Showing posts with label Green Product. Show all posts
Showing posts with label Green Product. Show all posts

Wednesday, April 7, 2010

Eco-Product: Sekadar Produksi Bukanlah Pilihan Bijak

”Bertepuk sebelah tangan”, begitulah yang terjadi di Indonesia. Ketika perekonomian bangsa digoyang oleh melambungnya harga minyak mentah, berbagai solusi terus dicari, dari kampanye hemat bahan bakar minyak hingga mengurangi subsidi bahan bakar minyak.

Energi terbarukan menjadi isu penting. Sejalan dengan langkah-langkah dunia, termasuk Indonesia, untuk memerangi pemanasan global dengan cara menggunakan produk-produk hemat energi dan bersahabat dengan lingkungan, sepekan lalu Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia bekerja sama dengan Asian Productivity Organization dan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi menggelar Eco-products International Fair 2010.

Indonesia adalah negarake-124 dari lebih dari 140 negara yang meratifikasi Protokol Kyoto. Indonesia juga pendukung Copenhagen Accord yang merupakan hasil dari Konferensi Tingkat Tinggi Ke-15 Perubahan Iklim dari United Nations for Climate Change Conference (UNFCCC) di Kopenhagen, Denmark, Desember 2009. Indonesia telah menargetkan penurunan emisi gas rumah kaca 26 persen pada 2020 dengan sejumlah program mitigasi.

Eco-products International Fair 2010 memiliki peran dan arti yang sangat penting di tengah isu lingkungan global yang menjadi perhatian dunia saat ini, baik itu masalah pencemaran lingkungan, efek gas rumah kaca, lubang pada lapisan ozon, maupun isu-isu lingkungan lainnya.

Kenyataannya, terlepas dari kemelut yang dialami Toyota akibat produk Toyota Prius yang bermasalah di Amerika Serikat, Presiden Direktur PT Toyota Astra Motor Johnny Darmawan dalam pameran eco-product hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala saat membicarakan solusi kebutuhan energi kendaraan di Indonesia.

Selain membidik pasar, prinsipal otomotif berupaya melihat tren kebutuhan masyarakat pengguna kendaraan. Dari soal kendaraan hemat bahan bakar hingga menerobos kebutuhan teknologi yang kira-kira bisa mengurangi penggunaan bahan bakar minyak yang berasal dari fosil.

”Saya heran, apa kemauan bangsa ini? Di saat dunia berpikir efisiensi bahan bakar kendaraan, alternatifnya adalah kendaraan berteknologi hybrid. Begitu ditawarkan ke publik, termasuk pejabat pengambil kebijakan, peminat Prius sangat luar biasa,” kata Johnny.

Namun, apa mau dikata, begitu diberitahukan harga jual kendaraan hemat energi relatif tinggi, peminat yang mundur pun banyak sekali. Tingginya harga karena untuk mengimpor kendaraan hemat energi ini tidak sepeser pun diberikan insentif oleh pemerintah.

Inilah cermin ketidaksiapan bangsa untuk keluar dari belenggu inefisiensi. Ini pula cermin nyata dari masih rendahnya daya beli masyarakat.

Faktor utamanya adalah daya beli. Itu berakar pada pengangguran dan kemiskinan menjadi rantai yang tidak mendukung, menyebabkan bangsa ini masih harus berkutat pada ketidaksiapan untuk berubah menggunakan produk.

Wakil Ketua Kadin Indonesia Bidang Industri, Riset, dan Teknologi Rahmat Gobel mengatakan, ”Ke depan, tuntutan pasar global tidak lagi sekadar membidik produk massal. Tidaklah bijak sekadar memproduksi besar-besaran. Perilaku industri sebagai bentuk tanggung jawab terhadap lingkungan juga menjadi pertimbangan konsumen.”

Eco-product memang menampilkan konsep ”green”. Ke depan, menurut Rahmat, industri ramah lingkungan yang sudah dipelopori Jepang bukanlah sekadar mendirikan pabrik yang hijau, ramah lingkungan, dan efisiensi teknologi energinya, tetapi juga perlu dirintis dari aspek sumber daya manusia.

Rahmat yang juga Ketua Steering Committee EPIF tidak menampik keikutsertaan industri dalam pameran ini didominasi Jepang. Mereka tetap mempertahankan industri yang ramah lingkungan, tetapi aspek sumber daya manusia juga diperhatikan dengan memberikan pembekalan pendidikan.

Pendidikan terkesan membuang-buang waktu dan biaya. Namun, hal sepele itu mampu mengubah pekerja menjadi pribadi yang memiliki tambahan keterampilan. Tanpa disadari, skill tersebut mampu meningkatkan produktivitas industri. Jadi, bukan sekadar mempekerjakan orang dan bukan pula sekadar masuknya investasi dan meningkatkan ekspor.

Identik mahal

Hampir sebagian produk peserta pameran memang terkesan bernilai mahal harga jualnya. Dalam pikiran sebagian besar masyarakat, konsep membeli dengan harga mahal memang belum sebanding dengan kekuatan produknya.

Direktur Utama PT Pusaka Iwan Tirta, Lidya Kusuma Hendra, tidak menampik pola pikir masyarakat. Namun, inilah cara menyelamatkan bumi.

Keramik bikinan Lidya, misalnya. Dengan teknik produksi dan penggunaan bahan baku ramah lingkungan, diyakini keramik itu tidak akan merusak lapisan tanah apabila pecah dan dibuang ke tanah. Keramik ini akan terurai kembali.

Persoalannya, merebut pasar domestik dengan mengembangkan karya-karya kreatif adalah sebuah pilihan pada saat pasar dunia lesu. Dari inovatif dan kreatif, tren ditingkatkan lagi menjadi produk ramah lingkungan.

”Bikin keramik itu biasa. Tetapi, kalau kita mau bikin karya yang kreatif, pasti produknya bisa berdaya jual tinggi. Krisis boleh datang, tetapi kreativitas tidaklah boleh berhenti. Karena itu, keramik ternyata bisa dikolaborasi dengan motif batik karya maestro batik Iwan Tirta,” tutur Lidya, peserta pameran eco-product.

Menteri Perindustrian Mohammad S Hidayat, yang berkesempatan memberikan Penganugerahan Industri Hijau 2010, menjanjikan kepada produsen yang produknya ramah lingkungan akan dipertimbangkan untuk diberikan berbagai kemudahan sehingga produknya kompetitif di pasaran.

The IMD World Competitiveness Year Book 2009 mencatat, daya saing Indonesia tahun 2005 berada di peringkat ke-50 dari 60 negara yang disurvei. Tahun 2006-2008, daya saing Indonesia juga masih di peringkat ke-50-an. Baru tahun 2009, daya saing Indonesia naik menjadi peringkat ke-42 dari 57 negara. Peringkat ini jauh di bawah India (peringkat ke-30), Korea (30), China (20), Malaysia (18), Jepang (17), dan Amerika Serikat (1).

”Sekarang ini, dengan sadarnya masyarakat menggunakan produk ramah lingkungan, hal ini harus diimbangi oleh para produsen untuk menyesuaikan produksi ke arah produk ramah lingkungan,” kata Hidayat.

Sebuah tantangan berat apabila industri hanya tergiur memproduksi tanpa memerhatikan keramahan lingkungannya.

Penerima Penganugerahan Industri Hijau 2010

• A. Kategori Industri Besar:
1. PT Holcim Indonesia Tbk
2. PT Riau Andalan Pulp and Paper
3. PT Tri Polyta Indonesia

• B. Kategori Industri Kecil dan Menengah:
1. PT Ekanindya Karsa (produk kulit buaya)
2. Mayestic Buana Group (produk plastik daur ulang)
3. AKAS (kerajinan sabut kelapa)

• C. Kategori Khusus Badan Usaha Milik Negara:
1. PT Pupuk Kalimantan Timur
2. PT Semen Gresik Tbk
3. PT Krakatau Steel

26 Maret 2010

Friday, August 21, 2009

Ini Dia Tanaman "Tahan Banting"

Inilah enam jenis tanaman yang dapat Anda pilih untuk mengawali hobi memelihara atau mengoleksi tanaman di rumah. Jenis tanaman ini kerap direkomendasikan karena mudah tumbuh dan dapat bertahan dalam kondisi pengairan yang tak pasti, pencahayaan yang kurang serta temperatur yang fluktuatif. Tanaman ini akan tumbuh subur di pekarangan, kantor dan bahkan terkadang di ruang yang sempit.


1. Sirih gading (Epipremnum pinnatum 'aureum')
Sirih gading dikenal dengan nama lolo munding/tali (Sunda), jalu mampang, sulang (Jawa) dan samblung (Bali) adalah tanaman merambat besar dengan batangnya yang bulat liats eperti terna, berbulu, bagian pangkalnya sebesar lengan anak mempunyai akar-akar gantung yang panjang meliliti pohon. Tanaman ini disebut devil's ivy atau photos, ditemukan di Asia Tenggara hingga Australia.

Bentuk daunnya seperti daun sirih menyerupai jantung hati. Warna daunnya unik, bercampur kuning membentuk motif seperti marmer. Sirih Gading tak perlu perawatan khusus. Tanah gembur dicampur pupuk kandang adalah media tanam yang cocok, Tanaman ini juga bisa hidup dengan akar yang tumbuh subur di media air.

Tanaman ini dapat digunakan sebagai tanaman pot gantugn karena batangnya yang langsing penuh daun. Bila ditanam di tanah batangnya cenderung tumbuh membesar demikian pula daun-daunnya.

2. Lili Paris (Chlorophytum)
Lili paris atau Chlorophytum termasuk tanaman hias yang populer karena relatif cepat tumbuh dengan daunnya yang menarik. Bunganya berwarna putih, bila tanaman sudah cukup dewasa akan tumbuh anakan-anakan kecil pada ujung-ujung batang di sekeliling tanaman.

Bila tanaman digunakan sebagai tanaman gantung kondisi ini akan membuat bentuk yang menarik. Anakan ini juga berfungsi sebagai alat perbanyakan. Tanaman ini cukup mudah beradaptasi dengan lingkungannya, bisa tumbuh di tempat yang panas, sejuk, terkena sinar matahari langsung ataupun tempat yang terlindung.

3. Lidah Mertua (Sansevieria trifasciata)
Tanaman satu ini memang terbilang bandel. Mereka suka akan banyak cahaya, tetapi juga bisa mengatasi kondisi minim cahaya. Tanaman ini juga dapat bertahan hidup pada kisaran suhu 4 derajat Celcis hingga 37 derajat C, tapi akan tumbuh sehat dan bagus jika mendapatkan suhu pada siang hari antara 20 derajat Celcius hingga 23 derajat Celcius dan antara 15 derajat C hingga 18 derajat Celcius pada malam hari.

Media tumbuh bagi Sansevieria hanya berupa campuran dari tanah atau pasir, kompos, sekam bakar, atau bisa ditambah kapur sebagai penjaga kestabilan pH tanah. Jika tanaman ini ditempatkan di pot, sebaiknya dasar pot diberi pecahan genting supaya sirkulasi air bagus.

4. Beragam spesies Dracaena
Dracaena banyak ragamnya dan cukup beken sebagai tanaman lanskap, tanaman pot bahkan tanaman indoor. Beberapa nama yang populer adalah Pardon Bali (D. draco), song of India (D. reflexa), tricolor (D. marginata), dan D. sanderiana atau bambu hoki (bambu rezeki).

Dracaena mudah dibiakkan dengan stek batang. Ia termasuk tanaman bandel. Bisa ditanam di dalam maupun di luar ruangan. Banyak yang percaya, apabila disimpan di sudut ruangan rangkaian D. sanderiana atau bambu rezeki tak hanya elok dipandang, tapi juga bisa mengubah keberuntungan. Ia bahkan direkomendasikan oleh master fengsui dan praktisi yang ingin memodifikasi ruangan agar terasa nyaman dan berenergi.

Tanaman ini tahan terhadap cahaya, tetapi apabila disimpan di ruangan terbuka jangan sampai terkena langsung sinar matahari. Dracaena bisa bertahan pada temperatur minimal 16 derajat Celcius dengan pemberian air hanya 2 kali dalam sebulan.

5. Sukulen dan kaktus
Ada banyak lusinan varietas sukulen dan kaktus yang dijual di toko tanaman hias. Secara umum, sukulen adalah tanaman gurun dengan daun tebal yang menyimpan air. Istilah sukulen diberikan bagi sekelompok tanaman dengan karakteristik salah satu atau lebih bagian tubuhnya dapat menyimpan air. Karakteristik semacam ini dimiliki juga oleh kaktus. Oleh karena itu, semua jenis kaktus adalah juga sukulen, tapi tidak semua sukulen adalah kaktus.

Umumnya, sukulen dan kaktus hidup di daerah yang sangat kering dan jarang hujan. Dengan kemampuannya mengikat air tersebut maka tanaman-tanaman ini bisa hidup walaupun lama tidak turun hujan.

Baik succulent maupun kaktus tumbuh dengan lambat. Untuk perawatan terbaik, tempatkan jenis tanaman ini pada area yang tak terkena hujan tetapi cukup mendapat sinar matahari. Untuk tanaman dalam ruangan, bawa tanaman secara berkala 4 – 5 Hari sekali keluar untuk mendapatkan sinar matahari selama 1 hari.

6. Bromeliad
Bromeliad atau bromelia adalah salah satu kelompok tanaman hias tropis fenomenal dengan keragaman jenis yang mencapai sekitar 3.000 spesies. Penampilan bromeliad sangat memukau dan sangat menjanjikan. Daunnya roset dan kompak, ada juga yang pipih mirip kawat, corak dan pola daunnya memiliki lebih dari 200 kombinasi, sosoknya mulai yang mini hingga raksasa, jenis yang berbunga menghasilkan warna-warna cerah dan gampang dirawat.

Anggota keluarga bromeliad yang terkenal antara lain : guzmania, neoregelia, vriesea, tillandsia, cryptanthus, aechmea, dan nidularium. Merawat Bromelia terbilang gampang. Media tanamnya pun bisa apa saja, seperti sabut kelapa atau cacahan pakis. Ada jenis Bromelia yang tumbuh bagus di media pakis. Bahkan, pertumbuhanya lebih baik dibanding jika ditanam langsung di tanah. Kendati demikian, sebaiknya Bromelia tidak ditanam langung di tanah, karena tanaman ini aslinya merupakan tanaman epifit yang biasa hidup menumpang di batang-batang pohon di dalam hutan.

Selasa, 4 Agustus 2009 | 16:31 WIB

KOMPAS.com -http://properti.kompas.com/read/xml/2009/08/04/16315126/ini.dia.tanaman.tahan.banting

Friday, August 14, 2009

Biochar Suburkan Lahan dan Serap Karbon

Pembentukan biochar atau arang hayati dengan potensi jutaan ton setiap tahunnya secara ilmiah mampu menyuburkan lahan sekaligus bermanfaat menyerap karbon. Namun, potensi ini masih terabaikan padahal bahan baku melimpah, seperti sekam serta jerami padi, tempurung kelapa, limbah biji sawit, dan limbah industri kayu.

”Tidak perlu mekanisme yang sulit untuk berpartisipasi mengurangi emisi karbon. Potensi biochar sangat berlimpah, tetapi implementasinya sampai sekarang masih sangat sedikit,” kata peneliti ekofisiologi Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Sukamandi, Anischan Gani, dalam seminar di Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor, Kamis (18/6).

Gani memaparkan, pemanfaatan biochar khususnya untuk perbaikan lahan pertanian. Manfaat lainnya adalah dapat menyimpan karbon secara stabil selama ribuan tahun dengan cara dibenamkan ke dalam lahan itu.

Pembicara lainnya yaitu peneliti pada Balai Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (Balitkabi) Yudi Widodo. Yudi menyampaikan makalah mengenai peran ubi-ubian untuk antisipasi pangan dan energi dalam menghadapi pemanasan global.

Menurut Gani, biochar merupakan arang hayati dari sebuah pembakaran tidak sempurna sehingga menyisakan unsur hara yang menyuburkan lahan. Jika pembakaran berlangsung sempurna, biochar berubah menjadi abu dan melepas karbon. ”Berbeda dengan pupuk bahan organik yang mengalami pembusukan itu akan melepas emisi berupa metana yang 21 kali lipat besarnya melebihi karbon dioksida dalam menyebabkan pemanasan global,” ujarnya.

Yudi mengemukakan, ubi-ubian sebagai tanaman penghasil karbohidrat dapat dikembangkan dengan sistem wanatani. Pengembangan ubi-ubian bisa dilakukan di bawah naungan pepohonan di hutan sekaligus dapat menyelamatkan hutan dan memenuhi kebutuhan pangan dan energi.

Sabtu, 20 Juni 2009 | 10:58 WIB
Laporan wartawan KOMPAS Nawa Tunggal
BOGOR, KOMPAS.com —http://sains.kompas.com/read/xml/2009/06/20/1058258/biochar.suburkan.lahan.dan.serap.karbon.

LIPI Ciptakan Alat Ukur Hujan Online

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) membuat terobosan dalam pengukuran curah hujan. Alat yang dinamakan dengan Stasiun Pengukuran Curah Hujan ini mampu mencatat curah hujan, dan dalam hitungan menit bisa langsung diakses melalui internet. Sehingga potensi banjir bisa dideteksi sejak dini. Ket Foto: Stasiun Pengukuran Curah Hujan yang terdapat di Kecamatan Cilengkrang Bandung Jabar (14/8). Alat yang bisa menyediakan data real time per-3menit itu satu-satunya di Indonesia.

"Kami mulai penelitian sejak 2007. Sensor jadi duluan, baru tahun lalu interfacenya jadi. Kami prihatin karena yang ada sekarang database cuaca warisan Belanda," kata Tigor Nauli, Kepala Pusat Penelitian Informatika LIPI Bandung, di Kantor Kecamatan Cilengkrang, Bandung, Jawa Barat, Jumat (14/8), di mana alat ini berada.

Menurut Elli A. Gojali, peneliti bidang komputer LIPI, alat yang BMG saja belum mempunyainya, berbeda dengan alat pengukur curah hujan sebelumnya. Bedanya, dulu mengggunakan gelas ukur, sehingga tidak bisa disambungkan ke alat elektronik. "Tiap pagi orang mengambil gelas ukur itu dan mengukurnya," tuturnya.

Kalau alat yang investasinya Rp. 10 juta ini, memiliki dua bejana kecil. Keduanya akan berjungkit-jungkit ketika ada air yang masuk. Gerakan inilah yang menghasilkan pulsa elektrik. Kemudian, pulsa elektrik ini lewat interface dikirim ke server. "Dari situ orang sudah bisa mengakses data curah hujan per milimeter. Orang bisa melihat data real time per 3 menit," tandasnya.

Data ini sangat berguna, karena daerah Cilengkrang merupakan daerah hulu. Selama ini kalau Cilengkrang hujan deras, daerah hilirnya berpotensi besar banjir. "Yang berpotensi kena banjir kalau di sini hujan adalah Gedebage Bandung Timur. Kalau grafik sudah menunjukkan data di atas 50 milimeter, mereka sudah siap-siap," katanya.

Adapun, stasiun pengukur curah hujan ini, lanjut Tigor terdiri dari sensor curah hujan berstandar World Meteorological Organization (WMO), dua interface pengubah sinyal, jalur komunikasi dan software pengendali berbasis open source. "Ke depan kami akan mengembangkan sensor yang lain dan jalur komunikasinya menggunakan wireless supaya bisa dipasang di perkebunan. Sekarang masih memakai kabel," papar Tigor.

Dengan tambahan alat tersebut dan penambahan beberapa APCH kita bisa membuat stasiun cuaca kecil. Dengan demikian, tambah Tigor, bukan hanya curah hujan yang bisa diukur tapi juga suhu, kelembaban, dan kecepatan angin. "Sehingga kemungkinan terjadinya banjir, perubahan suhu, kapan periode suatu daerah itu kering atau basah, dan lain-lain sudah bisa kita prediksi. Kalau sudah begini kita sudah berkembang ke Sistem Informasi Cuaca," harap Tigor.

Jumat, 14 Agustus 2009 | 14:09 WIB

BANDUNG, KOMPAS.com - http://sains.kompas.com/read/xml/2009/08/14/14094626/LIPI.Ciptakan.Alat.Ukur.Hujan.Online

Akrilamida, Bahaya Kelezatan

Apakah Anda termasuk penggemar berat kentang goreng, keripik kentang, roti panggang, produk sereal, dan produk-produk tinggi karbohidrat lainnya yang diolah dengan digoreng, dibakar, atau dipanggang? Atau Anda tidak dapat melewatkan waktu santai pada sore hari ditemani kopi dan makanan kecil?

Jika jawabannya adalah ya, mulai sekarang Anda sebaiknya mengakrabkan diri dengan istilah akrilamida. Mengapa? Karena akrilamida (biasa disingkat akrilamid) adalah senyawa kimia berbahaya yang belakangan ini terbukti terkandung dalam berbagai makanan tersebut.

Umumnya, akrilamida digunakan di industri untuk membersihkan air minum, bahan baku perekat, tinta cetak, zat warna sintetik, zat penstabil emulsi, kertas, dan kosmetik. Selain itu, akrilamida sering digunakan sebagai kopolimer pada pembuatan lensa kontak. Sebenarnya, akrilamida tidak berbahaya dalam penggunaannya di industri, tetapi akan berbeda halnya apabila zat ini terkandung dalam makanan yang biasa dikonsumsi sehari-hari.

Pada tahun 2002 The Swedish National Food Authority mengumumkan hasil penelitian dari Stockholm University, yaitu ditemukannya peningkatan kadar akrilamida dalam beberapa jenis pangan, terutama yang mengandung banyak karbohidrat (zat tepung), seperti kentang dan produk sereal yang diproses dengan pemanasan tinggi (misalnya, dibakar, dipanggang, atau digoreng) pada temperatur di atas 120° celsius. Peneliti Swedia menemukan bahwa terdapat konsentrasi akrilamida yang sangat besar pada makanan yang digoreng (keripik kentang 1.200mg/kg dan kentang goreng 450 mg/kg) serta makanan yang dipanggang (sereal dan roti 100-200 mg/kg).

Lantas, apa bahaya dari akrilamid? Pada tahun 2005 Joint FAO/WHO Expert Committe on Food Additivies (JECFA) mengumumkan bahwa paparan akrilamid dalam jangka waktu lama pada hewan coba tikus menunjukkan gejala genotoksik (memengaruhi gen) dan karsinogenik (dapat memicu kanker). Akrilamida pada dosis tinggi terbukti dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan saraf dan mengganggu reproduksi. Namun, pengaruh karsinogenik pada manusia belum teruji kebenarannya. Meskipun demikian, penelitian lanjutan tentang bahaya akrilamida pada manusia masih terus dilakukan.

Lalu, bagaimana bisa sampai terbentuk akrilamida pada makanan? Mekanisme pembentukan utama akrilamid dalam makanan terjadi pada reaksi Maillard, yaitu reaksi ketika gula dalam makanan (contohnya glukosa, fruktosa, dan laktosa) bereaksi dengan asparagin bebas (sejenis asam amino dalam makanan yang terbentuk karena reaksi pencoklatan). Gula, asparagin, dan beberapa asam amino lainnya adalah senyawa yang secara alami terdapat dalam pangan nabati. Asparagin bereaksi dengan gula pada temperatur tinggi (di atas 120° celsius).

Biasanya peristiwa ini terjadi pada saat penggorengan, pemanggangan atau pembakaran. Ketiga proses inilah yang bertanggung jawab terhadap tinggi-rendahnya akrilamid dalam pangan. Semakin gelap warna produk akibat pemasakan, makin banyak kandungan akrilamida di dalamnya.

Jadi, apa yang harus dilakukan agar dapat terhindar dari bahaya akrilamid? Tentu saja, yang paling utama adalah mengurangi paparan akrilamid dalam makanan sehari-hari. Mulailah dengan mengurangi konsumsi makanan yang digoreng, dibakar, dan dipanggang (akrilamid tidak ditemukan pada makanan yang dikukus atau direbus karena suhu pengolahannya berkisar 100° celsius dan tidak menyebabkan pencoklatan) serta pangan yang kaya lemak trans dan lemak jenuh karena lebih berpotensi meningkatkan risiko kanker.

Selain itu, tingkatkan konsumsi makanan yang kaya serat, seperti buah-buahan dan sayur-sayuran, sehingga racun dalam tubuh dapat dikurangi.

Selain dengan mengurangi konsumsi makanan yang mengandung akrilamida, bahaya senyawa beracun ini juga dapat dihindari dengan mengurangi akrilamida dalam bahan pangan lewat cara memasak yang tepat.

Dengan memerhatikan beberapa teknik memasak di rumah, kandungan akrilamida yang terbentuk dari pemasakan dapat diminimalkan. Umumnya, lebih banyak akrilamida terakumulasi pada proses memasak yang lebih lama dan pada temperatur yang lebih tinggi. Beberapa hal yang dapat dilakukan adalah mencegah pemasakan yang berlebih saat memanggang, menggoreng, atau membakar pangan kaya karbohidrat, misalnya, memasak kentang goreng dan kentang bakar hingga berwarna kuning keemasan saja (bukan kuning kecoklatan) serta memanggang roti hingga berwarna coklat muda.

Selain itu, pada saat akan memasak kentang, kentang dapat direndam dahulu selama 15-30 menit sebelum pengolahan lanjutan agar dapat mengurangi akrilamid yang terbentuk selama pemasakan. Hal ini dapat terjadi karena jumlah gula yang terkandung dalam kentang telah berkurang dengan adanya perendaman. Penambahan antioksidan berupa daun bambu atau ekstrak teh hijau juga telah terbukti mengurangi level akrilamid pada pangan. Sebenarnya, akrilamid ditemukan paling banyak pada pangan yang digoreng (karena suhu yang digunakan paling tinggi).

Jadi, usahakan untuk menggoreng pada temperatur yang lebih rendah (jangan melebihi 175° celsius) dan hindari produk yang terlalu garing atau gosong.

Setelah mengenal akrilamida lebih jauh, apakah kita perlu menghindari sepenuhnya makanan-makanan favorit kita? Tentu tidak. Karena belum ada bukti dari penelitian terbaru yang menunjukkan bahwa akrilamida positif sebagai pemicu kanker pada manusia, belum perlu benar-benar menghindari produk pangan tertentu.

Sebenarnya, kita tidak perlu terlalu khawatir dengan keberadaan akrilamid dalam makanan karena kandungan akrilamid dalam makanan bukanlah suatu hal yang baru. Akrilamid telah ada dalam pangan manusia sejak beribu-ribu tahun lalu sejak pertama kali manusia memasak makanan mereka. Hanya saja, keberadaannya dalam makanan baru diketahui akhir-akhir ini setelah dilakukan penelitian di Swedia pada tahun 2002. Jadi, tidak perlu panik saat menikmati makanan favorit Anda, yang terpenting adalah senantiasa memerhatikan pola makan sehari-hari dan menjaga pola hidup sehat.

Kamis, 13 Agustus 2009 | 03:33 WIB, Source: http://koran.kompas.com/read/xml/2009/08/13/03335325/akrilamida.bahaya.kelezatan

FELICIA THALIP Mahasiswi Institut Pertanian Bogor

Tuesday, August 11, 2009

Sampah dan Sistem yang Kompleks

Tidak semestinya sampah plastik; kaleng, gabus, kertas kain, dan sebagainya turut hanyut ke kali. Sumber penghasil sampah itulah yang seharusnya mau bertanggungjawab dan melakukan ”3R” (reduce, reuse, recycle) barang bekas pakai.



Konsumen sampo, misalnya, semestinya bisa mengembalikan botol atau sachetnya kepada produsen (pabrik) setelah sampo habis. Konsumen mi instan semestinya bisa mengembalikan plastik kemasannya kepada perusahaan mi instan.





“Mengembalikan” di sini berarti melibatkan perantara, pemulung misalnya. Para pemulung menjadi bagian dan produsen untuk mengumpulkan sisa-sisa produksinya.



Di tingkat rumah tangga, keaktifan memilah sampah diperlukan. Mengurangi volume sampah bisa dilakukan dengan mengubah sampah organik menjadi kompos.



Manajemen menyeluruh



Ketua Umum Asosiasi Persampahan Indonesia (Indonesia Solid Waste Association/InSWA) Sri Bebassari, Kamis (27/3), mengatakan, manajemen sampah. sesungguhnya tidak sesederhana hanya memilah dan mengomposkan sampah organik.



Selama ini masyarakat lapis terbawah selalu mendapat stigma sebagai tukang buang sampah sembarangan, dinilai malas mengelola sampah. Sampah dituding sebagai penyebab banjir dan penyakit. Sedangkan perusahaan penghasil sampah sebagai penyumbat drainase atau sungai tidak pernah dipersalahkan.



Menurut Bebassari, manajemen sampah butuh pijakan top down (atas ke bawah) dari pemerintah, berbicara tentang sistem keseluruhan. Misalnya untuk pemilahan sampah di rumah tangga, harus tersedia truk untuk sampah terpilah. “Ada lima aspek yang harus dipenuhi untuk mewujudkan sebuah manajemen sampah,” kata Bebassari yang juga menjadi Solid Waste Management Specialist pada Bank Dunia.



Aspek pertama adalah payung hukum. Sejak lima tahun silam, Bebassari mengusulkan kepada lembaga eksekutif dan legislatif supaya mengkaji dan menetapkan undang-undang yang mengatur khusus soal penanganan sampah. Saat ini sudah ada Rancangan Undang-Undang Sampah. Diharapkan UU Sampah bisa ditetapkan dua bulan lagi.



“Singapura memiliki UU Sampah lebih dulu, namun keberhasilan manajemen sampahnya terjadi setelah 30 tahun UU itu ditetapkan,” katanya. Aspek kedua. unsur kelembagaan. Manajemen sampah tidak bisa hanya melibatkan satu departemen atau kementerian. Di Jepang katanya hal itu melibatkan 16 kementerian.



Aspek ketiga, unsur pendanaan. Alokasi dana pengelolaa sampah harus ada dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah (APBN/APBD). Masyarakat harus tahu berapa besar uang untuk jasa kebersihan.



Yang keempat, aspek peran serta produser barang atas sisa-sisa produksi yang tidak dipakai konsumen.



“Sumber penghasil sampah pertama atau para produsen barang itu yang harus memulai ‘3R’ sebagai bagian dan pengembangan program pertanggungiawaban korporat kepada masyarakat (corporate social responsibility),” kata Sri Bebassari.



Pengejawantahan ’3R’ dapat beragam. Misalnya, untuk fungsi reduce—mengurangi sampah tas plastik untuk barang belanjaan, supermarket mewajibkan pelanggannya menggunakan tas jinjing sendiri agar bisa dipakai berulang. Itu seka1igus menjalankan fungsi reuse atau pemanfaatan kembali tas belanjaan.



Selama ini sering dijumpai, justru sebagian ibu yang berbelanja berharap mendapatkan tas plastik yang banyak untuk menampung sampah di rumah. Fungsi ketiga, recycle atau daur ulang, dilakukan dengan mengganti tas plastik dengan tas kertas.



Aspek kelima teknologi. “Banyak piihan teknologi pengolahan sampah. Di Singapura, ada empat pengolahan sampah teknologi insinerator tidak menimbulkan polusi udara dan fasilitas gedungnya mirip mal,” katanya.



Paparan M Bebassari jauh dari kenyataan. Tetapi, itulah tantangan sekaräng untuk mendorong terwujudnya manajemen sampah sebagai sistein yang melibatkan banyak sektor.



Persiapan ke ideal



Di wilayah DKI Jakarta sebagai ibu kota negara, seperti dituturkan Kepala Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah DKI Jakarta Budi Rama, belum juga ada manajemen sampah yang ideal.



Budi Rama mencontohkan, dari sekian banyak mal juga belum ada yang mewajibkan pelanggan membawa tas belanja sendiri atau mengganti tas plastik dengan tas kertas.



“Upaya menuju manajemen sampah secara ideal baru pada tahap persiapan, agar masyarakat sendiri yang menetapkan ketentuannya. Jangan sampai peraturan dibuat, ternyata kemudian saat diterapkan tidak sesuai kebutuhan,” kata Budi.



Menurut dia, secara ideal mestinya para produsen barang turut bertanggung jawab terhadap sisa produksi yang ada di tangan konsumen. Saat ini pemulung dan pemilik lapak yang menjadi pengepul barang bekas dianggap sebagai pihak yang harus bertanggu jawab atas sisa-sisa produksi itu.



Sampai-sampai, untuk persoalan distribusi barang bekas, para pemilik lapak disyaratkan memiliki hasil analisis mengenai dampak lingkungan (amdal). Amdal itu sebagal dasar untk memperlancar distribusi barang bekas ke distributor lebth besar.



Jadi, masih banyak perangkat sistem yang harus diwujudkan untuk membentuk manajemen sampah secara ideal, Tetapi, setidaknya memilah sampah sebagai langkah dasar tetap harus diwujudkan untuk menunjang kemudahan kerja para pemulung. Dan jangan lupa juga: hasil dari sampah organik....., kompos.



Oleh NAWA TUNGGAL

Kompas : 2008

Green Festival

Monday, August 3, 2009

Nokia Menggalakkan Daur Ulang

MASYARAKAT Indonesia cukup datang ke Nokia Care Center untuk mendaur ulang ponsel bekas. Greenpeace pun menilai, Nokia adalah produsen elektronik yang paling ramah lingkungan di dunia.

Produsen ponsel terbesar dunia Nokia Corp mengajak masyarakat di Indonesia meningkatkan kepedulian terhadap lingkungan dengan mendaur ulang ponsel, charger, dan aksesori yang tidak lagi terpakai. Guna memudahkan para pengguna ponsel di Indonesia melakukan daur ulang, Nokia menyediakan 91 buah drop-box daur ulang di 91 gerai Nokia Care Center yang ada di Indonesia.Pada drop-box tersebut, masyarakat boleh memasukkan ponsel merek apa pun untuk didaur ulang, tidak harus ponsel Nokia.

”Kampanye kepedulian lingkungan ini kami lakukan karena survei mengungkap bahwa tiga dari empat pengguna ponsel di dunia tidak pernah berpikir untuk mendaur ulang ponselnya. Sebagian dari mereka bahkan tidak tahu bahwa ponsel dapat didaur ulang,” ujar Regional Manager Market Environmental Affairs Nokia SEAP Francis Cheong. Lebih dari itu, sebanyak 70% pengguna ponsel di dunia, menurut Cheong, juga tidak tahu harus pergi ke mana jika ingin mendaur ulang ponsel mereka.

Kini, pengguna ponsel di Indonesia tinggal pergi ke Nokia Care Center jika ingin mendaur ulang ponselnya. Cheong mengungkapkan,daur ulang ponsel dan berbagai jenis aksesorinya sangat penting untuk menyelamatkan lingkungan dari pencemaran. Sebagai contoh, ketika sebuah ponsel bekas sudah didaur ulang,maka Bumi akan terhindar dari 12.585 kg emisi karbon dioksida (CO2), yang memicu pemanasan global. Dengan daur ulang ponsel, Cheong menambahkan, industri juga bisa mengurangi penambangan bahan mentah untuk membuat produk.

Pada saat ini,jumlah pengguna ponsel diperkirakan mencapai tiga miliar orang. Jika masing-masing mereka mendaur ulang satu saja ponsel bekasnya, maka industri dapat menghemat penggunaan bahan mentah sebanyak 240.000 ton. Penggunaan bahan mentah dapat dihemat karena industri bisa membuat produk dari bahan-bahan yang berasal dari ponsel-ponsel bekas.Mulai plastik hingga logam-logamnya.

Karena penambangan bahan mentah dapat dikurangi, maka emisi CO2 di Bumi pun dapat dipangkas dengan volume setara emisi CO2 empat juta unit kendaraan bermotor yang berjalan bersamaan di jalan raya. Cheong menegaskan, kesadaran masyarakat Indonesia untuk mendaur ulang ponsel merupakan salah satu yang terendah di dunia. Karena itu, Nokia menggalakkan kampanye daur ulang di sini. Sebanyak 91 drop-box daur ulang yang disediakan Nokia di Indonesia merupakan bagian dari sekitar 5.000 drop-box daur ulang yang disediakan Nokia di 85 negara di dunia pada saat ini.

Untuk mendaur ulang ponselponsel bekas di Indonesia, Nokia bekerja sama dengan perusahaan spesialis daur ulang sampah elektronik (e-waste) bernama TESAMM. Namun, TES-AMM tidak mendaur ulang ponsel-ponsel bekas tersebut di Indonesia, melainkan di Singapura. Technical Advisor TES-AMM Bambang N Gyat menjelaskan, TES-AMM mengumpulkan produk- produk bekas dari drop-box Nokia pada setiap dua bulan.

Selanjutnya, produk-produk bekas itu dikirimkan ke Singapura untuk didaur ulang. ”Daur ulang ponsel sangat mahal.Kami harus melakukannya di Singapura agar volume menjadi lebih banyak dan biaya pun menjadi lebih murah,”tutur Bambang. Di Singapura, produk-produk bekas tersebut didaur ulang secara terkendali. Artinya, proses daur ulang itu dilakukan secara terisolasi sehingga tidak menimbulkan emisi atau limbah lanjutan. Material-material daur ulang ponsel tersebut kemudian disalurkan kembali kepada industri.

Cheong berharap, kehadiran 91 buah drop-box ponsel bekas Nokia di Indonesia akan mengubah cara para pengguna ponsel di Indonesia dalam memperlakukan ponsel bekas. Survei Nokia mengungkap, sebanyak 44% ponsel bekas pada saat ini masih disimpan di rumah. Sebanyak 25% ponsel bekas yang lain diberikan kepada keluarga atau teman.Adapun 16% ponsel bekas yang lain lagi dijual kembali dan 4% ponsel bekas dibuang ke tempat sampah. Sementara ponsel bekas yang didaur ulang di dunia pada saat ini baru mencapai 3%.

Paling Ramah Lingkungan

Kelompok pencinta lingkungan Greenpeace menilai, Nokia adalah produsen elektronik yang memiliki tingkat kepedulian lingkungan tertinggi. Alasannya,Nokia sangat aktif mengampanyekan daur ulang produk kepada konsumen. Termasuk di negara-negara yang belum memiliki undangundang sampah elektronik seperti Indonesia.

Di samping itu,Nokia juga aktif memangkas penggunaan kimia berbahaya pada produk-produknya dan terus meningkatkan efisiensi konsumsi energi produkproduknya. Pada saat ini, sekitar 80% ponsel Nokia juga sudah dapat didaur ulang. Langkah-langkah nyata Nokia dalam membantu kelestarian lingkungan, antara lain dengan merilis charger ramah lingkungan pada awal 2007. Charger tersebut mampu memberikan peringatan kepada pengguna agar mencabut charger ketika baterai ponsel telah terisi penuh.

Ketika baterai sudah penuh namun charger tetap terhubung ke listrik, maka energi listrik terbuang sia-sia.Nokia mengungkapkan, strategi penghematan listrik ini bisa menghemat listrik untuk mencukupi kebutuhan listrik sekitar 85.000 rumah per tahun. Nokia juga bertekad akan terus memangkas konsumsi energi produk-produknya.Pada saat ini, charger Nokia sudah 94% lebih hemat energi daripada ketentuan minimum Energy Star.Namun, Nokia bertekad memangkas 50% konsumsi listrik charger-nya pada 2010.

Di samping itu, Nokia juga termasuk produsen ponsel yang menyepakati penyeragaman charger, yang rencananya dilakukan pada 2012. Produsen ponsel lain yang turut dalam kesepakatan itu adalah Samsung Electronics Co Ltd, LG Electronics Inc, Motorola Inc, dan Sony Ericsson Mobile Communications AB. Nokia,Samsung,LG,Motorola, dan Sony Ericsson adalah lima produsen ponsel terbesar dunia. Bersama-sama, mereka menjual hampir satu miliar unit ponsel pada 2008.

Mereka merencanakan, pada 2012 sebagian besar ponsel yang dipasarkan di dunia akan memiliki charger yang sama. Standar yang disepakati adalah charger USB mini. Selama ini, masing-masing produsen ponsel menggunakan desain charger berbeda untuk masingmasing ponsel mereka. Sejumlah produsen ponsel, bahkan menggunakan desain charger berbeda untuk beberapa jenis ponsel yang mereka produksi sendiri.

Organisasi produsen ponsel dan operator seluler global GSM Association (GSMA) menilai, penggunaan charger yang berbeda- beda itu menyumbangkan pencemaran lingkungan cukup signifikan. Sebab, ketika seorang pengguna ponsel membeli ponsel baru, maka dia harus membuang charger lama. GSMA mengalkulasi, para pengguna ponsel di dunia saat ini membuang charger bekas rata-rata 51.000 ton per tahun. Di samping itu,produksi dan distribusi charger baru juga menyumbangkan polusi CO2 antara 13,6 juta ton hingga 21,8 juta ton per tahun.

”Industri ponsel memiliki peran penting dalam menyelamatkan lingkungan dari kerusakan. Program standarisasi charger ini adalah langkah penting yang bisa menghemat banyak sekali sumber daya, sekaligus meningkatkan kenyamanan para pengguna ponsel,” ujar Chief Executive Officer GSMA Rob Conway. Ucapan Conway ada benarnya. Dengan standardisasi charger, pengguna yang memiliki lebih dari satu ponsel cukup memiliki satu charger saja.

Dengan begitu, pengguna tersebut bisa menghemat ruang di tempat tinggalnya. Conway pun menceritakan pengalaman pribadinya. ”Di rumah, laci saya penuh dengan charger, baik yang masih digunakan ataupun yang sudah tidak terpakai.

Saya berharap laci saya tidak akan lagi penuh dengan charger setelah rencana standardisasi ini terwujud,”tutur Conway. (ahmad fauzi)

Sunday, 02 August 2009

Nokia Menggalakkan Daur Ulang

MASYARAKAT Indonesia cukup datang ke Nokia Care Center untuk mendaur ulang ponsel bekas. Greenpeace pun menilai, Nokia adalah produsen elektronik yang paling ramah lingkungan di dunia.

Produsen ponsel terbesar dunia Nokia Corp mengajak masyarakat di Indonesia meningkatkan kepedulian terhadap lingkungan dengan mendaur ulang ponsel, charger, dan aksesori yang tidak lagi terpakai. Guna memudahkan para pengguna ponsel di Indonesia melakukan daur ulang, Nokia menyediakan 91 buah drop-box daur ulang di 91 gerai Nokia Care Center yang ada di Indonesia.Pada drop-box tersebut, masyarakat boleh memasukkan ponsel merek apa pun untuk didaur ulang, tidak harus ponsel Nokia.

”Kampanye kepedulian lingkungan ini kami lakukan karena survei mengungkap bahwa tiga dari empat pengguna ponsel di dunia tidak pernah berpikir untuk mendaur ulang ponselnya. Sebagian dari mereka bahkan tidak tahu bahwa ponsel dapat didaur ulang,” ujar Regional Manager Market Environmental Affairs Nokia SEAP Francis Cheong. Lebih dari itu, sebanyak 70% pengguna ponsel di dunia, menurut Cheong, juga tidak tahu harus pergi ke mana jika ingin mendaur ulang ponsel mereka.

Kini, pengguna ponsel di Indonesia tinggal pergi ke Nokia Care Center jika ingin mendaur ulang ponselnya. Cheong mengungkapkan,daur ulang ponsel dan berbagai jenis aksesorinya sangat penting untuk menyelamatkan lingkungan dari pencemaran. Sebagai contoh, ketika sebuah ponsel bekas sudah didaur ulang,maka Bumi akan terhindar dari 12.585 kg emisi karbon dioksida (CO2), yang memicu pemanasan global. Dengan daur ulang ponsel, Cheong menambahkan, industri juga bisa mengurangi penambangan bahan mentah untuk membuat produk.

Pada saat ini,jumlah pengguna ponsel diperkirakan mencapai tiga miliar orang. Jika masing-masing mereka mendaur ulang satu saja ponsel bekasnya, maka industri dapat menghemat penggunaan bahan mentah sebanyak 240.000 ton. Penggunaan bahan mentah dapat dihemat karena industri bisa membuat produk dari bahan-bahan yang berasal dari ponsel-ponsel bekas.Mulai plastik hingga logam-logamnya.

Karena penambangan bahan mentah dapat dikurangi, maka emisi CO2 di Bumi pun dapat dipangkas dengan volume setara emisi CO2 empat juta unit kendaraan bermotor yang berjalan bersamaan di jalan raya. Cheong menegaskan, kesadaran masyarakat Indonesia untuk mendaur ulang ponsel merupakan salah satu yang terendah di dunia. Karena itu, Nokia menggalakkan kampanye daur ulang di sini. Sebanyak 91 drop-box daur ulang yang disediakan Nokia di Indonesia merupakan bagian dari sekitar 5.000 drop-box daur ulang yang disediakan Nokia di 85 negara di dunia pada saat ini.

Untuk mendaur ulang ponselponsel bekas di Indonesia, Nokia bekerja sama dengan perusahaan spesialis daur ulang sampah elektronik (e-waste) bernama TESAMM. Namun, TES-AMM tidak mendaur ulang ponsel-ponsel bekas tersebut di Indonesia, melainkan di Singapura. Technical Advisor TES-AMM Bambang N Gyat menjelaskan, TES-AMM mengumpulkan produk- produk bekas dari drop-box Nokia pada setiap dua bulan.

Selanjutnya, produk-produk bekas itu dikirimkan ke Singapura untuk didaur ulang. ”Daur ulang ponsel sangat mahal.Kami harus melakukannya di Singapura agar volume menjadi lebih banyak dan biaya pun menjadi lebih murah,”tutur Bambang. Di Singapura, produk-produk bekas tersebut didaur ulang secara terkendali. Artinya, proses daur ulang itu dilakukan secara terisolasi sehingga tidak menimbulkan emisi atau limbah lanjutan. Material-material daur ulang ponsel tersebut kemudian disalurkan kembali kepada industri.

Cheong berharap, kehadiran 91 buah drop-box ponsel bekas Nokia di Indonesia akan mengubah cara para pengguna ponsel di Indonesia dalam memperlakukan ponsel bekas. Survei Nokia mengungkap, sebanyak 44% ponsel bekas pada saat ini masih disimpan di rumah. Sebanyak 25% ponsel bekas yang lain diberikan kepada keluarga atau teman.Adapun 16% ponsel bekas yang lain lagi dijual kembali dan 4% ponsel bekas dibuang ke tempat sampah. Sementara ponsel bekas yang didaur ulang di dunia pada saat ini baru mencapai 3%.

Paling Ramah Lingkungan

Kelompok pencinta lingkungan Greenpeace menilai, Nokia adalah produsen elektronik yang memiliki tingkat kepedulian lingkungan tertinggi. Alasannya,Nokia sangat aktif mengampanyekan daur ulang produk kepada konsumen. Termasuk di negara-negara yang belum memiliki undangundang sampah elektronik seperti Indonesia.

Di samping itu,Nokia juga aktif memangkas penggunaan kimia berbahaya pada produk-produknya dan terus meningkatkan efisiensi konsumsi energi produkproduknya. Pada saat ini, sekitar 80% ponsel Nokia juga sudah dapat didaur ulang. Langkah-langkah nyata Nokia dalam membantu kelestarian lingkungan, antara lain dengan merilis charger ramah lingkungan pada awal 2007. Charger tersebut mampu memberikan peringatan kepada pengguna agar mencabut charger ketika baterai ponsel telah terisi penuh.

Ketika baterai sudah penuh namun charger tetap terhubung ke listrik, maka energi listrik terbuang sia-sia.Nokia mengungkapkan, strategi penghematan listrik ini bisa menghemat listrik untuk mencukupi kebutuhan listrik sekitar 85.000 rumah per tahun. Nokia juga bertekad akan terus memangkas konsumsi energi produk-produknya.Pada saat ini, charger Nokia sudah 94% lebih hemat energi daripada ketentuan minimum Energy Star.Namun, Nokia bertekad memangkas 50% konsumsi listrik charger-nya pada 2010.

Di samping itu, Nokia juga termasuk produsen ponsel yang menyepakati penyeragaman charger, yang rencananya dilakukan pada 2012. Produsen ponsel lain yang turut dalam kesepakatan itu adalah Samsung Electronics Co Ltd, LG Electronics Inc, Motorola Inc, dan Sony Ericsson Mobile Communications AB. Nokia,Samsung,LG,Motorola, dan Sony Ericsson adalah lima produsen ponsel terbesar dunia. Bersama-sama, mereka menjual hampir satu miliar unit ponsel pada 2008.

Mereka merencanakan, pada 2012 sebagian besar ponsel yang dipasarkan di dunia akan memiliki charger yang sama. Standar yang disepakati adalah charger USB mini. Selama ini, masing-masing produsen ponsel menggunakan desain charger berbeda untuk masingmasing ponsel mereka. Sejumlah produsen ponsel, bahkan menggunakan desain charger berbeda untuk beberapa jenis ponsel yang mereka produksi sendiri.

Organisasi produsen ponsel dan operator seluler global GSM Association (GSMA) menilai, penggunaan charger yang berbeda- beda itu menyumbangkan pencemaran lingkungan cukup signifikan. Sebab, ketika seorang pengguna ponsel membeli ponsel baru, maka dia harus membuang charger lama. GSMA mengalkulasi, para pengguna ponsel di dunia saat ini membuang charger bekas rata-rata 51.000 ton per tahun. Di samping itu,produksi dan distribusi charger baru juga menyumbangkan polusi CO2 antara 13,6 juta ton hingga 21,8 juta ton per tahun.

”Industri ponsel memiliki peran penting dalam menyelamatkan lingkungan dari kerusakan. Program standarisasi charger ini adalah langkah penting yang bisa menghemat banyak sekali sumber daya, sekaligus meningkatkan kenyamanan para pengguna ponsel,” ujar Chief Executive Officer GSMA Rob Conway. Ucapan Conway ada benarnya. Dengan standardisasi charger, pengguna yang memiliki lebih dari satu ponsel cukup memiliki satu charger saja.

Dengan begitu, pengguna tersebut bisa menghemat ruang di tempat tinggalnya. Conway pun menceritakan pengalaman pribadinya. ”Di rumah, laci saya penuh dengan charger, baik yang masih digunakan ataupun yang sudah tidak terpakai.

Saya berharap laci saya tidak akan lagi penuh dengan charger setelah rencana standardisasi ini terwujud,”tutur Conway. (ahmad fauzi).

Tingkat Kepedulian Lingkungan Produsen Elektronik Utama Dunia – Juni 2009

No

Produsen

Keterangan

Nilai (1 – 10)

1.

Nokia

Nokia menempati peringkat tertinggi karena lebih agresif daripada perusahaan lain dalam menghapus penggunaan kimia berbahaya pada produk.

7,4

2.

Samsung

Samsung menempati posisi kedua karena berkomitmen menghapus emisi-emisi berbahaya

7,1

3.

Sony Ericsson

Peringkat Sony Ericsson naik dua level karena mampu memperbaiki efisiensi konsumsi energi produk-produknya.

6,5

4.

LG

Peringkat LG naik dua level tetapi LG harus meningkatkan upaya penghapusan kimia-kimia berbahaya dari produk-produknya.

5,7

5.

Toshiba

Peringkat Toshiba naik dua level karena Toshiba berkomitmen untuk mengurangi emisi gas-gas pemicu pemanasan global.

5,5

6.

Motorola

Peringkat Motorola naik dua level dan meraih skor lebih tinggi karena Motorola lebih banyak menggunakan energi yang dapat diperbaharui

5,5

7.

Philips

Peringkat Philips anjlok dari posisi empat ke posisi tujuh karena tidak bisa mengimplementasikan kebijakan-kebijakan daur-ulang produk.

5,3

8.

Sharp

Peringkat sharp naik satu level karena mampu memasarkan produk-produk yang lebih hemat energi.

5,3

9.

Acer

Peringkat Acer naik dua level karena Acer mampu memasarkan 16 jenis monitor baru yang hampir bebas dari kimia berbahaya

4,9

10.

Panasonic

Peringkat Panasonik naik dua level karena mampu memasarkan produk-produk yang lebih hemat energi dan bebas PVC (Polyvinylchloride).

4,9

11.

Apple

Peringkat apple anjlok ke posisi sebelas karena apple tidak melakukan apapun untuk meningkatkan pelestarian lingkungan hidup.

4,7

12.

Sony

Peringkat Sony anjlok dari posisi lima ke posisi dua belas karena Sony tidak punya komitmen yang cukup dalam mengurangi penggunaan kimia berbahaya, meningkatkan daur-ulang dan memangkas gas berbahaya.

4,5

13.

Dell

Peringkat Dell bertahan pada posisi sebelas karena upaya Dell dalam memangkas penggunaan kimia berbahaya ternyata mengalami kemunduran.

3,9

14.

HP

HP menempatkan posisi ke-14 karena HP tidak pernah memasarkan produk yang bebas kimia beracun. Artinya, seluruh produk HP yang ada di pasar mengandung kimia beracun.

3,5

15.

Microsoft

Microsoft menempati posisi ke-15 karena kehilangan poin. Ini terjadi karena Microsoft memiliki kebijakan daur-ulang yang buruk.

2,5

16.

Lenovo

Peringkat Lenovo anjlok dua level karena Lenovo tidak menentukan tenggat waktu penghapusan kimia beracun dari seluruh produknya.

2,5

17.

Fujitsu

Fujitsu menempati posisi ke-17 karena hingga saat ini Fujitsu tidak mampu memasarkan produk yang bebas kimia berbahaya.

2,4

18.

Nintendo

Nintendo menempati posisi terakhir karena Nintendo tidak memiliki komitmen untuk memproduksi konsol game yang bebas PVC (polyvinylchloride)

1,0

Sumber : www.greenpeace.org


Sunday, 02 August 2009

Friday, July 31, 2009

Sampah Elektronik Bisa Didaur Ulang

Perkembangan teknologi elektronik di dunia saat ini telah jadi bagian dari keseharian kita. Hampir semua aktivitas masyarakat butuh perangkat ini. Hal ini memicu peningkatan volume sampah elektronik yang berdampak buruk terhadap lingkungan hidup.

”Salah satu cara mengurangi dampak sampah elektronik adalah lewat proses daur ulang,” kata Chandra P Mahjoeddin, ahli lingkungan dari TES-AMM Indonesia, perusahaan daur ulang sampah elektronik, Kamis (30/7) di Jakarta. Karena itu, masyarakat diminta memberi sampah elektronik, seperti ponsel yang tak terpakai untuk didaur ulang.

”Sebuah ponsel dibuat dari berbagai bahan, seperti plastik di penutup dan berbagai elemen logam di peralatan elektronik, seperti charger dan aksesori, yang bisa didaur ulang,” kata Bambang N Gyat, Representatif TES-AMM Indonesia. Setiap bagian dari ponsel dapat didaur ulang.

Sejauh ini ada beberapa sumber sampah elektronik atau peralatan elektronik bekas yang tak terpakai, yaitu daerah komersial, area industri, rumah tangga, dan fasilitas publik. Beberapa jenis sampah elektronik adalah alat rumah tangga, seperti lemari es, mesin cuci, blender, dan alat komunikasi, seperti telepon seluler.

Beberapa sampah elektronik lain adalah mainan anak-anak, kamera digital, komputer jinjing, dan alat-alat olahraga. ”Sampah elektronik menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan. Salah satunya, keterbatasan bumi dalam mendaur ulang plastik yang banyak dipakai sebagai bahan baku alat elektronik,” ujarnya.

Masalah lain adalah eksploitasi sumber daya alam yang ketersediaannya terbatas, seperti emas, perak, litium, besi, dan tembaga.

Peran produsen

Atas dasar itu, produsen alat elektronik perlu berperan serta dengan memproduksi produk ramah lingkungan dan menjalankan program daur ulang produk yang mereka hasilkan. Nokia, produsen telepon seluler, misalnya, punya program ponsel daur ulang secara sukarela yang dimulai tahun 1997 di Swedia dan Inggris. Kini produsen itu memiliki lebih dari 5.000 titik penempatan boks daur ulang ponsel dan aksesori di 85 negara, termasuk Indonesia.

Para konsumen juga bisa berperan serta dengan memakai produk multifungsi dan mendaur ulang peralatan elektronik bekas. Namun, tingkat kesadaran masyarakat tentang daur ulang sampah elektronik masih amat rendah. Konsumen bisa ikut gerakan peduli lingkungan dengan membantu daur ulang sampah elektronik, seperti ponsel.

Hasil survei konsumen secara global oleh Nokia menunjukkan, 3 dari 4 orang tidak terpikir untuk mendaur ulang ponsel bekas mereka. Hanya 3 persen konsumen mendaur ulang ponsel. ”Bahkan mereka tidak tahu telepon seluler dan aksesori bekas bisa didaur ulang,” kata Francis Cheong, Manajer Regional Nokia Bidang Market Environmental Affairs, SEAP.

Padahal, daur ulang ponsel bekas berdampak positif terhadap lingkungan. Sebagai contoh, sebuah ponsel bekas yang telah didaur ulang bisa mengurangi emisi gas karbon dioksida 12.585 kilogram. Situs www.epa.gov menyebutkan, 2 juta ponsel yang didaur ulang mengurangi dampak emisi gas rumah kaca setara polusi dari 1.368 kendaraan bermotor selama setahun.

Jika 3 miliar jiwa dari semua orang yang memiliki ponsel di seluruh dunia masing-masing mendaur ulang satu ponsel, akan mengurangi bahan baku 240.000 ton. Manfaat lain adalah mengurangi gas rumah kaca setara 4 juta kendaraan bermotor. ”Gerakan daur ulang sampah elektronik secara global dimulai dari kesadaran diri dan partisipasi yang menghasilkan kontribusi signifikan dalam melestarikan lingkungan berkelanjutan,” kata Francis. (EVY)

Jumat, 31 Juli 2009 | 03:38 WIB

Jakarta, Kompas - http://koran.kompas.com/read/xml/2009/07/31/03384792/sampah.elektronik.bisa.didaur.ulang

Thursday, July 30, 2009

Tangkal Banjir dengan Biopori

Ada masalah klasik di kota besar tepi pantai maeam Jakarta: krisis air bersih. Saat kemarau kekeringan, masuk musim penghujan kebanjiran. Belum lagi aneaman merembesnya air laut karena terkurasnya air tanah. Ada tiga cara mengatasinya, yaitu dengan menanam mangrove (bakau), mengurangi pemanfaatan air tanah, dan memperluas resapan air. Dua yang terakhir mudah dilakukan kebanyakan warga.

Mengurangi pemanfaatan air tanah, misalnya dengan berlangganan ledeng. Sedangkan upaya memperluas resapan air adalah dengan membuat sumur resapan. Ini sudah keharusan, sebab sudah diatur melalui Perda 57/1996. Bahkan sumur resapan jadi syarat penerbitan izin mendirikan bangunan (1MB) di Jakarta sesuai Pergub 68 dan 112/2005 tentang lingkungan Hidup dan IMB.

Sumur resapan diharapkan bisa mengganti air tanah yang terkuras. Sampai saat ini, dan minimal satu juta yang dibutuhkan Jakarta, baru ada 29.000 sumur resapan. Berarti, kewajiban itu belum dipatuhi. Banjir tahunan dan banjir besar lima tahunan mengisyaratkan 75% air hujan di Jakarta mengalir di permukaan tak masuk ke tanah lewat sumur resapan. Belum lagi kiriman dari Bogor yang ditaksir menyumbang 30% banjir Jakarta.

Masalahnya, mengapa warga enggan membuat sumur resapan? Apakah karena secara teknis lebih sulit dibuat, mahal, khawatir terjadinya longsor, dan sulit dipenuhi di halaman warga yang kian menyempit? Solusi yang ditawarkan Kamir R Brata, pengajar Konservasi Tanah dan Air pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan IPB, ini patut dilirik. Namanya biopori, dan mulai diperkenalkan di Bogor menjelang Hari Bumi 2007 dengan merintis 5.250 biopori di 21 kelurahan di enam kecamatan yang dikerjakan 4.000 relawan mahasiswa, pelajar, pramuka dan pegawai pemerintah.

Tiap biopori hanya bergaris tengah 10- 30 cm dengan kedalaman 80 - 120 cm atau disesuaikan jenis tanah. Selain sebagai sumur resapan, biopori bisa mengatasi satu lagi krisis warga: sampah. Sebab, biopori juga berfungsi sebagai tempat sampah organik (sampah basah seperti sisa makanan dan dedaunan). Lubang diisi 2 - 3 kg sampah organik sebagai bahan makanan cacing. Si hewan penggali tanah ini membantu biopori menjadi resapan air yang lebih baik.

Karena garis tengahnya tak besar, untuk mencegah orang atau hewan peliharaan terperosok cukup ditutup kawat jaring. Lubang kecil membuat air menyerap lebih cepat, karena air yang masuk sedikit dan menyebar. Sampah organik pun menyuburkan tanah. Sekali lagi, karena garis tengah biopori relatif kecil, jadi mudah dibuat di halaman rumah, pinggir jalan raya, maupun lahan yang tertutup perkerasan sekalipun, macam halaman parkir. Idealnya di lahan 100 m2 dibuat sekitar 24 lubang.

Bila tiap rumah menyisakan beberapa meter persegi untuk biopori, tentu lebih banyak air hujan meresap. Karena tak perlu banyak menggali tanah, biopori pun mudah dibuat hanya dengan bor tanah manual yang di pasaran hanya berkisar Rp 150.000,-Rp 300.000,- saja. Pengadaan bor pun bisa patungan, iuran warga, misalnya satu RT mempunyai satu bor yang bisa dipakai bergantian.

Tiap orang yang menggunakan air dan menghasilkan sampah wajib menjaga sumber airnya, dengan memungkinkan celah air meresap dan mengolah sampahnya sendiri. Nah, tunggu apa lagi? Ayo, buat biopori!

(Soehartono Soedargo/Ehrist, di Jakarta)

HALAMAN HIJAU / Intisari No.533/ DESEMBER 2007

Hlm 108 - 109

Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Marke

  | Carbon Policy Lab Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Market Indonesi...