Wednesday, March 31, 2010

Sel Surya Terbukti Paling Hemat

ENERGI RAMAH LINGKUNGAN

Penggunaan sel surya sebagai sumber energi kendaraan dalam kompetisi Shell Eco-marathon Amerika 2010 terbukti paling hemat. Di antara 48 kendaraan peserta dengan berbagai jenis bahan bakar konvensional ataupun alternatif, kendaraan sel surya rancangan mahasiswa Universitas Purdue dari Negara Bagian Indiana, Amerika Serikat, terbukti paling irit dengan jarak tempuh setara dengan 1.933,5 kilometer per liter bensin.

Penghargaan sebagai juara kompetisi Shell Eco-marathon (SEM) Amerika 2010 disampaikan President Wind Energy Shell Dick Williams, Minggu (28/3) petang waktu setempat di Houston, Amerika Serikat.

Jarak tempuh 1.933,5 kilometer per liter itu dihitung setara dengan 4.548 mil per galon (mpg). ”Kami menargetkan jarak tempuh 4.913 mpg,” kata Ted Pesyna (21), mahasiswa Universitas Purdue, selaku President Purdue Solar Racing.

Menurut Ted, saat ini merupakan keikutsertaan SEM untuk yang ketiga kalinya. Ia yakin, sumber energi sel surya mampu menjadi alternatif bahan bakar kendaraan masa depan.

”Seperti di wilayah Asia atau wilayah tropis lain dengan sinar matahari yang melimpah, semestinya sel surya lebih dikembangkan,” kata Ted Pesyna, yang menang di kategori prototipe.

Pada kategori yang sama untuk jenis kendaraan berbahan bakar bensin dimenangi tim mahasiswa Universitas Laval, Quebec, Kanada. Jarak tempuhnya mencapai 1.057,5 kilometer per liter.

Pada SEM Amerika 2009, tim dari Universitas Laval ini merupakan pemenang dengan jarak tempuh 1.172,2 kilometer per liter.

Kategori penggunaan bahan bakar hidrogen pada SEM Amerika 2010 dimenangi tim pelajar The Cicero North Syracuse High School, New York. Jarak tempuhnya mencapai ekuivalen 331,99 kilometer per liter bensin.

Untuk kategori konsep urban, tim pelajar Mater Dei High School Indiana menjadi pemenang dengan kendaraan berbahan bakar bensin. Jarak tempuhnya mencapai 185,87 kilometer per liter.

Setiap pemenang pada kompetisi tahunan yang diselenggarakan Shell dari Belanda ini diberi hadiah 5.000 dollar AS atau sekitar Rp 45 juta. Pemberian hadiah uang juga diberikan untuk berbagai jenis penilaian, seperti kendaraan favorit, desain paling ramah lingkungan, desain paling aman, teknik inovatif, dan desain paling estetis.

Inspirasi

Lokasi penyelenggaraan SEM Amerika 2010 di Houston ini merupakan yang pertama kali menggunakan fasilitas umum berupa jalan raya mengitari taman kota Discovery Green, Houston. Pihak Shell menilai,
hal ini menjadi inspirasi untuk penyelenggaraan berikutnya.

”Kompetisi di jalan raya ini menjadi demonstrasi yang paling nyata untuk memulai dan membuat inovasi energi bagi kendaraan dengan prioritas efisiensi,” kata Global Project Manager SEM Mark Singer.

SEM diselenggarakan di tingkat Eropa, Amerika Serikat, dan di Asia baru akan dimulai pada Juli 2010 di Sirkuit Sepang, Kuala Lumpur, Malaysia. 

NAWA TUNGGAL dari Houston Amerika Serikat

TELEKOMUNIKASI:Waspadai Promosi SMS Gratis

Membanjirnya kembali promosi layanan pesan singkat atau SMS oleh sebagian besar operator telekomunikasi harus diwaspadai konsumen. Jika tidak waspada, konsumen malah terpacu untuk konsumtif menggunakan SMS dan terjebak strategi pemasaran operator.

Demikian dikatakan pengamat telekomunikasi, Moch S Hendrowijono, dan Sekretaris Jenderal Masyarakat Telematika Indonesia Mas Wigrantoro Roes Setiyadi, Selasa (30/3) di Jakarta, yang dihubungi secara terpisah.

”Katakanlah operator memberi gratis 50 SMS, biasanya konsumen mengirim SMS lebih dari jumlah itu tanpa disadari. Euforia inilah yang dimanfaatkan operator,” kata Hendrowijono.

Selain itu, menurut Hendrowijono, batas waktu promosi sering tak diinformasikan dengan tegas sehingga pulsa tersedot tanpa disadari.

Bulan ini promosi gratis kembali ”menggila”, ditandai dengan iklan besar-besaran di media elektronik, media cetak, dan media luar ruang, setelah operator ramai-ramai mengingkari kesepakatan tak akan ada SMS gratis antaroperator.

Kesepakatan itu ditandatangani dalam pertemuan resmi yang difasilitasi Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) pada Februari 2010.

Namun, jika diamati, kini mulai dari Telkomsel, Excelcomindo (XL), hingga Axis kembali menawarkan promosi SMS gratis antaroperator. Jumlah SMS gratis yang ditawarkan mulai dari ratusan hingga ribuan SMS.

BRTI dilecehkan

Wigrantoro berpendapat, BRTI sudah dilecehkan dengan tak dipatuhinya kesepakatan dilarangnya SMS gratis antaroperator. ”Harusnya BRTI dilengkapi dengan kewenangan lebih untuk mengatur kompetisi industri telekomunikasi,” kata dia.

Hendrowijono juga menyarankan agar BRTI ditingkatkan kapasitasnya. ”Supaya lebih bergigi, alas hukum BRTI jangan lagi surat keputusan menteri, tetapi undang-undang atau setidaknya keputusan presiden,” ujar dia.

Anggota BRTI, Iwan Krisnadi, membantah BRTI telah kehilangan ”gigi”. ”Bila BRTI mau tegas, dapat saja langsung menetapkan tarif interkoneksi SMS. Tapi, kan, tidak boleh reaktif seperti itu, tarifnya harus dihitung dengan cermat,” kata Iwan.

Dia juga berpendapat, operator pelanggar kesepakatan tak harus diberikan sanksi berat, seperti pencabutan izin usaha. ”Bila izin dicabut, bagaimana dengan nasib pelanggan dari operator itu?” kata Iwan.

Iwan menegaskan, BRTI tak pernah berdiam diri dalam kondisi seperti ini. ”Kami mengamati saja ketika operator melanggar kesepakatan mereka sendiri. Tapi, ketika pasar rusak (karena persaingan itu), BRTI akan turun tangan,” ujar dia.

Iwan berpendapat, persoalan SMS gratis antaroperator hanyalah masalah rebutan pelanggan,” kata Iwan. (RYO)

Raperda Telekomunikasi Untuk Atur Tower BTS

Seperti telah diberitakan sebelumnya bahwa Pemkot Solo sedang mendata dan akan menertibkan penggunaan dan pendirian menara telekomunikasi atau Tower BTS (baca artikel sebelumnya disini). Bahkan tindak lanjutnya terus dengan akan dibuatnya Raperda (Rancangan Peraturan Daerah) tentang Telekomunikasi.

Dinas Komunikasi dan Informasi (Diskominfo) Kota Solo sendiri menargetkan tahun 2011 mendatang Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Telekomunikasi siap ditetapkan. Sementara untuk penyusunan Raperda, baru akan dilaksanakan pertengahan tahun 2010, menunggu pendanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBD) Perubahan tahun ini.

Terkait poin yang akan diatur dalam Raperda tersebut, seperti disarikan dari Joglosemar Kepala Diskominfo Solo, Eny Tyasni Susana memaparkan, nantinya diatur mengenai pengaturan keberadaan tower atau Base Transceiver System (BTS). “Nantinya di dalam Raperda tersebut, akan diatur zona mana saja yang diperbolehkan untuk mendirikan tower, termasuk bagaimana persyaratan pendirian tower. Nanti akan lebih diperjelas,” ungkap Eny. Ditambahkan Eny, nantinya Dinas Tata Ruang Kota (DTRK) Solo juga akan melampirkan master plan penataan tower.

Sementara itu secara terpisah Walikota Solo, Joko Widodo (Jokowi) kepada wartawan mengungkapkan, saat ini kondisi jumlah tower telekomunikasi masih dalam kategori aman. Menurut Jokowi, hingga saat ini belum diperlukan adanya pembatasan pendirian tower telekomunikasi.

20 Februari 2010
Source:http://fakta12.wordpress.com/2010/02/20/raperda-telekomunikasi-untuk-atur-tower-bts/

Tower BTS di Solo Banyak Bermasalah

Berdasarkan pendataan Satpol PP Pemkot Surakarta, ternyata ditemukan fakta yang cukup mengejutkan. Lebih dari separuh dari 100-an base transceiver station (BTS) milik enam provider di Solo bermasalah. Adapun masalah bangunan-bangunan BTS tersebut dalam hal perizinan. Beberapa belum dilengkapi izin mendirikan bangunan (IMB) dan sebagian besar tower habis masa berlaku izin gangguan tempat usaha alias HO.

Seperti disarikan dari http://www.solopos.com, terkait temuan dilapangan tersebut, Satpol PP tengah menggodok konsep penertiban tower bersama sejumlah instansi terkait. Kepala Satpol PP, Hasta Gunawan, saat ditemui di ruang kerjanya, Kamis (19/2), mengatakan pendataan atas tower dan BTS di Kota Bengawan masih berjalan. Satpol, sebutnya, tengah menunggu konfirmasi dari empat provider lain pemiliki tower di Solo, yang hingga kini belum menyerahkan data.

“Baru enam provider yang memberikan keterangan. Sudah ada 100-an tower dan 50% lebih diakui mereka bermasalah. Untuk itu, sudah sepantasnya kami melakukan penertiban,” ungkap Hasta. Tindak lanjutnya, setelah seluruh data mengenai kondisi tower di Solo terdata, Satpol segera membentuk tim khusus untuk penertiban. Sebagai langkah awal, Hasta menerangkan, pihaknya memang tidak akan mengambil langkah frontal dengan menutup operasional BTS bersangkutan.

Satpol PP, terang dia, terlebih dahulu akan menggelar sosialisasi di kalangan masyarakat sekaligus menjadi semacam penengah antara perusahaan dan masyarakat di sekitar berdirinya tower. Langkah paling ekstrem, berupa penindakan, baru dilakukan jika perusahaan terbukti berlaku nakal atau curang dengan mengabaikan sama sekali ketentuan perizinan dan pemeliharaan tower.

Di lain pihak, Hasta menambahkan, belum adanya peraturan yang secara detail mengatur perizinan khusus tower berpotensi menyebabkan perbedaan persepsi di masyarakat. Selama ini, penertiban tower, hanya didasarkan pada Peraturan Daerah (Perda) No 8/1988 tentang izin pendirian bangunan (IMB) di Kota Solo.

Yah semoga saja hal ini segera didata, ditertibkan dan diselesaikan. Apalagi dari pengamatan Fakta12, memang banyak sekali tower BTS dibangun di lokasi perkampungan padat penduduk. Dengan cuaca yang sering sangat ekstrim dewasa ini memang perlu jaminan para perusahaan provider bahwa bangunan-bangunan tower BTS-nya tangguh berdiri (standar keamanan bangunan tinggi) walau menghadapi keadaan ekstrim misalnya hujan-angin kencang, leysus dan sebagainya. Dan semoga hal ini juga menjadi pertimbangan tim dari Pemkot atau Satpol PP yang bertugas mendata.

20 Februari 2010
source: http://fakta12.wordpress.com/2010/02/20/tower-bts-di-solo-banyak-bermasalah/

Semua Pihak Harus Hormati SKB Menara BTS

Aturan ini memberikan acuan yang lebih lengkap dibandingkan peraturan sebelumnya.

Akhirnya surat keputusan bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Kominfo dan kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal tentang pembangunan dan penggunaan menara telekomunikasi, disahkan hari ini.

Oleh karenanya, regulator telekomunikasi mengharapkan semua pihak menghormati surat keputusan tersebut.

"SKB ini memang begitu dinantikan. Kita harapkan ini menjadi acuan pemerintah pusat, BKPM, dan Pemda dalam implementasi menara bersama," kata Anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Heru Sutadi, Rabu 1 April 2009.

Menurut Heru, pemerintah akan segera melakukan sosialisasi mengenai aturan ini ke daerah-daerah agar tidak terjadi kesalahan penafsiran terhadap aturan baru ini. "Depkominfo, BRTI, dan Direktorat Postel sedang mengatur agenda untuk sosialisasi," kata Heru.

Menurut Juru bicara Depkominfo Gatot S Dewabroto mengatakan ada beberapa keunggulan SKB ini bila dibandingkan dengan peraturan Menkominfo No 2 tahun 2008 tentang Menara Bersama.

"Surat Keputusan ini mengatur pembangunan dan penggunaan menara telekomunikasi baik dari sisi teknis maupun administrasi," kata Gatot melalui sambungan telepon.

Gatot memisalkan, bila pada Peraturan Menteri No 2, pemerintah tidak mengatur menara yang didirikan di atas bangunan. Sementara pada SKB yang baru, pasal 13 mengaturnya. "Pemerintah memperbolehkannya antena di atas bangunan hingga setinggi 6 meter," kata Gatot.

Selain itu, SKB ini juga menyertakan klausul yang sebelumnya juga ada di Permen Kominfo No 2 tentang larangan praktek monopoli  dan persaingan usaha tidak sehat dalam memberikan izin mendirikan bangunan.

"Pasal tersebut untuk mengantisipasi terulangnya kasus yang terjadi di Pemda Badung," kata Gatot. Seperti diberitakan VIVAnews sebelumnya, Pemda Badung Bali melakukan perobohan menara secara sepihak dan menunjuk satu perusahaan untuk melakukan pembangunan menara BTS di wilayah tersebut.

Sementara Heru mengatakan bahwa pasal tersebut sangat penting mengingat praktek monopoli pengadaan menara akan mempengaruhi tarif yang dikenakan kepada pelanggan. "Bila terjadi monopoli, upaya memberi tarif telekomunikasi kepada masyarakat juga sulit dicapai," kata Heru.

Dengan berlakunya SKB tersebut, kata Gatot, berarti seluruh pemerintah, termasuk pemda Badung wajib menaatinya. Pasalnya, aturan ini sendiri telah diteken oleh Menteri Dalam Negeri Mardiyanto. "Ibaratnya, bapaknya sudah menandatangani, sekarang dia sendiri mau ngapain?"

VIVAnews --  01 April 2009
source: http://teknologi.vivanews.com/news/read/45768-semua_pihak_harus_hormati_skb_menara_bts

SKB Menara Bersama Perlu Sosialisasi

SKB menara bersama sudah terbit awal April. Banyak pemda yang belum tahu keberadaannya.

Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Kominfo dan kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal tentang pembangunan dan penggunaan menara telekomunikasi sudah disahkan, 1 April lalu. Tetapi sejak diterbitkan, SKB menara bersama tersebut belum ada tindak lanjutnya.

“Masih banyak pemda-pemda yang belum mengetahui keberadaan SKB menara bersama ini,” kata Merza Fachys, Ketua Asosiasi Telekomunikasi Seluruh Indonesia, 7 April 2009. “Menurut kami, butuh waktu untuk sosialisasi ke ratusan pemda yang ada di Indonesia,” ucapnya.

Terkait tindak lanjut kasus perubuhan menara di Badung, lanjut Marza, kasus tersebut belum ada kelanjutannya karena saat ini sedang dalam masa pemilu. Meski begitu, tertundanya penyelesaian kasus tersebut juga bisa jadi karena kesibukan lainnya.

“Kami sendiri sangat menyambut baik kehadiran SKB menara bersama,” kata Merza. “Kami sangat menghargai usaha lembaga-lembaga yang terlibat dalam membantu penerbitan SKB menara ini seperti Depdagri, DPU, Depkominfo, BKPM, dan lembaga-lembaga lainnya”, ucapnya

Merza menyatakan bahwa ia berharap SKB menara bersama ini dapat mengurangi resistensi yang terjadi di daerah-daerah seperti di Badung yang terjadi beberapa waktu lalu. “Kami harap sosialisasinya dapat berjalan lancar,” ucapnya.

VIVAnews -  07 April 2009
source: http://teknologi.vivanews.com/news/read/47303-skb_menara_bersama_perlu_sosialisasi

Carut Marut Pendirian Tower BTS: Masih Susah Menata Tower Bersama

PERTUMBUHAN tower BTS di Jateng sejak beberapa ta­hun terakhir memang terbi­lang cukup pesat. Bayangkan saja, ribuan tower BTS kini telah tertanam bak jamur. Ya, kota-kota besar seperti Se­marang, Tegal, Solo dan ko­ta-kota besar lainnya memang menjadi sasaran pembangunan tower BTS, seiring dengan target pertumbuhnan pelanggan ope­rator seluler di daerah ter­sebut. Untuk meminimalisasi per­tum­buhan tower tersebut, pe­me­rintah telah mengeluarkan Pe­raturan Menteri tentang to­wer bersama, yang dikeluar­kan pada Maret 2008.
 
Menkominfo M Nuh, men­je­laskan tujuan dikeluarkannya kebijakan tower bersama ini untuk efisiensi perusahaan pe­nyedia jasa telekomunikasi. Hal ini dilakukan setelah pe­me­rintah menerapkan kebija­kan penurunan tarif ritel in­ter­ko­neksi operator seluler. Ke­bi­jakan tersebut mengatur tower bi­sa ditempati minimal 3 pe­ngu­at sinyal dari perusahaan ber­beda.

Kendati demikian, pendirian tower bersama tersebut se­per­tinya masih susah karena akan merepotkan operator se­lu­ler. Penentuan titik ordinat BTS yang sama sulit ditemu­kan. Selain itu, rencana eks­pan­si bisnis masing-masing ope­rator seluler juga berbeda-be­da.

Hal ini dikemukakan K­e­pa­la Indosat Jateng dan DIY, An­di Samsul Hadi. Andi me­nga­takan, pendirian tower ber­sama tidaklah sesederhana yang dibayangkan.

”Untuk operator besar se­perti kami dan lainnya, tentu su­dah tidak memprioritaskan pembangunan BTS di kota-kota besar, melainkan di desa-de­sa. Padahal bagi operator lain, pembangunan tower BTS di kota-kota besar masih dirasa perlu. Kesamaan penentuan ti­tik ordinat jaringan pun belum tentu sama. Sebagai contoh ji­ka kami merasa perlu menen­tu­kan titik ordinat BTS di Mal Ciputra, sementara operator lain di Jalan Pahlawan Semarang, maka akan sulit dipindahkan karena titik ordinat yang sudah jauh," jelas Andi kepada Wawasan.

Perebutan titik
 
Hal lain yang krusial, lanjut dia, yaitu perebutan titik antena yang ideal antaroperator. Titik antena yang dimaksud adalah pada ketinggian 40-50 m. "Jika satu tower digunakan oleh BTS banyak operator seluler, maka akan terjadi perebutan di titik tersebut," tukas Andi.

Kendati demikian, sambung dia, kalau pun pihak operator seluler harus mematuhi aturan yang ada, maka antaroperator dan stakeholder lainnya harus duduk bersama. "Namun sekali lagi memang susah untuk menatanya," sambungnya.

Terpisah, General Manager Network Operation Telkomsel Jateng dan DIY Bob Apriawan juga mengamini susahnya penemuan kesamaan titik ordinat tersebut. Namun selama ini pihaknya telah mendirikan tower "bilateral" yang bisa disebut juga tower bersama.

Artinya, masing-masing operator seluler saling meminjam tower untuk menaruh BTS. "Kalau itu sudah lama kita lakukan. Satu tower minimal untuk tiga operator. Kami rasa ini lebih efisien," ujar Bob.

Menanggapi hal itu, pakar telematika Roy Suryo mengatakan, pendirian tower bersama tersebut harus dilakukan dengan pelanpelan. Menurutnya, pemerintah harus membuat pilot project dulu di daerah yang belum penuh dengan tower, yaitu luar Jawa.

"Setelah itu baru bisa diterapkan di Jawa, sembari menunggu masa kontrak towernya selesai. Selain itu harus dilakukan secara serempak dan menyeragankan penghitungan bisnis dari masingmasing operator seluler," kata Roy. iqo/yat-yan.

Saturday, 05 April 2008

Sumber: http://www.wawasandigital.com/index.php?option=com_content&task=view&id=21434&Itemid=1

Tuesday, March 30, 2010

Paperless Society dan Integrated Green Belt


Dua Solusi Ampuh Untuk Mengurangi Illegal Logging di Heart of Borneo


            Borneo adalah pulau ketiga terbesar di dunia yang dikenal sebagai salah satu hutan hujan tropis yang indah dan kaya. Dengan luas kurang lebih 740.000 km2, di kawasan ini selain hutan produksi yang melimpah, juga terdapat banyak keanekaragaman hayati yang tiada taranya. Demikian juga Kalimantan, yang juga bagian dari pulau Borneo terdiri dari empat propinsi yakni : Kalbar, Kalteng, Kalsel dan Kaltim. Kawasan ini sendiri memiliki luas 539.460 km2 atau 73% dari luas Borneo.
            Kemilau kekayaan Kalimantan menantang para pemilik modal mengambil keuntungan sebesar-besarnya. Inilah mengapa selama satu dekade terakhir kasus illegal logging begitu meningkat pesat di bumi Katulistiwa. Menurut LSM SOB (Save Our Borneo), dari luas hutan Kalimantan yang mencapai ± 40 juta hektare, laju kerusakan hutan (deforestasi) telah mencapai 864 ribu hektare per tahun atau 2,16%. Oleh sebab itu tulisan singkat ini akan menjabarkan dua solusi ampuh dalam mengurangi dampak illegal logging di Heart of Borneo, yakni sbb:
a.        Membentuk paperless society (masyarakat tanpa kertas) dengan kemajuan dunia internet sehingga pada akhirnya dapat mengurangi laju permintaan kertas tulis.
b.        Menerapkan green belt (sabuk hijau) yang terintegrasi di seantero Kalimantan dimana kawasan sabuk hijau terintegrasi penuh antara tata wilayah hijau, kalangan industri hutan (green enterprise), masyarakat lokal dan produk akhir hutan (eco-labelling).

Sekilas Tentang Industri Pulp Nasional Yang Menggiurkan
            Menurut Forest Watch Indonesia (FWI) tahun 1987 kapasitas industri pulp hanya 0,5 juta ton lalu melejit hingga 6,5 juta ton pada tahun 2007 dengan kebutuhan bahan baku sekitar 30 juta m3. Selama periode 2000-2007 pasokan bahan baku industri pulp nasional dipenuhi dari produksi HTI sebesar 28 % per tahun sedangkan 72 % sisanya dipenuhi dari hutan alam (mixed tropical hardwood atau MTH).
Di lain pihak menurut data Pusgrafin Deperin, total volume konsumsi kertas Indonesia dari tahun 2003 s.d 2005 adalah 16,32 juta ton.  Sementara tahun 2006 volume konsumsi sebesar 5,96 juta ton. Di tahun 2004 pertumbuhannya mencapai 1,7 %. Lalu meningkat menjadi 3,8 % di tahun 2005. Bahkan diperkirakan melejit menjadi 14,97 % di 2009. Volume konsumsi kertas yang meningkat ini juga diakibatkan oleh permintaan dari luar negeri. Volume ekspor kertas Indonesia tahun 2004, sebesar 2,21 juta ton, naik dibandingkan dengan tahun 2003 sebesar 2,16 juta ton.
Di samping itu, rupanya tren konsumsi kertas yang tinggi dipicu oleh profit yang diterima oleh raksasa industri pulp. Khusus kertas tulis maka harga pulp (bubur kertas)  berkisar US$ 600 s.d US$ 700 per ton. Sementara harga kertas tulis di pasaran internasional rata-rata US$ 700 s.d US$ 800 per ton. Berarti kira-kira ada marjin profit sebesar US$ 100 per ton. Kalau kita hitung US$ 100 x 5,61 juta ton maka dihasilkan profit kotor sebesar US$ 561 juta per tahun. Bahkan Indonesia saat ini menduduki peringkat ke sembilan untuk kategori industri pulp dan mengisi 2,4 % pangsa pasar dunia. Sebagai industri kertas, Indonesia menduduki peringkat ke-12 di dunia dengan mengisi pangsa pasar sebesar 2,2 %.
Data-data di atas cukup menggambarkan pertumbuhan pulp dan kertas yang mencengangkan. Itulah sebabnya tingginya permintaan pulp dan kertas mengakibatkan HTI semakin menipis dan pada akhirnya hutan alam dijadikan pengganti produksi untuk menarik keuntungan sebesar-besarnya.

I.             Pembentukan Paperless Society
             Masyarakat tanpa kertas! Inilah jawaban dari masyarakat yang dapat dikontribusikan untuk mengurangi laju degradasi hutan Kalimantan yang masif. Dengan jaringan layanan internet yang semakin besar, efektif, murah, dan terjangkau luas maka sudah saatnya komunitas masyarakat menjadi pionir dalam aksi mengurangi tingkat kerusakan hutan Indonesia khususnya di bumi Kalimantan. Sebab kita tidak bisa berharap terlalu banyak pada dunia industri hutan karena masih lemahnya penegakan hukum di negeri ini serta masih kuatnya permintaan pasar dunia. Maka dari itu pembentukan paperless society secara umum dapat mencakup bidang-bidang seperti sbb :
  1. media-massa cetak beralih menjadi media on-line

  2. bidang pendidikan melalui e-learning dan e-book

  3. bidang ekonomi dan perdagangan melalui e-commerce dan e-transaction.

  4. layanan perbankan melalui e-statement, e-banking, mobile banking, sms banking.

      Lalu mengapa paperless media/channel seperti di atas begitu penting? Karena output hutan berupa kertas dapat dikurangi secara signifikan oleh teknologi dunia maya. Selain itu, pengurangan permintaan kertas lewat paperles society dapat mengurangi dampak pemanasan global mengingat hutan adalah paru-paru dunia yang berfungsi sebagai penyerap CO2.
      Lebih lanjut mari kita tengok elaborasi berikut ini:
A.     Layanan perbankan di segmen kartu debit/kredit
                        Berdasarkan data BI per Juni 2008 maka diperoleh jumlah kartu kredit yang beredar sebesar 10,560 juta kartu. Kemudian disusul jumlah kartu ATM sebesar 2,727 juta keping. Diikuti kartu ATM yang berfungsi sebagai kartu debit sebesar 36,354 juta, sementara kartu prabayar adalah 127.190. Dengan demikian terdapat total 49,769 juta kartu dari berbagai jenis beredar di seluruh Indonesia. Khusus untuk kartu kredit maka pihak perbankan (issuer) dapat menerapkan electronic billing statement (e-statement) kepada para nasabahnya. Penulis memperkirakan hampir 50 % card holder memiliki alamat e-mail karena usia kastemer di bawah usia 40 tahun lazimnya telah memiliki alamat e-mail.
                        Hal ini adalah suatu potensi besar dalam layanan plus perbankan untuk mengurangi laju kerusakan hutan di Tanah Air. Secara garis besar, apabila 25% dari 10,560 juta kartu tersebut memiliki e-mail maka terdapat 2.640.000 pucuk tagihan yang dapat dihemat. Katakanlah total kertas yang dicetak setiap bulan sebesar 2.640.000 pucuk, maka dibagi 7.500 lembar (setara dengan satu pohon atau 15 rim kertas A4) akan diperoleh penghematan pohon sebanyak 352 pohon setiap bulan atau 4.224 pohon setahun. Secara operasional, maka beban perbankan berkurang yakni : Rp.2.100 [Incl. biaya supplies, biaya insertion, airwaybill dan biaya delivery] x 2,640 juta pucuk tagihan = Rp. 5,544 Milyar per bulan atau Rp. 66,528 Milyar setahun. Jumlah penghematan tersebut akan bertambah besar kalau 50% saja dari pemegang kartu kredit di Indonesia memiliki alamat e-mail. Penghematan bisa mencapai Rp 11 milyar per bulan atau Rp 132 milyar per tahun. Syukur-syukur kalau semua orang sudah melek e-mail. Tetapi perhitungan di atas baru menyangkut kartu kredit, belum termasuk rekening koran dan surat-surat kepada nasabah lainnya.
B.     Layanan perbankan di segmen e-banking
                  Produk e-banking telah menjadi primadona kastemer dalam bertransaksi saat ini. Menurut data dari bank swasta terbesar pertama di Indonesia, jumlah transaksi internet dapat meningkat 10 % s.d 12 % per tahun. Meski transaksi lewat ATM masih menempati urutan pertama bagi kastemer bank tersebut dengan jumlah item transaksi sebesar 50 juta atau setara nominal sebesar Rp 50 triliun per bulan, namun nilai nominal transaksi lewat internet ternyata bisa mencapai hingga Rp 60 triliun per bulan. Ini berarti transaksi internet lebih favorit dibandingkan ATM. Sementara itu untuk transaksi pada mobile Banking, data  bank swasta menengah mencatat trafik transaksi yang terjadi setiap bulannya melonjak hingga mencapai 240 ribu transaksi. Sekarang timbul pertanyaan, bagaimana e-banking dapat mengurangi laju kerusakan hutan? Jawabannya adalah transaksi yang dilakukan nasabah tidak menggunakan buku tabungan yang terbuat dari kertas, tidak perlu antri, cepat, aman dan menghemat tinta printer. Memang ini kelihatannya masalah sepele tetapi efeknya adalah penghematan di banyak aspek yang begitu besar.

Dari gambaran layanan perbankan melalui paperless di atas memang belum diperoleh data pasti seberapa besar paperless media ini mengurangi dampak illegal logging di Heart of Borneo. Tetapi secara garis besar dapat disampaikan bahwa dengan asumsi 20% total volume kertas nasional berasal dari kontribusi bumi Kalimantan maka penulis berkeyakinan tren paperless socitety tersebut akan menurunkan volume kertas di Heart of Borneo menjadi 10% per tahun.

II.          Penciptaan Kawasan Sabuk Hijau Terintegrasi berbasis Tata Wilayah Hijau, Green Enterprise, Masyarakat Lokal dan Eco-Labelling di Heart of Borneo
               Berdasarkan Data Lembaga Ecolabelling Indonesia (LEI) tahun 2005 – 2008, luas pengelolaan hutan alam produksi lestari (PHAPL) di seluruh propinsi Kalimantan adalah sebesar 1.011.096 hektar. Sementara untuk pengelolaan hutan berbasis masyarakat lestari (PHBML) sebesar 9.453 hektar. Dari total kedua pengelolaan hutan sebesar 1.020.549 hektar, total hasil produksi kayu bulat (meranti, rimla dan indah) sampai dengan awal Mei 2009 mencapai 450.631 m3 .
               Bila dibandingkan dengan total hutan Kalimantan maka proporsi pengelolaan hutan bersertifikasi seperti PHAPL dan PHBL di atas sangat kecil sekali yakni sebesar 2,55% dari total hutan seluas 40 juta hektar. Sementara apabila dianalisa data SOB di awal tulisan ini maka tingkat kerusakan hutan di Kalimantan sudah mencapai 6,48% (selama 3 tahun terakhir atau 2,16% per tahun). Hal ini menggambarkan bahwa kerusakan hutan sudah sangat parah sekali sementara pengendalian produksi hutan melalui ecolabelling (PHAPL dan PHBL) tidak terlalu mengesankan atau masih jauh dari harapan.
               Dari data di atas dan dari sudut pandang pengelolaan hutan yang berkelanjutan (melalui ecolabelling) ternyata kecepatan kerusakan hutan sebesar 2,54 kali dibandingkan dengan pengelolaannya. Hal ini tidak sepadan sama sekali dengan dana reboisasi yang didapatkan dari hutan di Kalimantan. Bersasarkan data Departemen Kehutanan sampai awal Mei 2009, realisasi dana reboisasi dan provisi sumber daya hutan (PSDH) seantero Kalimantan baru mencapai Rp.22.861.836.560 (Rp 22,862 Milyar) dan US$ 5.136.217. Apabila digabung maka total PSDH/DR mencapai Rp.72.998.053.560 (Rp 72,998 Milyar).
               Pendapatan pemerintah RI sebesar Rp 72,9 milyar dari sektor PSDH/DR belum sepadan dengan keuntungan industri pulp nasional yang dapat mencapai US$ 561 juta per tahun. Artinya, apabila dipakai asumsi 10% dari total profit US$ 561 juta berkat kontribusi bumi Kalimantan (US$ 56,1 juta atau Rp 561 milyar) maka jumlah PSDH/DR masih kalau jauh dibandingkan dengan total profit dari hutan Kalimantan tersebut (Rp 72,9 milyar Vs Rp 561 milyar; berarti baru 13% profit diperuntukkan untuk dana reboisasi).
               Maka dari itu untuk mencegah kutukan ‘the paradox of plenty’ serta dalam rangka meningkatkan sumber daya ekonomi untuk bumi Kalimantan dan rakyatnya maka sudah saatnya diberlakukan sabuk hijau terintegrasi. Strateginya adalah sbb:
1.            Pemerintah Propinsi gabungan (empat propinsi) secara terpadu, sistematis dan sinergis membangun disain tata wilayah hijau yang berisi kebijakan sektor perkebunan dan kehutanan yang berkelanjutan. Disain tata wilayah hijau ini harus didukung oleh infrastruktur jalan Trans-Kalimantan sepanjang ± 3.195 km yang mengelilingi garis perbatasan antara empat propinsi hingga mencakup perbatasan dengan Malaysia dan Brunei. Memang akan butuh investasi besar sekali, tapi penulis menyarankan agar dana reboisasi dinaikkan porsinya katakanlah menjadi 25% dari profit industri pulp dan perkayuan yang ada di wilayah tersebut. Dari 25% tersebut dapat dialokasikan sebesar 10 % s.d 15 % untuk mempercepat pembuatan infrastruktur jalan trans-Kalimantan.
2.            Untuk para pemilik HPH yang sudah eksis maupun yang akan mendaftar maka para perusahaan tersebut dalam melakukan penebangan pohon harus memilih-milih pohon mana yang sudah cukup umur dan ukuran untuk ditebang. Setelah menebang satu pohon wajib diikuti dengan penanaman kembali beberapa bibit pohon untuk menggantikan pohon yang ditebang tersebut.
3.            Pemilik HPH yang patuh dalam melakukan reboisasi secara terencana maka kepadanya Pemerintah daerah setempat bersama komunitas hijau-independen  yang terkait dapat memberikan suatu label hijau (green enterprise). Pemberian label ini dilakukan secara transparan, obyektif dan berkala. Label ini berisikan standarisasi nilai-nilai perusahaan yang peduli lingkungan (green standarisation) termasuk tindakan perusahaan tersebut dalam penyelamatan plot kawasan hutan yang rusak. Green Enterprise dapat juga mencegah korporatokrasi, yakni tindakan perusahaan multinasional merampas kekayaan alam suatu negara.
4.            Kebijakan sabuk hijau ini harus melibatkan penduduk yang tinggal dekat kawasan hutan. Bahkan mereka dapat dimintakan partisipasinya dalam menjaga keamanan bibit-bibit pohon yang ditanam dari tindakan pengrusakan oleh oknum-oknum yang tak bertanggungjawab. Pemerintah daerah harus mendesak kalangan korporasi agar melibatkan penduduk lokal dalam melakukan penanaman pohon. Apabila pohon itu bernilai komersial maka perusahaan wajib memberikan keuntungan tertentu untuk pemberdayaan masyarakat sekitar. Pada plot area tertentu milik korporasi maka masyarakat lokal dapat menanam tanaman campuran (misalkan untuk obat, rempah-rempah) untuk meningkatkan pendapatan mereka. Dengan demikian sektor tenaga kerja dapat terserap dan sekalian dapat menghindari terjadinya pembalakan liar.
5.            Pemberian label eco-labelling pada setiap produk hasil hutan baik untuk kepentingan komersil maupun non komersil. Label eco-labelling dicap pada setiap produk kayu olahan maupun termasuk end-product berupa kertas tulis, kertas tisu, kertas pembungkus dan sebagainya sehingga konsumen merasa yakin bahwa produk-produk tersebut sangat mempertimbangkan aspek ekologis dan berkelanjutan.
6.            Langkah terakhir adalah Pemerintah Propinsi gabungan mengakomodir lima langkah di atas dalam sebuah sistem informasi sabuk hijau yang terintegrasi secara on-line. Sistem informasi ini harus juga mencakup foto-foto satelit atau udara. Hal ini untuk memudahkan perencanaan, eksekusi, pemantauan dan pemberian sanksi bagi kalangan korporasi maupun masyarakat yang melanggar etika lingkungan dan pembangunan sabuk hijau tersebut. Dengan demikian secara perlahan namun pasti, penulis yakin kasus-kasus illegal logging akan berkurang drastis dan hutan Kalimantan tetap lestari.

*)  Penulis: Leonard Tiopan Panjaitan

Monday, March 29, 2010

Izin Lisensi TV Analog Mulai Dihentikan

Pemerintah akan hentikan penerbitan izin lisensi infrastruktur dan penyiaran TV analog.

Seiring masuknya era digital, pemerintah menyatakan akan secara bertahap menghentikan penerbitan izin lisensi izin dan pembangunan infrastrukturnya untuk televisi analog.
Ke depan, pemerintah, juga akan secara bertahap memigrasikan dan menggantikannya dengan menerbitkan izin lisensi televisi digital.

Hal itu disampaikan dirjen SKDI Depkominfo Freddy tulung, di sela jumpa pers uji coba siaran TV digital di Gedung Utama Departemen Komunikasi dan Informatika, Jumat 26 Juni 2009.

“Secara bertahap dan berhati-hati, pemerintah akan menghentikan penerbitan izin lisensi untuk penyiaran televisi analog sekaligus izin lisensi infrastrukturnya,” ucap Freddy.
Menurutnya, proses ini akan memakan waktu 3 tahun ke depan. “Mudah-mudahan semuanya berjalan lancar, sehingga tahun 2012 sudah tidak ada lagi izin lisensi untuk TV analog,” kata Freddy.
Freddy juga menjelaskan, dalam dua hingga tiga tahun ke depan, pemerintah akan secara intensif mensosialisasikan penyiaran televisi di daerah terestrial.
“Diharapkan, pada tahun 2017 - 2018, siaran televisi digital sudah dapat dinikmati di seluruh wilayah Indonesia dengan kualitas yang jauh lebih baik ketimbang TV analog sekarang ini,” ucapnya.
Dalam pengujian TV digital, pemerintah melibatkan dua konsorsium untuk siaran bebas biaya (free to air), dan dua konsorsium untuk siaran berbayar. Untuk siaran bebas biaya, salah satu konsorsium berangotakan ANTV, SCTV, serta MetroTV.

Sementara untuk siaran berbayar (Pay TV), konsorsium yang terlibat adalah MNC Group (termasuk Indovision) serta dan konsorsium Telkom, Telkomsel, dan Telkomvision.

Source:http://teknologi.vivanews.com/news/read/70329-izin_lisensi_tv_analog_mulai_dihentikan

Batu Sandungan dalam Era TV Digital

Terkait dengan rencana pemerintah untuk melakukan migrasi dari sistem penyiaran analog ke digital, ada beberapa kendala yang harus dihadapi. Diantaranya adalah faktor kesiapan masyarakat.

Seperti ketika menerima sinyal TV digital dibutuhkan perangkat tambahan yang disebut set top box yang berfungsi sebagai decoder. Nah, dalam hal ini belum tentu masyarakat Indonesia mampu dan bersedia membeli piranti wajib ini.

"Selain itu kendala juga datang dari dari segi kesiapan masyarakat untuk menerima informasi dalam jumlah banyak. Dikhawatirkan masyarakat tidak mampu memilah-milah informasi mana yang baik dan mana yang merugikan, saking banyaknya informasi yang diterima," papar Satriyo Dharmanto, Direktur PT Multikom Indo Persada-Local Consultant Kominfo-JICA, di sela Seminar dan Public Hearing 'Teknologi TV Digital dan Penerapannya di Indonesia' di MMTC Yogyakarta, Kamis (6/3/2008).

Meski demikian, kata Satriyo, pemerintah akan terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang transisi dari sistem penyiaran analog ke digital ini, sehingga masyarakat lebih siap memasuki era TV digital. Bentuk-bentuk sosialisasi yang dilakukan berupa seminar, brosur-brosur serta pamflet.

Menurut Satriyo, keunggulan dari sistem digital adalah terbukanya kesempatan interaksi antara penonton dengan stasiun televisi. "Selain itu era digital juga membuka peluang konvergen, yakni meleburnya jaringan layanan tunggal ke dalam jaringan bersama terintegrasi. Misalnya, operator televisi bisa mengirimkan siaran lewat internet," tandasnya.

Source:http://www.detikinet.com/read/2008/03/06/170232/905085/328/batu-sandungan-dalam-era-tv-digital

Butuh 10 Tahun Singkirkan Siaran TV Analog

Indonesia butuh waktu kira-kira sepuluh tahun untuk menyingkirkan siaran televisi analog dan kemudian bertransisi menjadi siaran digital.

Untuk menyongsong era siaran digital di rentang waktu selama itu, Menkominfo Mohammad Nuh beserta jajarannya telah menyiapkan tiga tahapan.

Tahap pertama, mulai 2008 sampai 2012, pemerintah secara perlahan akan menolak pengajuan izin baru untuk siaran analog. Sementara, tahap kedua 2013-2017, kegiatan yang jadi agenda utama ialah penghentian siaran TV analog di kota-kota besar dilanjutkan dengan daerah regional lain.

Di selang waktu itu, pemerintah secara intensif akan menerbitkan izin bagi operator yang awalnya beroperasi analog ke digital. Di tahapan itu pula pemerintah mulai membuat pemetaan lokasi dimulainya siaran digital dan dihentikannya siaran analog, serta mendorong industri elektronik dalam negeri dalam penyediaan peralatan penerima TV digital set top box.

Sedang tahap ketiga atau terakhir, merupakan periode dimana seluruh siaran TV analog dihentikan. Sementara siaran TV digital beroperasi penuh pada band IV dan V, dan kanal 49 ke atas digunakan untuk sistem telekomunikasi nirkabel masa depan.

"Itulah tahapan-tahapan yang telah ditentukan," kata Nuh dalam keterangannya yang dikutip detikINET, Senin (11/8/2008).

Source:http://www.detikinet.com/read/2008/08/11/160153/986585/328/butuh-10-tahun-singkirkan-siaran-tv-analog

Kominfo Bersih-bersih Frekuensi Wimax 2,3 GHz

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mulai bersih-bersih frekuensi ilegal di pita 2,3 GHz agar bisa segera digunakan untuk layanan broadband wireless access (BWA) atau Wimax 16.d.

Aksi penertiban frekuensi ini mulai diperintahkan oleh Direktur Pengelolaan Spektrum Frekuensi Radio, Tulus Rahardjo, kepada seluruh Kepala Balai Monitoring dan Kepala Loka Monitoring Frekuensi Radio Ditjen Postel yang tersebar di seluruh Indonesia.

"Mereka diminta untuk segera melakukan observasi dan monitoring di wilayahnya masing-masing. Jika terdapat pelanggaran-pelanggaran, mereka diberi kewenangan untuk langsung menertibkan dalam rangka penegakan hukum," jelas Kepala Pusat Informasi Kominfo, Gatot S Dewa Broto, di Jakarta, Senin (29/3/2010).

Menurut dia, operasi penertiban frekuensi ilegal di rentang 2360-2390 MHz ini ditargetkan kepada sejumlah pengguna pita frekuensi radio tertentu yang secara
jelas diindikasikan tidak memiliki izin.

Sementara bagi pengguna microwave link yang sudah berizin, kata Gatot, tak akan ditindak secara hukum karena tinggal menunggu masa perizinannya habis. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Kominfo No. 7/2009.

Gatot mengakui bahwa aksi penertiban frekuensi ini merupakan tindak lanjut dari keluhan beberapa pemenang tender jaringan tetap lokal BWA berbasis packet
switched di rentang frekuensi tersebut.

"Para pemenang tender BWA sebelumnya sudah mengetahui adanya persoalan bahwa penggunaan frekuensi radio pada pita 2360-2390 MHz belum sepenuhnya bersih," jelas dia. "Hanya saja, sebagai konsekuensi dan tanggung jawab, Kominfo memandang perlu untuk lebih intensif melakukan penertiban," lanjutnya.

Selama jangka waktu bersih-bersih frekuensi ilegal, saran Gatot, para pemenang tender BWA tetap dapat menggelar jaringannya dengan menghindari lokasi microwave link eksisting agar tidak terjadi interferensi.

Adapun para pemenang tender Wimax tersebut adalah, PT Berca Hardaya Perkasa, PT First Media Tbk, PT Indosat Mega Media, PT Telkom, PT Jasnita Telekomindo, PT Internux, Konsorsium PT Comtronics Systems dan PT Adiwarta Perdania, serta Konsorsium WiMax Indonesia.

Delapan pemenang lelang WiMax 16.d ini masih disibukkan dengan kewajiban pembayaran pendapatan negara bukan pajak, serta perencanaan penggelaran sesuai zona cakupannya. Sebagian lainnya tengah menjajaki kerja sama dengan vendor perangkat yang ada untuk memenuhi kesesuaian desain, pengadaan, hingga penggelaran WiMax. ( rou / ash ) 

Source:http://www.detikinet.com/read/2010/03/29/142358/1327765/328/kominfo-bersih-bersih-frekuensi-wimax-23-ghz 

Regulator Biarkan Operator Perang SMS Gratis

Sejumlah operator dinyatakan terbukti melanggar kesepakatan bersama untuk menghentikan layanan SMS gratis lintas operator. Namun, alih -alih memberikan sanksi, regulator malah membiarkan perang SMS kian menjadi-jadi.

"Dari hasil temuan sementara, Telkomsel, Indosat, XL Axiata, dan Hutchison CP Telecom, telah melanggar kesepakatan tersebut," ungkap anggota komite Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), Heru Sutadi, kepada detikINET, Jumat (26/3/2010).

Bulan lalu, tepatnya 12 Februari 2010, operator dan regulator telah membuat kesepakatan untuk menghentikan penawaran SMS gratis untuk lintas operator. Kesepakatan ini merupakan tindak lanjut dari permintaan Telkomsel yang merasa jaringannya terbebani lonjakan SMS dari operator lain.

Namun nyatanya, kesepakatan ini dilanggar oleh para operator, termasuk oleh Telkomsel sendiri. Meski demikian, Telkomsel tak mau disalahkan. Dirut Telkomsel Sarwoto Atmosutarno berkilah, hal ini dilakukan semata-mata karena terpaksa.

"Kami terpaksa. Operator lain tetap menawarkan SMS gratis off-net, sedangkan skema yang digunakan tetap sender keep all. Akibatnya, Telkomsel yang dirugikan karena kebanjiran SMS dari operator lain," keluhnya.

Karena tak ada yang mau mengalah dan tak ada yang mau disalahkan, perang SMS gratis lintas operator pun berlanjut. Malah kini bisa dibilang semakin menjadi-jadi.

Contohnya, setelah Telkomsel memberikan 1.000 SMS gratis ke seluruh operator bagi pelanggan kartu AS, XL pun menjawab tantangan tersebut dengan menggelar program 'Buka-bukaan Blak-blakan' yang juga ikut menawarkan SMS gratis dengan jumlah tak kalah banyak.

Melihat hal ini, regulator yang sudah kadung kecewa, kini tak mau lagi ambil pusing. "Operator sudah sepakat 12 Februari 2010 lalu, tapi semua (operator) malah buat kesepakatan sendiri untuk "mengakali" hasil pertemuan itu. Dianggap nggak ada," keluh Nonot Harsono, anggota komite BRTI lainnya.

Alhasil, BRTI pun memilih untuk berdiam diri dalam kasus ini. "Untuk sementara, sambil memantau apakah ancaman (SMS gratis lintas operator) akan membanjiri network lain akan terbukti," sambung Nonot.

Direktur Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi (LPPMI) Kamilov Sagala, tak memungkiri dengan terjadinya perang SMS gratis antaroperator ini pelanggan akan diuntungkan. Namun ia menyayangkan, aksi ini terjadi melalui persaingan usaha yang tidak sehat.

"BRTI sepertinya membiarkan kompetisi berjalan secara ugal-ugalan. Lembaga yang memiliki fungsi sebagai pengawas dan pembina industri ini tidak menjalankan tugasnya terutama menyikapi penawaran SMS gratis lintas operator," ujar Kamilov.

Menurutnya, dengan membiarkan terjadinya pelanggaran kesepakatan antara regulator dengan para operator, akan membuat BRTI dipandang negatif oleh para pelaku usaha.

"Ini karena BRTI tidak berani memberikan peringatan tegas. Mana surat peringatan yang dijanjikan bagi operator yang melanggar. Semua hanya isapan jempol," ketus pria yang sempat menjadi anggota BRTI periode sebelumnya.

Kamilov juga menyesalkan aksi BRTI yang justru menawarkan perubahan penagihan SMS dari berbasis Sender Keep All ke interkoneksi. Sebab, menurutnya hal itu hanya akan menguntungkan pemain besar saja.

"Penawaran dari BRTI justru menghembuskan kabar tak sedap. Kenapa untuk permintaan dari pemain besar selalu diamini. Harusnya para anggota komite itu intropeksi diri jika benar sebagai perwakilan masyarakat, bukan wakil operator besar," sindirnya. ( rou / faw ) 

Source:http://www.detikinet.com/read/2010/03/26/171920/1326345/328/regulator-biarkan-operator-perang-sms-gratis 

AS Pertanyakan Sensor Internet Australia

Pemerintah Federal Australia menggodog rencana filter internet yang bakal menyensor konten terlarang. Meski bertujuan baik, rencana ini mendapat sejumlah protes. Bahkan kini, Amerika Serikat turut mempertanyakannya.

Ofisial AS menyatakan mereka ikut memperhatikan niat negeri Kanguru itu dalam melakukan penyaringan konten. Filter internet ditujukan untuk menghadang konten seperti pornografi anak, konten kriminal dan sebagainya.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri AS memaparkan, mereka telah menghubungi ofisial Australia untuk berdiskusi soal filter itu. Namun tidak disebutkan detail topik diskusi tersebut.

Belum lama ini, Google Australia juga turut angkat bicara. Mereka mengkhawatirkan filter itu akan menyasar konten yang terlalu luas cakupannya.

"Ini adalah rencana filter pertama yang dilakukan di negara demokrasi barat. Perhatian utama kami adalah apabila cakupan konten yang akan difilter terlalu luas," tulis Google seperti dilansir ABC dan dikutip detikINET, Senin (29/3/2010).

Meski Google setuju perlunya pembatasan konten tertentu di dunia maya, namun mereka menyayangkan jika filter dilakukan pemerintah secara berlebihan.

Sedangkan para warga Australia masih terbelah pendapatnya antara menyetujui sensor itu atau tidak. Bahkan pernah ada serangan cracker ke situs pemerintah untuk memprotes rencana tersebut. ( fyk / faw ) 
 
Source:http://www.detikinet.com/read/2010/03/29/124400/1327682/398/as-pertanyakan-sensor-internet-australia

Ada Operator Berani Tawarkan 10 Ribu SMS Gratis

Persaingan antaroperator dalam menawarkan SMS gratis kian menggila. Tak hanya gratis seratus atau seribu SMS, bahkan kini ada yang menawarkan 10 ribu SMS gratis setiap harinya ke semua operator.

Sepuluh ribu SMS gratis ini digelontorkan Axis melalui program terbarunya. Tak hanya itu, layanan milik Natrindo Telepon Seluler ini setiap harinya juga menawarkan gratis 10 MB akses internet.

Presiden Direktur Axis, Erik Aas, menyadari bahwa sejatinya penawaran SMS gratis lintas operator tak lagi dibolehkan oleh Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI). Namun ia punya alasan kenapa larangan itu berani ditabrak oleh perusahaannya.

"Kami telah berusaha mematuhi keputusan BRTI. Namun saat kami melihat ke pasar, kami harus merespon permintaan pelanggan kami untuk tetap kompetitif," jelasnya saat dikonfirmasi detikINET, Senin (29/3/2010).

Erik mengaku tak khawatir jika nantinya Axis mendapat tudingan semakin memperkeruh suasana. Sebab sejauh ini, operator yang tadinya sepakat untuk
menghentikan program SMS gratis lintas operator juga sudah banyak yang melanggar. "Kami tidak merasa khawatir, karena kami merasa harus melakukan ini," ujarnya.

Pun, ia menegaskan, langkah berani yang ditempuh Axis dalam melanggar larangan SMS gratis tak lain karena komitmennya dalam melayani permintaan pelanggan.
"Kami hanya merespon masukan dari konsumen kami, dan di Axis kami berkomitmen pada kebutuhan konsumen dan kami selalu memberi lebih," ucap Erik.

Beberapa waktu lalu, tepatnya 12 Februari 2010, seluruh operator dan regulator sepakat untuk menghentikan penawaran SMS gratis lintas operator. Namun,
kesepakatan itu akhirnya dilanggar sendiri oleh sejumlah operator yang membuat kesepakatan, termasuk oleh operator yang mendesak agar program ini dihentikan.

BRTI sendiri, selaku regulator, nampaknya sudah tak semangat lagi untuk melerai persaingan bisnis sengit antaroperator ini. Regulator mengaku hanya mau mengamati dan menunggu sampai seluruh operator berteriak meminta perang SMS gratis ini dihentikan.

( rou / ash ) 
Source:http://www.detikinet.com/read/2010/03/29/112458/1327543/328/ada-operator-berani-tawarkan-10-ribu-sms-gratis
Jakarta, 29 maret 2010 

Saturday, March 20, 2010

Kontribusi dari Negeri Sakura

Anak Kediri ini moncer sebagai pakar telekomunikasi di Jepang. Khoirul Anwar, Peneliti Indonesia pemegang paten teknologi 4 G melalui pemakaian frekuensi multipoint to multipoint.

Oleh Sica Harum

SUDAH tiga bulan ini Khoirul Anwar sulit bergerak jauh dari ruangannya di Japan Advanced Institute of Science and Technology Studies (JAIST), Ishikawa, Jepang.Pemegang paten telekomunikasi 4G itu harus memeriksa tumpukan tesis mahasiswa pascasarjana di bawah bimbingan-nya. "Mahasiswa JAIST hanya S-2 dan S-3 dan Maret ini mereka sudah wisuda," terang Khoirul melalui surat elektronik. Jumat (12/3).

Selain itu, agendanya padat oleh sejumlah konferensi. Dia bilang baru pulang dari Bremen, Jerman, Januari 2010. Di sana ia mempresentasikan penelitiannya pada IEEE/ITC Wireless Smart Antena-2010. Bulan ini, Khoirul juga akan mempresentasikan penelitiannya pada kongres peneliti wireless communication di Tohoku, Jepang. "Saya akan sering presentasi dengan mahasiswa saya, sampai Mei nanti," kata Khoirul.Yang dibahas ialah sistem komunikasi dengan performa tinggi meski tanpa interval pengaman (guard interval). "Teknologi itu yang sudah saya patenkan Januari lalu bersama sebuah industri besar di Jepang," terangnya.

Temuan itu istimewa karena selama ini, interval pengaman ialah keharusan dalam sistem komunikasi. Gunanya untuk melindungi transmisi data dari pantulan sinyal, misalnya pantulan dari gedung, pohon, gunung, dan bangunan tinggi lainnya."Awalnya, saya perkirakan hasilnya bakal biasa-biasa saja. Tapi setelah saya tes kira-kira setahun, hasilnya menakjubkan, hanya beda 0,5 dB dari keadaan ideal. Saya bisa menghilangkan error yang selama ini hanya bisa dibuktikan secara teori dan simulasi; Padahal di teknik ini saya sama sekali tidak memakai guard interval," jelas lelaki 32 tahun itu.

Tren komunikasi

Pemerintah Jepang, kata Khoirul, sedang getol mendukung penelitian yang mengarah ke pengaturan frekuensi secara otomatis dan fleksibel. Misalnya, bandwilh yang hanya digunakan sebuah perusahaan pada siang hari seharusnya dapat dimanfaatkan pihak lain pada malam hari. "Intinya agar seluruh frekuensi termanfaatkan, tidak ada yang menganggur," tegas penyuka matematika itu.

Pengoptimalan itu juga tergambar pada tren dunia komunikasi, multipoint to multipoint. "Sebetulnya itu kan konsep sosial yang sudah lama kita tahu. Bahwa kerja sama jauh lebih baik ketimbang bekerja sendirian. Nah, dalam dunia telekomunikasi, ini ada bukti ilmiahnya. Jadi, tren di masa depan ialah multipoint to multipoint, artinya ya physical network. Penelitian tentang hal itu sudah selesai jadi perhatian saat ini ialah physical network yang membutuhkan energi minimal, yang ramah lingkungan," papar Khoirul.

Gemar meneliti

Saat ini, Khoirul tengah melakukan dua penelitian di laboratorium dan di rumah. "Di lab, saya melakukan penelitian dengan tiga mahasiswa saya. Jika berhasil, sistem komunikasi ke depan bisa hemat baterai dan lebih murah karena memanfaatkan BTS," ujar Khoirul.Bahkan telepon seluler seseorang, lanjut Khoirul, bisa berfungsi sebagai relai bagi telepon seluler orang lain yang tidak mendapatkan sinyal berkualitas baik. Menurut Khoirul, dia dan timnya mendapatkan sokongan dana cukup besar dari sebuah perusahaan ternama di Tokyo. "Saya mencoba melibatkan ITB dalam proyek ini agar ada mahasiswa Indonesia yang terlibat dalam proyek internasional. Kita juga akan mengajukan proyek ini agar didanai pemerintah Jepang," katanya bersemangat.

Adapun di rumah, Khoirul melakukan penelitian sel surya. "Untuk kipas angin buat ibu saya di Kediri," katanya.Saat pulang ke Kediri pada 2009, Khoirul merasakan sinar matahari yang terik menyinari kampungnya. "Saya pikir, kalau sinar matahari di luar bisa segera diubah menjadi listrik untuk kipas angin,tentu ibu saya akan senang. Enggak perlu bayar listrik ke PLN," ujarnya riang.Dia optimistis dengan penelitian tersebut. "Sudah saya coba di Jepang. Bahkan saat salju, kami masih mendapat listrik dari matahari," kata ayah tiga anak itu.Karena itu dia berencana membawa alat tersebut jika kelak pulang kampung. "Mudah-mudahan saya bisa produksi banyak untuk tetangga," ujarnya.

Khoirul memang gemar meneliti sejak kecil. Kata dia, itu berkat buku-buku ilmuwan untuk anak-anak yang ia baca di perpustakaan SD di desanya. Khoirul kecil pernah melakukan eksperimen pada ikan jathul yang ia kira bisa berevolusi menjadi ikan ketuntung lantaran bentuk kepala dua jenis ikan itu serupa. Putra pasangan Sudjianto (alm) dan Siti Patani itu juga melumuri burung dengan balsam gosok, meniru konsep mumi. Dia juga pernah membuktikan rumor hantu yang saat itu ditakuti teman-temannya. "Terbukti secara ilmiah, hantunya tidak datang. Jadi, makanan persembahan itu malah saya makan sendiri," kenangnya.

Kontribusi

Setahun silam, Khoirul pernah berniat pulang ke Tanah Air. Dia berencana menjadi dosen di Indonesia. Namun, ia mengurungkan niat karena celetukan dosen Institut Teknologi Bandung (ITB) Trio Adiono (pencipta cip wimax Indonesia, bersama Eko Fajar)."Katanya, nanti kalau Pak Khoirul pulang, tidak ada kontak kita di luar negeri dong. Padahal kita perlu update komunikasi nirkabel terkini, bagaimana trennya dan lain-lain. Akhirnya saya memilih tidak jadi pulang," kata Khoirul.Betul saja, Adiono kerap mengontak Khoirul jika kebetulan membutuhkan makalah-makalah yang terkait dengan penelitiannya. Murid Adiono yang dikirim ke Jepang kini berada di bawah bimbingan Khoirul. "Kami membuat simulasi wimax. Alhamdulillah berhasil," kata salah satu motor Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional (1-4) itu.

Khoirul mengakui, selama ini pilihan pulang ke Tanah Air atau berkarier di negeri orang kerap menjadi dilema. Namun, Khoirul memandangnya sederhana. Baginya, mengabdi untuk Indonesia tidak harus berarti pulang ke Tanah Air. Jika semua peneliti harus pulang, tidak ada yang memperbarui informasi misalnya mengenai tren teknologi dan ekonomi global. "Tapi jika semua di luar negeri, tidak ada yang membangun negeri."Pada konferensi Asosiasi Pelajar Indonesia di Korea, Februari 2010, Khoirul menawarkan analisis matematika sederhana terkait dengan hal itu."Jadi, tinggal diatur siapa-siapa yang masih perlu di luar, siapa yang harus pulang dan jumlahnya berapa. Jadi, kita bisa mengontrol parameter probabilitas pindahnya para tenaga kerja terdidik ke luar negeri, misalnya mengontrol izin paspor dan lain-lain, sehingga didapat keuntungan yang optimal untuk lndone-sia," kata dia. Analisis Khoirul lantas mengantarkan kita ke pertanyaan apakah pemerintah punya target pengoptimalan pembangunan bermodalkan manusia-manusia cerdas yang selama ini minim kesempatan di negeri sendiri? (N-4)ica@mediaindonesia.com

Sumber: Harian Media Indonesia, Hal.20, Tanggal 17 Maret 2010.

Lingkungan Dibiarkan Rusak: PP Langgengkan Pertambangan Batu Bara

Pemerintah terkesan membiarkan kerusakan lingkungan terjadi di Pulau Kalimantan akibat praktik eksploitasi pertambangan yang sembarangan. Demikian, antara lain, disampaikan oleh aktivis Jaringan Advokasi Tambang.

Kerusakan tersebut berisiko mengantarkan pulau itu pada krisis energi, pangan, dan kehancuran lingkungan.

Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Siti Maemunah menyatakan, mekanisme perizinan pertambangan telah gagal mengendalikan aktivitas pertambangan.

”Sejak tahun 1968, minyak buminya disedot, lalu hutannya dieksploitasi lewat hak pengusahaan hutan. Sekarang ribuan kuasa pertambangan batu bara menghancurkan lingkungan. Kalimantan butuh penyelamatan sebelum kerusakan ekologisnya tidak terpulihkan. Namun, tidak ada langkah nyata pemerintah untuk itu,” kata Siti Maemunah di Jakarta, Rabu (17/3).

Dia mengingatkan, industri ekstraktif di Kalimantan telah gagal mengangkat kesejahteraan warganya. ”Di Kalimantan ada 2.475 kuasa pertambangan, separuhnya ada di Kalimantan Timur. Batu bara di Kabupaten Kutai Timur dikeruk, tetapi 98 dari 135 desa di sana belum teraliri listrik. Di Kutai Kartanegara dan Kota Samarinda ada 781 konsesi pertambangan batu bara, tetapi kedua daerah itu tetap menjadi kantong pengangguran,” kata Siti Maemunah.

Di Samarinda, pertambangan batu bara menghasilkan pendapatan asli daerah Rp 399 juta per tahun. ”Namun, pertambangan itu menyebabkan banjir. Untuk mengatasi banjir, Pemerintah Kota Samarinda harus mengeluarkan Rp 38 miliar untuk membangun polder. Itu jelas merugikan, tetapi justru akan diperluas. Di Kalimantan Tengah, pertambangan batu bara yang volumenya 1,5 juta ton per tahun akan dipacu menjadi 30 juta ton per tahun. Izin baru terus diterbitkan, sementara tumpang tindih areal kuasa pertambangan tak pernah dibenahi,” kata Siti.

Melanggengkan

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Berry Nahdian Forqan menyatakan, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan, yang terbit 1 Februari lalu, tidak menunjukkan itikad pemerintah menyelamatkan hutan. ”Peraturan itu justru membangun celah bagi investor untuk mendapatkan dispensasi dari persyaratan pinjam-pakai kawasan hutan. Mekanisme kompensasi uang juga menyumirkan substansi bahwa pemerintah seharusnya menjaga kelestarian kawasan hutan,” kata Berry.

Menurut dia, PP itu tidak sejalan dengan target pemerintah menurunkan emisi gas rumah kaca 26 persen pada 2020. ”Pemerintah ingin menurunkan emisi dari alih fungsi lahan, tetapi justru menerbitkan PP yang mempermudah alih fungsi hutan,” kata Berry.

Setiap tahun, 200 juta ton batu bara dikeruk dari Kalimantan, 160 juta di antaranya diekspor, 40 juta ton untuk berbagai industri dan pembangkit listrik di Jawa dan Sumatera, sedangkan Kalimantan hanya kebagian 4 juta ton sehingga terjerat krisis listrik (Kompas, 10/3).

Peneliti pada Sekolah Ekonomika Demokratik, Hendro Sangkoyo, menyatakan, kehancuran lingkungan di Kalimantan tidak akan terhenti jika tidak ada perubahan paradigma pemanfaatan sumber daya alamnya.

”Beruntunglah Jakarta jarang mati lampu. Namun, sejatinya kita di Jakarta meningkatkan kualitas hidup dengan cara jorok, yaitu dengan menambang batu bara dan menghancurkan lingkungan hidup di Kalimantan,” kata Hendro.

”Eksploitasi SDA sebagaimana kasus pertambangan di Kalimantan melulu soal neraca keuangan negara. Paradigmanya bukan kesejahteraan rakyat. Dalam konteks lebih besar, Pemerintah Indonesia tersandera kepentingan negara maju yang menjadi konsumen energi terbesar di dunia. Selama paradigmanya tidak berubah, sulit mengharapkan kebijakan berorientasi penyelamatan lingkungan,” kata Hendro.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Kementerian Kehutanan Tachrir Fathoni menyatakan dalam suratnya kepada Kompas bahwa tidak benar jika pihaknya seolah-olah menyatakan bahwa ”pemutihan” kawasan hutan bermasalah dimungkinkan, antara lain, melalui revisi tata ruang, seperti dimuat dalam berita ”Enklave Dibatasi” (Kompas, 8/3). Menurut dia, hal itu tidak benar karena UU No 26/2007 tentang Penataan Ruang Pasal 23 dan Pasal 26 menyatakan, tidak ada ”pemutihan” dalam proses revisi tata ruang. (row/*)

USO INTERNET: Infrastruktur ke Desa Baru Mulai

Ketika dunia sudah serba mobile, bahkan mobilitas yang dibangun perusahaan seluler di negeri ini sudah sampai ke pelosok-pelosok, tetapi pembangunan infrastruktur internet tetap ke desa-desa baru dimulai.

Padahal, masyarakat di daerah sebenarnya sudah lebih dahulu memiliki inisiatif membangun jaringan internetnya sendiri secara lebih murah. Bahkan sudah 14 tahun lalu RT/RW Net diperkenalkan oleh para mahasiswa, tetapi inisiatif yang mencerdaskan bangsa ini sekarang harus berhadapan dengan para pemilik modal.

Lambatnya penyediaan infrastruktur layanan ini mengingatkan pada lelang BWA (broadband wireless access) pada pita frekuensi 2,3 GHz yang sudah diputuskan pemenangnya pertengahan tahun lalu. Pada pita ini dikhususkan untuk layanan tetap, sementara di negara lain merupakan layanan bergerak. Maka, tidaklah mengherankan apabila kemudian sebagian pemenangnya terkesan mengulur-ulur waktu untuk kewajiban pembayarannya.

Pada lelang kali ini, berupa tender USO (Universal Service Obligation) Internet Kecamatan, pemenangnya juga baru diumumkan 12 Maret lalu. Para pemilik modal yang menang kali ini adalah PT Telkom, PT Jastrindo Dinamika, PT Aplikanusa Lintas Arta, dan PT Sarana Insan Muda Selaras, yang terbagi dalam 11 daerah paket pekerjaan.

Program desa pintar ini ditujukan bagi sekitar 5.748 kecamatan di seluruh Indonesia. Lokasi pengadaan layanan internet ini diusahakan di tempat strategis di kecamatan sehingga mudah diakses dan berada dekat dengan lembaga pemerintahan, pendidikan.

Layanan akses internet desa ini digunakan menjadi tempat pengenalan internet dan komputer guna meningkat produktivitas dan pemanfaatan untuk peningkatan ekonomi (seperti kursus, pelatihan atau tempat praktik bagi sekolah-sekolah yang belum mempunyai laboratorium komputer).

Melihat perkembangan ini, sepertinya negeri ini memang sedang berjalan mundur, seharusnya semangat RT/RW Net itu yang diadopsi pemerintah. Bagaimanapun mereka dengan dana dan alat seadanya mampu secara swadaya menyelenggarakan akses internet tanpa bantuan pemodal. (AWE)

Jumat, 19 Maret 2010 | 03:35 WIB

Posisi DNPI Tak Jelas: Perubahan Iklim Sudah Terasa

Mengoordinasikan kegiatan adaptasi, mitigasi, alih teknologi, dan pendanaan untuk mengantisipasi risiko bencana akibat perubahan iklim merupakan tugas Dewan Nasional Perubahan Iklim atau DNPI. Namun, kewenangan itu tidak berjalan karena posisi DNPI tidak jelas.

Sesuai dengan Peraturan Presiden (PP) Nomor 46 Tahun 2008, untuk mengantisipasi bencana akibat perubahan iklim, dibentuklah DNPI. Institusi ini bertugas mengoordinasikan kegiatan adaptasi, mitigasi, alih teknologi, serta pendanaan. Meski demikian, tidak dijelaskan di mana institusi ini dalam struktur tata pemerintahan.

”Sampai sekarang sudah terjadi satu kali pembahasan untuk meletakkan posisi DNPI di bawah Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat,” kata Sekretaris DNPI Agus Purnomo, akhir pekan lalu di Jakarta.

Menurut Agus, kemungkinan DNPI akan berada di bawah Menkokesra. Selama ini alokasi anggaran DNPI masih di bawah Sekretariat Kementerian Lingkungan Hidup.

Dipimpin presiden

Beberapa waktu lalu Ketua Harian DNPI Rachmat Witoelar dalam rapat dengar pendapat di Komisi VII DPR menyatakan, besarnya alokasi dana DNPI pada tahun 2009 sebesar Rp 30 miliar. Dana itu disalurkan melalui Sekretariat Menteri Lingkungan Hidup.

Berdasarkan PP No 46/2008, DNPI dipimpin langsung presiden. Menkokesra dan Menko Perekonomian menjadi Wakil Ketua DNPI. Ketua Harian DNPI Rachmat Witoelar menjabat sekaligus anggota bersama 17 menteri lainnya beserta Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).

Ketidakjelasan posisi DNPI ini menyebabkan tugas-tugas DNPI tidak bisa dilaksanakan secara optimal.

Staf Ahli Menteri Lingkungan Hidup Bidang Lingkungan Global dan Kerja Sama Internasional Liana Bratasida mengatakan, status DNPI semestinya diperjelas.

Beberapa negara, seperti Denmark, Inggris, dan Australia, secara tegas membentuk Kementerian Perubahan Iklim dan Energi. Negara-negara tersebut sangat serius menghadapi dampak perubahan iklim yang sudah terjadi di depan mata dan dampaknya sangat terasa.

”Semestinya kita sekarang juga memerlukan sebuah Kementerian Perubahan Iklim dan Energi atau Kementerian Perubahan Iklim dan Hutan,” kata Liana. (NAW)

Senin, 22 Februari 2010 | 03:04 WIB

Jakarta, Kompas - http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/02/22/03045091/posisi.dnpi.tak.jelas

Deklarasi Nusa Dua Disepakati

Forum Menteri Lingkungan Hidup Global menyepakati Deklarasi Nusa Dua. Deklarasi tersebut menegaskan pentingnya keanekaragaman hayati, menekankan mendesaknya aksi menanggapi tantangan perubahan iklim, serta menekankan peluang transisi ke arah ekonomi hijau yang efisien sumber daya karbon.

Forum 11th Special Session of the United Nations Environment Programme (UNEP) Governing Council/Global Ministerial Environment Forum juga menggarisbawahi perlunya bentuk tata kelola (governance architecture) dari urusan lingkungan global yang telah demikian kompleks dan terfragmentasi. Demikian disampaikan Direktur Eksekutif UNEP Achim Steiner seusai penutupan sidang pleno, Jumat (26/2) di Nusa Dua, Bali.

”Dunia menghadapi erosi lingkungan, tantangan dari polusi bahan kimia dan limbah serta isu-isu perubahan iklim. Maka, status quo tak dapat diterima lagi. Perubahan sikap sudah amat mendesak,” kata Steiner. Pada hari terakhir forum yang berlangsung 24-26 Februari tersebut disepakati enam keputusan.

”Setelah pertemuan Rio+20 kami akan membentuk badan khusus untuk memikirkan soal tata kelola pengurusan isu iklim yang terfragmentasi dan demikian kompleks,” ujar Steiner.

Delegasi dari 130 negara dengan 90 anggota setingkat menteri yang hadir di Nusa Dua juga menyepakati perlunya dimensi kelautan dimasukkan pada persoalan pembangunan berkelanjutan. Dikatakan, laut merupakan entitas yang melepaskan gas rumah kaca karena kondisinya semakin menurun akibat polusi. Isu kelautan merupakan keputusan amat penting karena bisa dipertimbangkan untuk mitigasi dalam isu perubahan iklim. ”Namun, disadari perlunya konservasi,” ujar Deputi Direktur Eksekutif UNEP Angela Cropper.

Membangun kepercayaan

Sementara itu, pagi harinya berlangsung pertemuan informal antara menteri-menteri lingkungan yang hadir pada 11th Special Session of the UNEP Governing Council/Global Ministerial Environment Forum di Nusa Dua, Bali. Dalam pertemuan yang dihadiri sekitar 100 anggota delegasi setingkat menteri itu muncul kesepakatan untuk mendorong proses pengambilan keputusan dalam konferensi perubahan iklim secara inklusif, transparan, dan terbuka.

”Kami memandang perlu membangun kembali rasa percaya diri dan saling percaya karena setelah konferensi di Kopenhagen ada persepsi dan defisit kepercayaan karena substansi dan proses penyusunan Copenhagen Accord telah mengecewakan dan memunculkan ketidakpercayaan beberapa negara,” ujar Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa.

Hal senada diungkapkan Sekjen Kerangka Kerja Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Perubahan Iklim (UNFCCC) Yvo de Boer.

Sementara itu, Menteri Lingkungan Meksiko Juan Rafael Elvira Quesada, ”Untuk mencapai hasil harus melalui proses di mana semua pihak kita dengarkan dan konsultasikan.”

Menurut Menteri Lingkungan Hidup Gusti Muhammad Hatta, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan, Indonesia bersedia memfasilitasi pertemuan-pertemuan menjelang COP-16 di Cancun, Meksiko, jika memang dikehendaki negara-negara pihak.

Ketua Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) Rachmat Witoelar menegaskan ucapan Marty, bukan perbedaan yang ditekankan, melainkan upaya menjembatani antaranggota. (ISW)

Emisi Kota Capai 75 Persen Jakarta Berkelanjutan Belum Terlambat

Emisi kota-kota di dunia cukup tinggi, yaitu hingga 75 persen. Indonesia pun terlibat dalam pengembangan pola pikir baru serta kebijakan inovatif untuk mewujudkan kota berkelanjutan bersama negara Asia-Pasifik lainnya.

”Selama tiga hari ke depan, pertemuan ini untuk mengembangkan blue print atau acuan serta peta jalan mewujudkan kota-kota berkelanjutan,” kata Deputi Menteri Lingkungan Hidup Bidang Lingkungan Global dan Kerja Sama Internasional Liana Bratasida, saat Pertemuan Pejabat Tingkat Menteri Lingkungan Hidup anggota ASEAN beserta enam negara Asia-Pasifik lainnya, Selasa (2/3), di Jakarta.

Keenam negara Asia-Pasifik tersebut meliputi Jepang, China, Republik Korea, India, Australia, dan Selandia Baru. Kegiatan berlangsung pada 2-4 Maret 2010.

Sebanyak tujuh kota ditunjuk sebagai materi pembahasan studi kasus kota berkelanjutan, di antaranya Balikpapan, Jakarta Pusat, dan Palembang di Indonesia. Kota lainnya adalah Kitakyushu dan Nagoya di Jepang, Sibu (Malaysia), serta Puerto Princesa (Filipina).

Selain bertujuan membentuk blue print kota berkelanjutan di wilayah Asia-Pasifik, pertemuan itu juga untuk mewujudkan kerja sama dan menjalin jaringan yang menguntungkan.

”Ada tiga indikator yang harus diwujudkan, yaitu clean air(udara bersih), clean water (air bersih), dan clean land (tanah bersih),” ujar Liana.

Pada pembukaan kegiatan itu kemarin, hadir memberikan sambutan Menteri Lingkungan Hidup Gusti Muhammad Hatta, Wakil Menteri Lingkungan Hidup Jepang Hikaru Kobayashi, mantan Menteri Lingkungan Hidup Emil Salim, dan Ryoiki Hirono dari Universitas Seikei, Jepang.

Hatta menekankan pentingnya pemerintah kota mengembangkan kerja sama untuk mewujudkan konsep kota hijau dan berkelanjutan. Pemerintah kota memegang peranan paling penting untuk pengendalian pemanasan global yang mengakibatkan perubahan iklim.

Kota Jakarta

Emil Salim di dalam konferensi pers mengemukakan, wilayah Jakarta Pusat menjadi salah satu studi kasus dalam pembahasan kota berkelanjutan. Wilayah kota yang menjadi pusat ibu kota Republik Indonesia saat ini dihadapkan pada kondisi buruknya saluran air. Akibatnya, saat hujan deras, hanya dalam waktu singkat terjadi banjir.

”Dalam waktu 10 hingga 15 tahun ke depan, Jakarta belum tenggelam. Kesempatan itu cukup untuk mencegah supaya Jakarta tetap tidak tenggelam,” kata Emil Salim.

Menurut Emil, terdapat tiga persoalan paling penting untuk segera ditangani dalam mewujudkan Jakarta sebagai kota berkelanjutan. Ketiga hal itu adalah persoalan sampah, sungai, dan penghijauan.

”Surabaya dan Kitakyushu di Jepang memiliki pola yang sama dalam hal penanganan sampah yang baik,” kata Emil.

Hikaru Kobayashi menerangkan, persoalan sampah ditangani Jepang secara saksama. Bahkan, berbagai jenis sampah yang tidak bisa ditangani negara tertentu dapat diatasi di Jepang. ”Sampah di Jepang pada umumnya diupayakan supaya bisa dipergunakan kembali,” kata Kobayashi.

Deputi Menteri Lingkungan Hidup Bidang Tata Lingkungan Hermien Roosita dalam konferensi pers itu menyatakan, berkaitan dengan sampah, Indonesia tetap memegang aturan pelarangan impor sampah yang mengandung bahan beracun dan berbahaya (B3).

”Itulah tujuan kita meratifikasi perjanjian Basel untuk melindungi diri dari limbah B3,” ujar dia.

Pemerintah Kota Balikpapan, Kalimantan Timur, satu di antara tujuh kota yang digunakan untuk studi kasus kota berkelanjutan, disebutkan memiliki target melindungi 52 persen area hijau pada tahun 2030.

Selebihnya, kota-kota lainnya menempuh target dengan mereduksi emisi karbon melalui pemanfaatan sumber energi terbarukan, penanaman pohon, dan pengembangan manajemen sampah. (NAW)

PERTAMBANGAN:Batu Bara Kalimantan Dikeruk untuk Dinikmati Asing

Sekitar 160 juta ton dari 200 juta ton batu bara Kalimantan diekspor ke mancanegara setiap tahun. Sisanya, 40 juta ton, untuk pembangkit listrik tenaga uap dan industri dalam negeri, terutama Jawa dan Sumatera. Ironisnya, Kalimantan hanya kebagian 4 juta ton sehingga tidak bisa lepas dari jeratan krisis listrik.

Koordinator Jaringan Advokasi Tambang Kalimantan Timur Kahar Albahri mengemukakan itu dalam kuliah umum di Universitas Mulawarman, Samarinda, Selasa (9/3). Acara itu juga menghadirkan Erwiza Erman, peneliti sejarah tambang dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Kahar menguraikan, 140 juta ton batu bara ditujukan untuk negara-negara Asia (Jepang, Korea Selatan, China, dan India). Sekitar 18 juta ton ke Eropa. Adapun 4 juta ton dikirim ke Amerika, Australia, dan Afrika. ”Warga Kalimantan justru dibiarkan mengalami krisis energi,” katanya.

Erwiza mengatakan, ekspor batu bara Kalimantan merupakan warisan kebijakan ekonomi politik Belanda. Belanda mengeruk mineral dari Kalimantan kemudian dijual ke mancanegara, sedangkan yang dari Sumatera untuk konsumsi dalam negeri. ”Celakanya, entah karena alasan apa, pemerintah sekarang menjalankan warisan kolonial itu,” kata Erwiza.

Kahar menambahkan, pola-pola penjajahan sumber daya alam pada masa sekarang bisa dilihat dari obral kuasa pertambangan (KP) batu bara yang diterbitkan bupati dan wali kota. Di Kaltim terdapat 1.212 KP. Sebanyak 687 di antaranya ada di Kabupaten Kutai Kartanegara. Adapun di Samarinda, ibu kota Kaltim, terbit 76 KP sehingga menjadikannya kota tambang.

Erwiza menilai, banyaknya KP itu mencerminkan pemerintah daerah bak raja-raja kecil yang rakus. Itu terjadi akibat pemerintah bersekongkol dengan pengusaha tambang. Pemerintah berlindung di balik alasan ingin menikmati pendapatan asli daerah (PAD) yang tinggi dan membuka lapangan pekerjaan.

Padahal, kata Erwiza, boleh jadi penerbitan KP itu dilatarbelakangi politik balas budi. Bupati atau wali kota memberikan konsesi tambang kepada pengusaha yang sukses mengantarkannya memenangi pemilihan umum kepala daerah. ”Sinergi itu yang berbahaya,” kata Erwiza.

Anggota DPRD Kaltim, Sudarno, sepakat dengan pendapat Erwiza dan Kahar. Adapun Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kota Samarinda Rusdi AR bersikukuh maraknya KP untuk menciptakan lapangan kerja dan mendongkrak PAD Samarinda.

Di Penajam, Kepala Bagian Humas Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara Thohar membenarkan, pemerintah bersikap tegas mencabut 19 KP batu bara yang tidak serius melaksanakan tahapan pertambangan.

Sementara Rektor Universitas Lambung Mangkurat (Unlam) Muhammad Rasmadi, di Banjarmasin, mengatakan, pihaknya sudah dua kali ditemui tim perusahaan tambang PT Freeport Indonesia yang menjajaki kerja sama menyangkut reklamasi dan pemanfaatan bekas tambang.

Selama lima tahun terakhir, menurut dia, Unlam sudah bekerja sama dengan sedikitnya tiga perusahaan tambang untuk melakukan reklamasi. Ketiga perusahaan itu adalah PT Adaro Indonesia tahun 2005, tahun terakhir dengan PT Jorong Barutama Greston (JBG), dan PT Arutmin Indonesia. (BRO/WER)

LINGKUNGAN: Perusakan Alam Kalimantan Sistematis


Perusakan tanaman dan kehidupan di Pulau Kalimantan ternyata berlangsung sistematis selama hampir 50 tahun terakhir. Hal ini terlihat dari eksploitasi hutan yang dilakukan habis-habisan dan pengerukan tambang besar-besaran.

Sampai tahun 80-an, jutaan hektar hutan Kalimantan dibabat oleh pemegang hak pengusahaan hutan (HPH). Setelah era itu berakhir, kini sekitar 200 juta ton batu bara dikeruk tiap tahunnya. Akibatnya, warga Kalimantan hidup dalam krisis air, krisis pangan, dan krisis energi.

Peneliti pada Sekolah Ekonomika Demokratik, Hendro Sangkoyo, mengemukakan itu saat kuliah umum di Universitas Mulawarman, Kota Samarinda, Kalimantan Timur, Rabu (10/3).

Hendro mengatakan, perusakan sistematis bermula dari kebijakan tata guna lahan guna pemanfaatan sumber daya alam, yang disebutnya instrumen regulasi atau protokol yang tidak beres, dari hasil persekongkolan penguasa dan pengusaha.

”Kebijakan melahirkan bentang alam dikapling-kapling oleh pengurus publik (penguasa) untuk kepentingan pengusaha,” kata Hendro. Pengaplingan lahan dilakukan sejak awal Orde Baru.

Koordinator Jaringan Advokasi Tambang Kaltim Kahar Albahri menambahkan, setelah hutan habis, perusakan berlanjut dengan eksploitasi pertambangan. Untuk batu bara, di Kaltim terdapat 1.212 kuasa pertambangan (KP) yang diterbitkan pemerintah kabupaten/kota dan 33 izin dari pusat. Sekitar 120 juta ton batu bara dikeruk dari bumi Kaltim setiap tahun.

Padahal, eksploitasi hutan dan mineral telah mengubah fungsi bentang alam yang semula sebagai ekosistem pelindung kehidupan di dalamnya. Kerusakan hutan mengakibatkan manusia kehilangan sumber air. Pembukaan lahan untuk tambang membuat warga petani kehilangan sumber-sumber pangan. Yang ironis, sebagian besar hasil hutan dan mineral ternyata diekspor.

”Tidak mengherankan kalau sepuluh tahun mendatang Kalimantan benar-benar menghadapi krisis air, pangan, dan energi,” kata Hendro.

Untuk itu, masyarakat dan pemerintah perlu sadar dan secepatnya mengubah persepsi atau rasionalitas terhadap pemanfaatan sumber daya alam. Harus dibuat neraca produksi dan konsumsi air, pangan, dan energi yang jelas guna menjamin kehidupan warga pada masa mendatang.

Dia menyarankan, semua peraturan ditelisik dan yang merugikan diganti. Namun, aturan yang baru harus cerdas dan kontekstual sesuai dengan kondisi masyarakat. ”Kearifan-kearifan lokal perlu dipertahankan. Apa yang bisa dikerjakan untuk menyelamatkan Kalimantan segera dikerjakan,” katanya.

Di Jambi, muncul desakan kepada kalangan pembeli dan kreditor untuk menghentikan sementara penggunaan produk kertas dan bubur kertas dari produsen dalam negeri. Penghentian sementara itu berlaku hingga para produsen melaksanakan komitmen tidak menebang kayu dalam hutan alam dan hutan gambut, serta menyelesaikan konflik dengan masyarakat adat dalam hutan.

Menurut Rivani Noor, Direktur Community Alliance for Pulp Paper Advocacy (Cappa), industri kertas dan bubur kertas masih mengandalkan pembukaan lahan hutan hujan tropis di Sumatera dan Kalimantan. ”Sektor industri ini berencana mengeringkan lahan g
ambut untuk perkebunan industri seluas sembilan juta hektar,” ujarnya kemarin.(BRO/ITA)

Wednesday, March 10, 2010

IMF Sarankan Cara Peroleh Dana Untuk Perubahan Iklim

Ketua Dana Moneter Internasional memberikan usulan rancangan terhadap pemerintah dari seluruh dunia terkait pendanaan untuk masalah adaptasi terhadap perubahan iklim. Dana tersebut diusulkan sebaiknya dikumpulkan menjadi satu.

Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Dominique Strauss-Kahn mengatakan, dana yang dibutuhkan tersebut jumlahnya sedemikian besar sehingga akan memengaruhi ekonomi global.

Dia berpendapat, usulan tersebut bisa jadi akan memuluskan jalan tercapainya kesepakatan yang mengikat di antara negara-negara anggota pada Kerangka Kerja Konvensi PBB untuk Perubahan Iklim (UNFCCC).

Kesepakatan itu amat diharapkan terjadi pada akhir tahun lalu pada Konferensi Perubahan Iklim PBB di Kopenhagen, Denmark, tetapi ternyata gagal.

Strauss-Kahn mengusulkan agar setiap negara mengadopsi sistem kuota, seperti saat mereka ingin mendapatkan dana untuk negara mereka sendiri. Menurut dia, cara ini akan jauh lebih cepat dibandingkan dengan menaikkan pajak karbon (carbon taxes) atau pengumpulan dana dengan metode lain.

Usulan tersebut baru akan disusun secara lebih detail dan disampaikan pada akhir pekan ini. Belum jelas bagaimana proposal itu akan disampaikan.

Cara yang dilakukan IMF selama ini, yaitu mengumpulkan dana dari 185 negara anggotanya, terutama dengan sistem kuota yang berbasis pada kekuatan ekonomi setiap negara secara proporsional. Amerika Serikat kini merupakan pemegang saham terbesar.

”Kita semua tahu bahwa pajak karbon dan cara lain mengumpulkan dana akan memakan waktu. Dan, kita tidak memilikinya. Jadi, kita membutuhkan solusi yang tampaknya sementara yang akan menjembatani masa kini dengan saat ketika pajak karbon tersebut cukup besar untuk bisa digunakan,” ujar Strauss-Kahn. ”Itulah sebenarnya isi proposal kami,” ujarnya.

Menurut dia, Copenhagen Accord yang dihasilkan dari konferensi di Denmark memang telah menyebutkan dana 100 miliar dollar AS yang akan dibutuhkan untuk program-program pada tahun 2020. Program tersebut, antara lain, membantu negara-negara miskin menghadapi kekeringan, banjir, dan masalah kekurangan pangan yang diperkirakan akan terjadi sebagai dampak perubahan iklim.

Aktivis anti-kemiskinan, Vitalice Meja—koordinator Reality of Aid Africa—mengatakan, IMF tidak semestinya terlibat dalam urusan perubahan iklim karena di Afrika, IMF justru telah turut mendorong kebijakan yang meningkatkan aktivitas eksploitasi bahan bakar fosil yang berkontribusi pada emisi gas rumah kaca penyebab pemanasan global-pemicu perubahan iklim.

”IMF bertanggung jawab pada pola konsumsi yang menyebabkan krisis iklim yang kita hadapi. Lagi pula mereka tidak memiliki keahlian ataupun kewenangan moral untuk berdiskusi tentang isu perubahan iklim,” ujarnya.

Semua peserta konferensi yang gagal mencapai kesepakatan yang mengikat di Kopenhagen sepakat untuk merancang pengendalian emisi gas rumah kaca secara sukarela. Perubahan iklim, oleh para ahli klimatologi, diyakini bakal meningkatkan intensitas dan frekuensi bencana terkait iklim.

Lebih dari 190 negara akhir tahun ini akan berkumpul lagi dalam konferensi serupa di Cancun, Meksiko. Di sana Diharapkan dapat tercapai kesepakatan yang mengikat sebagai pengganti periode pertama Protokol Kyoto yang berakhir 2012. (AP/ISW)

Selasa, 9 Maret 2010 | 04:05 WIB

NAIROBI, SENIN -  http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/03/09/04054172/imf.sarankan.cara.peroleh.dana

Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Marke

  | Carbon Policy Lab Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Market Indonesi...