konsumen suatu hal yang menjadi keharusan bagi wartel-wartel sekarang ini.

Dengan melihat situasi dan kondisi pada saat sekarang ini, diperlukan suatu kebijakan pembagian pendapatan/komisi atas penyelenggaraan warung telekomunikasi, yang dapat menunjang keberlangsung penyelenggaraan wartel, karena situasi pada saat sekarang ini, hampir rata-rata penyelenggara warung telekomunikasi mengalami penurunan pendapatan yang sangat drastis, apabila hal ini dibiarkan, maka tidak tertutup kemungkinan penyelenggaraan wartel akan semakin terpuruk dan pada akhirnya banyak penyelenggara wartel yang tutup akibat tidak mampu lagi membiayai operasionalnya. Sebaiknya pembagian komisi penyelenggaraa wartel didasarkan kepada Pendapatan yang diterima penyelenggara warung telekomunikasi dari penyelenggara jasa telekomunikasi. Domestik (PSTN dan STBS) dan penyelenggara Sambungan Langsung Internasional (SLI), besaran pendapatan/komisi di sarankan adalah sebagai berikut :

Tabel 2

Prosentase Komisi Penyelenggara Wartel

Pendapatan Wartel/Bulan

(Rp.)

Prosentase (%) Komisi Penyelenggara

wartel

0 s/d 1 Juta

1 s/d3 Juta

> 3 Juta

60%

50%

22,5%

Asumsinya adalah semakin kecil pendapatan wartel, maka semakin besar prosentase yang diterima. wartel yang memiliki pendapatan 1 juta kebawah, masih memungkinkan untuk bertahan. demikian pula pada pendapatan 1 s/d 3 juta rupiah, maka komisi prosentase yang diterima sebesar 40 % (domestik, PSTN dan STBS), dan Internasional,

Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No..05/PER/M.KOMINFO/I/2006 tentang Penyelenggaraan Warung Telekomunikasi sebagaimana tertuang pada pasal 16

Pada pasal 16 menerangkan bahwa Penyelenggara wartel dapat memungut langsung biaya jasa telekomunikasi kepada pengguna wartel, sesuai ketentuan tarif jasa telekomunikasi yang berlaku, ditambah dengan tarif pelayanan sebanyak-banyaknya 15 %. Hal ini menandakan bahwa Wartel bisa menambah komponen layanan dalam harga jualnya yaitu maksimal 15 %, artinya wartel di berikan kewenangan untuk menarik biaya pelayanan kepada konsumen, pembebanan biaya ini dikhawatirkan berkesan tarif wartel akan semakin mahal, dan pada akhirnya wartel akan semakin ditinggalkan oleh penggunanya.

2. RESPONDEN PENYELENGGARA WARTEL

Warung Telekomunikasi yang semula merupakan usaha andalan bagi Usaha Kecil dan Menengah, kini sudah tidak lagi, usaha wartel hanya merupakan sebagai usaha tambahan, penurunan status usaha wartel yang semula menjadi usaha andalan, yang kini menjadi usaha tambahan, dikarenakan bahwa, usaha wartel pada saat sekarang ini telah mengalami penurun pendapatan secarasignifikan, yang disebabkan oleh semakin banyaknya masyarakat menggunakan telepon seluler sebagai sarana komunikasinya. Baik dari segmen ibu rumah tangga, pelajar, pegawai maupun pedagang, sehingga segmen pasar untuk warung telekomunikasi semakin kecil, bahkan tidak sedikitnya jumlah penyelenggara wartel yang menutup usahanya. Yang diakibatkan oleh ketidak mampuannya untuk membiayai pengelolalaan penyelenggaraan wartel.

Bila dilihat dari sisi pendapatan wartel yang disurvei, sebagian besar responden penyelenggara wartel, memberikan pendapat bahwa penerimaan yang didapat selama ini selalu mengalami penurunan, yang semula pendapatan dari usaha wartel yang demikian besar, sehingga usaha wartel kedepan sulit menjadi harapan. Apalagi pada saat sekarang ini telepon seluler baik GSM maupun CDMA semakin murah baik harga teleponnya maupun tarifnya.

Pendapatan wartel yang dahulunya cukup tinggi sampai mencapai Rp. 10.000.000,- per bulan, kini hanya mencapai dibawah satu juta perbulan.

Sedangkan untuk usaha wartel dengan status milik sendiri, usaha wartel ini dapat dikembangkan dengan menambah usaha tambahan, seperti membuka usaha travel agent, menjual voucher/galeri hp, rumah makan, bengkel, rental, play station, dll. Akan tetapi bagi usaha wartel dengan status mengontrak/menyewa, usaha wartel mengalami kesulian untuk dikembangkan, hampir sebagian besar usaha wartel dengan status mengontrak/menyewa tempat, apabila masa kontrak/sewa sudah berakhir penyelenggara wartelcenderung menutup usahanya, karena untuk membuka usaha tambahan sudah tidak memungkinkan, hal ini dikarenakan dengan perjanjian kontrak/sewa yang peruntukannya hanya untuk menyelenggarakan wartel, bukan untuk usaha lainnya.

Pengelola wartel mengharapkan diperlukan perubahan kebijakan mengenai pola bagi hasil, yang sekarang ini sangat kurang memihak kepada penyelenggara wartel, sebaiknya pola bagi hasil disesuaikan dengat tingkat penghasilan wartel. Semakin kecil tingkat penghasilan wartel maka semakin besar tingkat prosentase yang diterima oleh penyelenggara wartel.

3. MASYARAKAT PENGGUNA WARTEL

Dilihat dari tingkat usia tersebut, maka pengguna wartel didominasi oleh tingkat umur antara 17 sampai dengan 25 tahun, yaitu sebanyak 102 responden, sedangkan untuk tingkat pengguna wartel terendah adalah berusia diatas 50 tahun yaitu sebanyak 16 responden. Penyelenggaraan wartel masih diminati oleh para remaja dan para orang tua, oleh karena itu u keberadaan wartel perlu dilestarikan dan ditingkatkan fitur layanannya, sehingga, menarik bagi seluruh lapisan masyarakat.

Bila dilihat dari tingkat pekerjaan pengguna wartel didominasi oleh tingkat pekerjaan pelajar, mahasiswa, ibu rumah tangga, hal ini berarti pengguna wartel terbesar adalah pelajar, mahasiswa, dan para ibu rumah tangga. Oleh karena itu keberadaan wartel masih cukup diminati bagi para pelajar, dan kaum ibu-ibu.

Menurut pendapat responden pengguna warung telekomunikasi, memang sebagian besar mereka kurang berminat untuk menggunaka wartel, hal ini dikarenakan oleh tarif wartel agak mahal, jika dibanding dengan tarif telepon seluler, dan selain itu penggunaan telepon seluler lebih efisien dan praktis, serta fitur layanan sangat banyak dan dapat digunakan dimana saja. Penggunaan wartel apabila dalam keadaan terpaksa, seperti baterei hand phone habis, hand phone ketinggalan dan lain-lain.

4. STARATEGI / KEBIJAKAN WARTEL

Beberapa strategiUpaya dalam mengatasi permasalahan tersebut, yaitu :

1. Inovasi Teknologi

Dapat dilakukan dengan cara menggunakan teknologi Voice over Internet Protocol, (VoIP), dengan menggunakan teknologi VoIP ini, maka masyarakat dapat menghemat pemakaian sebesar 85%

2. Strategi memperluas usaha

Dengan menurunnya penghasilan wartel, agar usaha wartel tetap berjalan perlu dilakukan upaya pengembangan usaha dengan cara, memperluas usaha tambahan, seperti membuka rental pengetikan, internet, menjual voucher, membuka toko minuman, dll.

1. Strategi pengembangan teknologi.

Dengan menggaungkan jaringanCDMA dan GSM, sehingga penyelenggara wartel bisa membeli pulsa dengan harga jauh lebih murah, yang pada akhirnya membuat laba yang lebih besar bagi penyelenggara wartel, sehingga akan lebih efisien di dalam pengaturan biaya usahanya, jaringan CDMA dan GSM memiliki cakupan zona lokal lebih luas.

F. KESIMPULAN DAN SARAN

1. KESIMPULAN

a. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No. 05/PER/M.KOMINFO/i/2006, tentang Penyelenggaraan Warung Telekomunikasi sebagaimana tertuang dalam pasal 16, menyatakanbahwa Penyelenggara wartel dapat memungut langsung biaya jasa telekomunikasi kepada pengguna wartel, sesuai ketentuan tarif jasa telekomunikasi yang berlaku, ditambah dengan tarif pelayanan sebanyak-banyaknya 15 %. Pada kenyataannya penyelenggaraan wartel belum sepenuhnya menjalankan amanah ketentuan tersebut, hal ini dikarenakan adanya kekhawatiran akan memberatkan pelanggan/pengguna wartel dan akan berdampak langsung terhadap pendapatan wartel.

b. Penyebab penurunan pendapatan wartel dikarenakan oleh semakin banyaknya masyarakat yang memiliki telepon seluler, tarif wartel lebih mahal dari tarif telepon seluler, serta padatnya penyelenggaraan wartel.

c. Hampir seluruh penyelenggara wartel mengeluh mengenai pendapatan yang diterimanya pada saat ini, tidak seperti masa lalu, pendapatan wartel demikian tinggi bisa mencapai Rp. 15.000.000,- perbulan, akan tetapi pada saat sekarang ini hanya Rp. 1.000.000,- sampai dengan Rp. 1.500.000,- perbulan, bahkan kadangkala dibawah Rp. 1.000.000,-

d. Bila dilihat dari sisi perbandingan tarif, antara tarif wartel dan tarif telepon seluler, sebagaian besar mayarakat menyatakan bahwa tarif wartel lebih mahal dari tarif telepon seluler.

2. SARAN

a. Hendaknya setiap kebijakan dalam penyelenggaraan warung telekomunikasi, pengguna jasa wartel tidak lagi dibebankan dengan biaya lainnya, seperti adanya tarif pelayanan, mengingat situasi dan kondisi penyelenggaraan wartel pada saat sekarang ini kurang menguntungkan, pembebanan biaya akan berdampak terhadap akan semakin mahalnya tarif wartel, dan dikhawatirkan wartel akan semakin ditinggalkan oleh penggunanya.

b. Mengenai komisi pembagian wartel perlu diatur oleh Pemerintah dengan memperhatikan kedua belah pihak operator dan penyelenggara wartel, saat ini pembagian keuntungan berdasarkan perjanjian kerjasama antara pengusaha wartel dan penyelenggara jaringan yang dirasakan oleh penyelenggara wartel untuk untuk kepentingan sepihak, oleh karena itu pemerintah sebagai pembina, perlu menentukan suatu kebijakan tentang pola bagi hasil yang adil, sehingga untuk masa yang akan datang wartel akan berjalan secara berkesinambungan.

c. Untuk menjaga kesinambungan penyelenggaraan wartel diperlukan diperlukan suatu upaya pengembangan usaha, seperti ; membuka usaha internet, penjualan voucher kartu telepon, rental, dsb.

d. Memanfaatkan teknologi CDMA, sehingga penyelenggara wartel dapat berpindah-pindah dari satu tempat ke lain, sesuai dengan yang diinginkan.

DAFTAR PUSTAKA

Undang-undang Nomor : 36 Tahun 1999, tentang Telekomunikasi

Peraturan Pemerintah Nomor : 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi.

Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan telekomunikasi Nomor : KM.101/PT.102/MPPT-89 tentang Pedoman Pengaturan Partisipasi Badan Lain Dalam Penyelenggaraan Warung Telekomunikasi.

Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM. 54 Tahun tetang Penyelenggaraan Warung Telekomunikasi.

Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM.78 Tahun 1998, tentang Pembagian Pendapatan/Komisi Atas Penyelenggaraan Jasa Warung Telekomunikasi.

Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 05/PR/M.KOMINFO/I/2006, tentang Penyelenggaraan Warung Telekomunikasi.

Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor : 08?Per/M.KOMINFO/02/2006, tentang Interkoneksi.

Keputusan Direktur Jenderal Pos dan Teleomunikasi Nomor : 160/Direktur Jenderal/1998, tentang Ketentuan Pelaksanaan Penyelenggaraan Warung Telekomunikasi.

Metode Penelitian Survei, Masri Singarimbun dan Sofyan Effendi, LP3ES,1989.

Seri Panduan Praktis, Wartel dan Peluang Bisnis, H.A. Sofyan Sjadeli, Dip.M.Mgt, Drs. Slamet, P.T. Apwindo, 2000.

Studi Tentang Standar Pelayanan Warung Telekomunikasi, Puslitbang Pos dan Telekomunikasi, 2001.

Lokasi Suvey ; Jakarta, Surabaya, Semarang, Bandung dan Banten

Penulis : Marhum Djauhari dan Rachmat Shaleh.

Sumber:http://balitbang.depkominfo.go.id/2009/03/25/dampak-peningkatan-pengguna-telepon-seluler-terhadap-eksistensi-penyelenggaraan-warung-telekomunikasi/

No comments:

Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Marke

  | Carbon Policy Lab Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Market Indonesi...