Monday, July 27, 2009

18 LSM Tolak HTI di Jambi

Sebanyak 18 lembaga swadaya masyarakat lingkungan hidup dan organisasi mahasiswa pencinta alam di Jambi mengeluarkan petisi yang menolak izin hutan tanaman industri 118.955 hektar di kawasan penyangga Taman Nasional Kerinci Seblat, Kabupaten Merangin, Jambi.

Pembukaan hutan tanaman industri (HTI) dikhawatirkan berdampak pada bencana ekologi, meningkatnya konflik masyarakat, serta punahnya satwa liar yang dilindungi.

”Kawasan yang akan dijadikan HTI itu merupakan area resapan air dan sejumlah hulu bagi Sungai Batanghari. Perubahan fungsi kawasan akan menimbulkan bencana bagi masyarakat di sepanjang sungai,” ujar Eko Waskito, koordinator petisi yang juga Direktur Lembaga Tiga Beradik, Minggu (26/7) di Jambi.

Petisi itu ditandatangani 18 lembaga swadaya masyarakat (LSM) lingkungan dan organisasi mahasiswa pencinta alam. Organisasi itu antara lain Walhi Jambi, Komunitas Konservasi Indonesia Warsi, LBH-Lingkungan, Perkumpulan Hijau, Perkumpulan Gita Buana, Mapala Gitasada, dan Mapala Himapasti.

Menurut Eko, petisi itu telah disampaikan kepada Kepala Dinas Kehutanan serta Balai Konservasi Sumber Daya Alam Provinsi Jambi. Petisi tersebut juga akan disampaikan kepada Gubernur Jambi dan Menteri Kehutanan pada Senin ini.

Kawasan yang akan dikonversi menjadi HTI itu rencananya dikelola PT Duta Alam Makmur. Kawasan tersebut merupakan penyangga Taman Nasional Kerinci Seblat pada wilayah barat. Lahan yang akan dijadikan HTI seluas 118.955 hektar, terdiri atas eks hak pengusahaan hutan PT Sarestra II (47.645 hektar), Nusa Lease Timber Coorperation (56.770 hektar), dan Rimba Kartika Jaya (14.540 hektar).

Selain sebagai area hulu sungai bagi Batanghari, kawasan yang akan dikonversi itu dinilai tidak layak untuk dijadikan HTI mengingat kondisi topografinya yang curam, 45-70 derajat.

Hutan alam tersebut juga merupakan habitat bagi satwa liar yang dilindungi dan hampir punah, seperti harimau sumatera, ungko, siamang, tujuh jenis burung rangkong, macan dahan, kucing mas, dan tapir. Di sana juga terdapat kambing gunung (Muntiacus montanus), spesies yang ditemukan di kawasan tersebut pada tahun 2008. (ITA)

Senin, 27 Juli 2009 | 03:44 WIB

Jambi, Kompas -http://koran.kompas.com/read/xml/2009/07/27/03444429/18.lsm.tolak.hti

jBatik, Persembahan Teknologi untuk Batik

Pertengahan November tahun lalu, pada perlombaan bergengsi teknologi informasi tingkat Asia Pasifik, jBatik memenangi penghargaan utama dalam kategori tourism & hospitality. Batik Fractal merupakan desain batik yang dibuat menggunakan konsep fraktal. Yun Hariadi.

Ket Foto: Panel sebelah kanan merupakan tempat untuk memasukkan variabel dan rumus. Panel tersebut juga dilengkapi dengan pustaka yang berisi rumus-rumus sederhana untuk menghasilkan desain Batik Fractal. Pada panel bagian atas terdapat alat ukur dimensi fraktal untuk mengukur tingkat fraktal hasil desain Batik Fractal tersebut.

jBatik merupakan perangkat lunak untuk menghasilkan desain Batik Fractal. Berdasarkan asal kata, jBatik merupakan gabungan dua kata: java dan batik. Java mengacu pada bahasa pemrograman yang digunakan membuat perangkat lunak jBatik.

Munculnya Batik Fractal tak terlepas dari penelitian penulis dan rekan yang membuktikan hadirnya fraktal dalam batik (Kompas, 10/3). Sifat fraktal pada batik memberi inspirasi untuk menciptakan desain-desain batik secara otomatis dengan menggunakan persamaan atau konsep fraktal melalui alat bantu jBatik.

Fraktal merupakan konsep matematika yang membahas kesamaan pola pada semua skala. Secara sederhana, kehadiran fraktal ditandai oleh adanya perulangan pola atau kesamaan diri (self-similarity) pada skala yang berbeda-beda atas suatu obyek. Pohon cemara merupakan contoh sederhana hadirnya fraktal di alam. Jika kita bandingkan struktur atau pola pohon cemara dengan struktur dahannya, akan didapat pola yang sama.

Salah satu cara untuk mengukur tingkat fraktal suatu benda adalah dengan menggunakan dimensi fraktal. Perbandingan dimensi fraktal antara batik dan lukisan kubisme karya Picasso menunjukkan sifat yang khas pada setiap karya seni tersebut. Kubisme taat dengan dimensi 3, sedangkan batik taat dengan dimensi 1,5. Hal ini menunjukkan bahwa motif batik tidak cukup digambarkan oleh benda berdimensi 1, tetapi berlebihan jika digambarkan oleh benda berdimensi 2. Motif batik berada di antara benda berdimensi 1 dan 2—ini menunjukkan, batik mengandung unsur fraktal.

Faktor yang berperan besar menghadirkan fraktal pada batik adalah teknik dekorasi yang berhubungan dengan makna simbolis pada batik, yaitu isen. Dalam membatik, terdapat proses yang disebut isen, yaitu mengisi motif besar dengan motif kecil tertentu yang sesuai.

Alam membentuk fraktal di dalam tubuh manusia (struktur kromosom, susunan DNA) hingga di luar tubuh manusia (bentuk aliran sungai, badai matahari). Namun, manusia juga membentuk fraktal pada hasil budayanya, baik secara sengaja maupun tidak sengaja.

Fraktal secara tidak sengaja telah hadir di artefak-artefak budaya masa lalu (Maya dan Aztec), juga pada masa kini (peralatan suku di Afrika, batik, dan pada lukisan Pollock.

Berkat pemahaman konsep fraktal dalam teori chaos, pada masa kini fraktal digunakan secara sengaja untuk beragam kepentingan, misalnya, untuk menciptakan file gambar berukuran lebih kecil (bidang komputer), untuk membedakan kondisi gagal jantung dengan jantung normal, mendeteksi kehadiran tumor dan parkinson (bidang kedokteran), untuk menandai kemurnian baja dan kemurnian berlian (bidang material), melakukan peramalan saham (bidang keuangan), serta untuk menandai keunikan retina mata (bidang keamanan).

Sengaja fraktal

Sebagai alat bantu, jBatik diciptakan untuk menghasilkan desain Batik Fractal yang berpotensi memiliki variasi desain tak hingga. Untuk menciptakan variasi desain tak hingga ini, jBatik secara sengaja menggunakan konsep fraktal. Ini sejalan dengan penggunaan fraktal secara sengaja pada teknologi-teknologi mutakhir saat ini. Kesengajaan penggunaan fraktal dalam jBatik ditunjang kenyataan bahwa terdapat fraktal pada batik. Dalam hal ini, jBatik berupaya memberi sumbangan teknologi terhadap batik.

Program jBatik versi pertama merupakan hasil kolaborasi PixelPeopleProject dengan IGOS Center Bandung. Untuk kali pertama, jBatik ini dipamerkan pada pameran Batik Fractal pertengahan Mei 2008 di Bandung.

Salah satu hasil desain Batik Fractal tersebut meraih penghargaan UNESCO. Selain itu, jBatik juga mengikuti beraneka kompetisi teknologi informasi. Di tingkat lokal jBatik memenangi INA-ICTA 2008 dan di tingkat Asia Pasifik jBatik memenangi APICTA 2008.

Kemenangan itu mendorong untuk merombak total jBatik versi pertama menjadi jBatik v2.0. Dengan bantuan USAID-Senada, jBatik mengalami perubahan total dan menjadi perangkat lunak Batik Fractal. Kini jBatik mengalami pengembangan dalam menciptakan desain Batik Fractal hingga berdimensi tiga, dilengkapi dengan pengukur dimensi fraktal dan kemampuan untuk membuat desain dalam desain.

Alat bantu

Kebutuhan untuk menciptakan perangkat lunak Batik Fractal berawal dari keinginan untuk memperkenalkan konsep fraktal secara lebih mudah kepada masyarakat dan khususnya pembatik. Dengan ini, jBatik diharapkan dapat memberi sumbangan dalam menghasilkan beraneka variasi desain yang nyaris tak hingga. Dengan mengubah beberapa parameter pada panel jBatik, akan dihasilkan desain batik yang berbeda-beda.

Program jBatik dirancang dan diciptakan secara khusus untuk menghasilkan desain Batik Fractal, yaitu desain yang dibuat semirip mungkin dengan desain batik tradisional menggunakan konsep fraktal. Tentu ada masalah serius dalam penentuan semirip mungkin ini.

Salah satu upaya jBatik agar hasilnya semirip mungkin dengan desain batik tradisional adalah dengan membuat algoritme yang mengandung: penggolongan motif batik (motif: tumbuhan, parang, geometri), mengenali unsur-unsur batik (misal: ornamen utama dan isen), serta perhitungan dimensi fraktal yang berperan sebagai alat ukur terhadap tingkat fraktal batik.

Program jBatik sebagai perangkat lunak desain Batik Fractal sangat berbeda dengan perangkat lunak desain grafis pada umumnya, seperti Adobe Photoshop ataupun CorelDRAW. Perbedaan terletak pada kekhususan fungsi jBatik untuk membuat desain batik dan kekuasaan otonom pengguna terhadap perangkat lunak itu.

Jika pada Adobe Photoshop dan CorelDRAW pengguna memiliki kekuasaan penuh terhadap perangkat lunaknya—pengguna bisa sesuka hati membuat desain grafis dari kurva atau garis, pada jBatik pengguna tidak memiliki kekuasaan penuh. Lantas siapa yang memiliki kekuasaan penuh untuk menyelesaikan desain batik pada jBatik? Jawabannya adalah: algoritme program jBatik sendiri.

Jika pada perangkat lunak desain grafis pada umumnya menggunakan masukan: titik, garis, dan kurva, tetapi pada jBatik masukan tersebut berubah menjadi bentuk rumus matematika sederhana: L System.

Dengan rumus ini, titik garis dan kurva diterjemahkan menjadi variabel rumus. Selanjutnya hubungan antarmasukan tersebut akan diterjemahkan oleh L System menjadi suatu gambar tertentu.

Ini mungkin terlihat memperumit desain grafis, tetapi langkah ini perlu dilakukan untuk mendapatkan tak hingga variasi desain Batik Fractal.

Secara sederhana, pengguna menuliskan masukan x dan suatu fungsi sederhana f(x) dan selanjutnya jBatik akan menyelesaikan sendiri gambar dari y>f(x). Tentu saja perubahan sedikit pada nilai x akan menyebabkan perubahan drastis keluaran y. Pada tahap ini pengguna tidak memiliki kuasa mengontrol hasil desain Batik Fractal. Namun, hal ini memberi peluang membuat variasi desain fraktal tak hingga.

Mungkin penjelasan dalam tulisan ini terlihat rumit. Dalam praktik di lapangan, penggunaan jBatik tidak serumit yang dituliskan ini. Program ini telah diperkenalkan kepada beberapa pembatik tradisional di Pekalongan. Program ini diluncurkan 27 Mei 2009 lalu di Paris Van Java, Bandung, Jawa Barat, dilengkapi dengan demonstrasi dan diskusi.

Tentu saja jBatik sebagai sebuah upaya memperkaya khazanah batik kita masih jauh dari sempurna. Dibutuhkan peran serta pembatik, seniman, matematikawan, ilmuwan, dan pencipta program untuk bisa menempatkan jBatik sebagai salah satu alat bantu pada batik yang kelak sejajar dengan canting.

Penulis: YUN HARIADI Peneliti di Pixel PeopleProject

Senin, 27 Juli 2009 | 03:26 WIB

Source:http://koran.kompas.com/read/xml/2009/07/27/03261714/jbatik.persembahan.teknologi.untuk.batik

Bakar Sekam Dapat Listrik

Begitulah proyek yang sedang dilakukan Thailand dan Bali (Indonesia) Di Thailand proyek ini sudah hampir mendekati akhir. Selain listrik didapat, proyek pembangkit listrik bertenaga sekam (PLTS) ini juga memberi bonus lain: pengurangan polusi, nilai berharga dari karbon, uang bagi petani, dan produk sampingan yang berharga.



Sekam padi yang biasanya dibakar di tempat atau ditumpuk untuk dijadikan pupuk dikumpulkan dan dibawa ke PLTS. Tentu saja sekam yang sudah menyampah ini akan dihargai dengan uang. Sekam yang dibakar akan menghasilkan panas yang bisa digunakan untuk membangkitkan tenaga PLTS. Nah, abu sebagai hasil pembakaran ternyata tidak terbuang percuma. Ada pabrik semen yang siap menadahi abu ini untuk dijadikan bahan campuran semen yang ramah lingkungan dan murah. Ramah lingkungan sebab pembuatan semen saat ini menghasilkan tahi arang (clinker). Menurut Bank Dunia, tahi arang menyumbang sekitar 4% dan total emisi gas rumah kaca.



Tak ada teknologi canggih di sini. Hanya pembangkit yang menggunakan turbin bertenaga uap yang dirancang untuk membakar sekam. Sebenarnya mirip dengan pembangkit listrik tenaga gas atau batubara. Meski begitu, PLTS yang ada di Thailand diperkirakan akan menghemat sekitar 88.000 ton batubara atau 59 juta liter bahan bakar mmnyak.



Pengembang PLTS ini, AT Biopower, sedang mengerjakan empat buah PLTS senilai AS $ 27 juta (sekitar Rp 270 miliar) yang berlokasi di Thailand bagian tengah. Sedangkan di Bali kapasitas yang terpasang sekitar 22 Megawatt dan diperkirakan akan beroperasi akhir tahun ini. Kapasitas sebesar itu dapat digunakan untuk memasok listrik bagi sekitar 60.000 rumah tangga.



PLTS di Thailand, yang berlokasi di Provinsi Pichit, akan membutuhkan sekitar 150.000 ton sekam setahunnya. Untuk memenuhi sekam sebanyak itu mereka telah menandatangani 100 buah kontrak dengan petani lokal. Prospek serupa juga tenjadi di Bali. “Akan ada pekerjaan tambahan,” ujar Pandu Sjahrir dari Syahrir Securities, perusahaan berbasis di Jakarta yang membantu pengembangan PLTS di Bali. Ia menjelaskan lebih rinci bahwa akan ada pengepul sekam, PLTSnya sendiri membutuhkan karyawan, dan petani yang memperoleh pendapatan tambahan.



Dan listrik yang dijual ke PLN, PLTS Bali ini berharap menangguk pemasukan sekitar Rp 96 miliar setahun. Sedangkan abu yang dihasilkan nantinya akan dijual ke perusahaan semen dengan nilai sekitar 4,6 miliar setahun. PLST Pichit malahan sudah memperoleh kesepakatan dengan perusahaan semen di sana untuk membeli abu harus



Hasil pembakaran sekam

Hasil lainnya dan PLTS ialah pengurangan gas karbon dioksida (CO). Diperkirakan akan ada 80.000 ton pengurangan gas CO, Jika diuangkan, ini setara dengan sekitar Rp 8 miliar.



Mudah-mudahan ide PLTS ini bisa memberi pencerahan bagi daerah yang merupakan lumbung padi untuk memanfaatkan sekamnya. Kalau sudah begitu, tak perlulah listrik byar-pet atau terkena oglangan. Ini juga membantu kampanye hemat energi pemerintah. (TST/YdS)

Sumber : INTISARI No.506 / September 2005

Rubrik HALAMAN HIJAU, hlm 122 - 123

Satu Pohon Menyerap 1 Kg CO2 dan Mengeluarkan 0,73 Kg O2

Berdasarkan penelitian para ahli, satu hektare hutan selama satu jam mampu menyerap 8 kg gas CO2, sama dengan proses 200 orang bernapas. Satu pohon yang berfotosintesis sama dengan menyerap 1 kg CO2 dan mengeluarkan 0,73 kg O2. Dengan kemampuan ini, secara matematis dapat diperkirakan sebagai berikut, jika hutan kota dibangun disekitar 500 kota yang ada di Indonesia (33 ibu kota provinsi ditambah ibu kota setiap kabupaten/kota), dan setiap kota membangun minimal 2 hutan kota maka akan diperoleh sebanyak 1.000 hutan kota.

Jika setiap hutan kota ini ditanami minimal 100 pohon, akan diperoleh 100 ribu pohon di Indonesia yang tumbuh dalam 1.000 hutan kota tersebut. Karena satu batang pohon mampu menyerap CO2 sebesar 1 kg untuk melakukan satu kali proses fotosintesis, dengan 100 ribu pohon akan mampu menyerap CO2 sebesar 100 ribu kg.

Bisa dibayangkan jika pohon melakukan aktivitas fotosintesis sekali sehari, sudah berapa gas CO2 yang terserap dari hari ke hari, minggu ke minggu, bulan ke bulan dan dari tahun ke tahun? Perkiraan ini akan bertambah lagi dengan program pemerintah melalui Perhutani yang sudah menyiapkan 400 juta bibit yang rencananya ditanam di 200 ribu hektare hutan kosong dengan operasi hutan lestari tanpa batas. Ditambah lagi dengan pohon-pohon yang ada di taman-taman dan deretan pepohonan yang ada di sepanjang jalan di setiap kota. Yuk, kita menanam

Sumber: www.kabarindonesia.com

Sunday, July 26, 2009

Bebas Kecanduan Rokok dalam 15 Menit, Mau?

Kini ada teknik ampuh untuk atasi kecanduan merokok dalam waktu singkat. Dengan terapi yang disebut Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT), diklaim pecandu bisa bebas dari rokok dalam hitungan menit.

(Ket Gbr:FRANS AGUNG: Teknik penyembuhan dengan Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) yang dibawa ke Indonesia oleh Ahmad Faiz Zainuddin. Teknik ini tengah dipraktikkan di daerah Tanah Abang Jakarta (26/7).)


"Hanya memerlukan sekitar 10-15 menit maka Anda tidak ingin lagi merokok," kata Ahmad Faiz Zainuddin, pembawa teknik SEFT ke Indonesia, di Jakarta, Minggu (26/7). Ia mengatakan teknik yang diajarkannya diperoleh dari hasil belajar langsung pada Gray Craig, orang Amerika pendiri Emotional Freedom Technicque.

Menurutnya, sebelum diberi terapi setiap orang dipersiapkan batinnya lebih dulu dengan kalimat, "Ya Tuhan walaupun saya ingin sekali merokok padahal saya pengin bisa berhenti merokok. Tapi saya ikhlas menerima masalah saya ini. Saya pasrahkan padamu kesembuhan saya dari kecanduan rokok." Kalimat tersebut, lanjut Faiz, harus diulang-ulang dengan nada lembut.

Sembari ia menghayatinya, terapis meneping (totok) di 9 titik kunci akupunktur dari 361 titik. Titik tersebut ada di ubun-ubun, pangkal alis, samping mata, bawah mata, bawah hidung, bawah mulut, tulang di dekat tenggorokan (colar bone), di bawah ketiak dan di dada.

Selain meneping, tambahnya, terapis juga sesekali mendekatkan rokok di hidungnya. Lalu menjauhkannya, kemudian dekatkan lagi. Dilakukan terus menerus. Setelah dilakukan beberapa kali, si pecandu rokok diminta untuk merokok. "Biasanya terus ia merasa tidak enak. Sudah tidak lagi tertarik pada rokok. Dan ini permanen," tutur Faiz.

Menurut Faiz yang lulusan psikologi Uniar, di dunia sudah ada 400.000 ribu orang pecandu rokok terbebas dari kebiasaan merokok dengan terapi SEFT ini. "Terapi ini bisa dilakukan siapa saja. Mudah kok," tandas Faiz.

MINGGU, 26 JULI 2009 | 16:40 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - http://www.kompas.com/read/xml/2009/07/26/16404893/Bebas.Kecanduan.Rokok.dalam.15.Menit..Mau

Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Marke

  | Carbon Policy Lab Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Market Indonesi...