Showing posts with label Angkasa. Show all posts
Showing posts with label Angkasa. Show all posts

Friday, August 27, 2010

"Bulan Kembar" di Pertengahan Ramadhan

 Langit malam pertengahan bulan, 16 Ramadan 1431 H yang jatuh pada hari Kamis (26/8/2010) dihiasi fenomena astronomis yang unik. Dari sekitar Jakarta, cuaca sangat cerah sehingga bulan purnama kelihatan begitu terang, apalagi ditemani kerlap-kerlip bintang dan planet. Ket.Gbr: Bulan purnama ditemani planet yang bersinar.

Ada yang berbeda malam ini. Selain munculnya bulan penuh, hanya sehari usai purnama kemarin, seperti setiap tengah bulan hijriah lainnya, langit malam beberapa minggu ini juga dihiasi planet-planet yang tergolong sangat terang, seperti Yupiter dan Venus. Kedua planet yang tergolong paling terang di antara planet dan bintang di langit muncul bergantian menemani terangnya bulan.

Fenomena tersebut pantas dijuluki "bulan kembar" meski bulan purnama tentu jauh lebih terang dari planet-planet itu. Andai kebetulan langit cerah dan tak tertutup awan tebal, tak lama setelah Matahari terbenam di ufuk barat, langit malam berganti dihiasi terangnya bulan purnama di timur. Di barat, Venus menampakkan cahayanya yang saking terangnya sampai dijuluki sang bintang Kejora.

Venus tak muncul lama karena ia hanya ada sekitar 90 menit sebelum tenggelam. Namun, tak lama kemudian, dari ufuk barat terbit Planet Yupiter sekitar pukul 20.45 saat jaraknya hanya sekitar 6 derajat di bawah bulan.
Jarak rata-rata Yupiter dan Bulan tampak  kira-kira hanya setengah kepalan tangan saja. Keduanya akan bergerak selaras ke arah barat dan bisa dilihat sepanjang malam sampai waktu sahur sekitar pukul 03.00, Jumat (27/8/2010).

Malam ini Yupiter yang merupakan planet terbesar di tata surya memang terlihat lebih terang. Saat ini kebetulan planet tersebut sedang di posisi perihelium, jarak terdekat dengan Matahari, sehingga terlihat lebih besar dari Bumi.

Dibanding saat aphlium atau jarak terjauh dengan Matahari, yang terjadi tahun 2005, ukurannya terlihat 11 persen lebih besar dan tingkat keterangannya sampai 1,5 kali lipat dilihat dari Bumi.

Tentu fenomena tersebut hanya kebetulan terjadi pada bulan Ramadan kali ini. Namun, keunikan tersebut tentu pantas diamati meski sekadar disaksikan sekilas saja untuk mengingatkan kita terhadap kebesaran Sang Pencipta. Apalagi kalau Anda punya teleskop, peristiwa ini tentu haram dilewatkan. (Space.com)

Monday, September 21, 2009

Kupu-kupu Elok Tertangkap Hubble


Setelah mengalami perbaikan, teleskop ruang angkasa Hubble kembali menampilkan foto-foto menakjubkan, salah satunya kupu-kupu angkasa dengan cahaya-cahaya elok. Ket.Foto: Kupu-kupu angkasa yang tertangkap Teleskop Hubble, sebenarnya adalah kumpulan debu dan gas panas tempat terbentuknya bintang-bintang.

Dengan pemasangan dua kamera baru dan beberapa perbaikan, Hubble mendapatkan foto galaksi-galaksi dan nebula—kabut gas dan debu bintang—lebih tajam dibanding gambar yang pernah diambil sebelumnya. Hubble juga berhasil menangkap cahaya-cahaya baru yang belum pernah dilihat.

Salah satu yang kemudian menjadi perbincangan adalah nebula yang menjadi tempat lahirnya bintang-bintang baru. Nebula berbentuk kupu-kupu ini memancarkan gas dan debu panas yang mengembang menyerupai sayap.

Foto-foto lain yang tak kalah indah adalah drama kosmis tentang kelahiran dan kematian bintang-bintang. Salah satunya memperlihatkan Carina Nebula, tempat kelahiran bintang berjarak 7.500 tahun cahaya. Satu tahun cahaya adalah jarak yang bisa ditempuh cahaya selama setahun atau sekitar 9,6 triliun kilometer. Dalam foto tampak awan kemerahan yang dibombardir radiasi. Saat Hubble menggunakan spektrum cahaya berbeda, awan-awan itu menghilang dan tampaklah bintang-bintang muda berumur sekitar 100.000 tahun.

Foto yang berbeda memperlihatkan ribuan kelompok bintang yang tersebar dalam cahaya putih di antara titik-titik biru yang merupakan bintang panas dan titik-titik merah bintang yang lebih dingin.

Foto-foto Hubble ini diambil dalam galaksi Bima Sakti, kecuali lima galaksi spiral yang difoto dalam satu frame.

Dengan kemampuan barunya, Hubble akan mengarahkan kamera ke ujung terjauh jagat raya dan mengambil foto angkasa beberapa saat setelah Big Bang atau ledakan besar yang diyakini sebagai awal terbentuknya semesta.

SENIN, 21 SEPTEMBER 2009 | 10:23 WIB

Awas, Serangan Matahari Terhadap Bumi Komunikasi Bisa Mati


Matahari bisa menyerang Bumi dengan angin kuat, yang dapat mengganggu komunikasi, penerbangan dan saluran listrik bahkan ketika Matahari berada dalam tahap tenang di lingkaran 11-tahunnya. Ket.Foto: Matahari menyerang bumi dengan badai geomagnetik

Beberapa pengamat sejak lama telah menggunakan jumlah titik surya di permukaan Matahari untuk mengukur kegiatannya. Jumlah titik Matahari mencapai puncak pada apa yang disebut maksimum surya, kemudian turun untuk mencapai minimum selama satu lingkaran.

Pada puncaknya, lidah api surya yang sangat kuat dan badai geomagnetik menyemburkan sangat banyak energi ke antariksa, menggilas ladang magnetik yang melindungi Bumi, merontokkan satelit, mengganggu komunikasi dan mengakibatkan pancaran cahaya warna-warni.

Namun para ilmuwan di National Center for Atmospheric Research di Amerika Serikat dan University of Michigan mendapati bahwa Bumi dibombardir dengan angin surya secara gencar tahun lalu kendati Matahari berada pada tahap yang sangat tenang.

"Matahari terus mengejutkan kita. Angin surya dapat menghantam Bumi seperti selang pemadam, bahkan ketika jelas-jelas tak ada bintik surya," kata Sarah Gibson dari High Altitute Observatory di pusat itu dan pemimpin penulis studi tersebut.

Para ilmuwan sebelumnya mengira sebagian besar arus energi tersebut hilang saat lingkaran surya mendekati minimum.

Gibson dan timnya, yang juga meliputi para ilmuwan dari NOAA dan NASA, membandingkan pengukuran dari jeda minimum surya saat ini, yang diambil pada 2008, dengan pengukuran minimum terakhir surya pada 1996.

Penelitian itu, yang disiarkan di dalam Journal of Geophysical Research, terbitan paling akhir, mendapati kelaziman arus berkecepatan tinggi selama minimum surya pada 2008 tampaknya berkaitan dengan tatanan Matahari saat ini.

Saat jumlah bintik surya berkurang selama beberapa tahun belakangan ini, banyak lubang besar terbentuk di permukaan Matahari di dekat garis tengahnya.

Arus berkecepatan tinggi yang berhembus dari lubang itu menelan Bumi selama 55 persen masa studi pada 2008, dibandingkan dengan 31 persen pada masa studi 1996. Satu arus partikel yang terpancar dapat berlangsung selama 7 sampai 10 hari.

"Pengamatan baru dari tahun lalu mengubah pemahaman kami mengenai betapa jeda tenang surya mempengaruhi Bumi dan bagaimana serta mengapa ini mungkin mengubah dari satu lingkaran ke lingkaran lain," kata penulis bersama studi itu Janet Kozyra dari University of Michigan.



Wednesday, September 16, 2009

Misteri Terpecahkan: Cahaya Indah di Langit Ternyata Air Seni Astronot

Beberapa hari lalu, para pengamat langit terpesona oleh jejak cahaya indah di angkasa yang tampak seperti fenomena langit misterius. Mereka bertanya-tanya, apakah yang mereka lihat, sebelum akhirnya mengetahui cahaya indah itu berasal dari air seni para astronot. Ket.Foto: Foto yang diambil Abe Megahed dari Madison, Wisconsin, Rabu, yang memperlihatkan cahaya di langit saat pesawat ulang alik Discovery membuang air kotor.

Cahaya berkilau yang terlihat Rabu malam itu muncul saat astronot dalam pesawat ulang alik Discovery membuang tangki air kotor ke angkasa.

Pembuangan air itu dilakukan pilot misi penerbangan STS-128 Kevin Ford, yang membuang air seni dan air buangan lain dari atas pesawat ulang alik sebelum mendarat ke Bumi. Air yang dibuang sekitar 68 kilogram. Pantulan cahaya matahari membuat air buangan itu terlihat berkilau dari Bumi.

Discovery sebelumnya berkunjung ke stasiun antariksa internasional (ISS). Namun, dalam kunjungan 10 hari itu, pesawat tidak diperkenankan membuang sampahnya agar tidak mengkontaminasi modul Kibo.

Modul Kibo adalah laboratorium riset buatan Jepang yang dipasang di ISS guna melakukan berbagai percobaan dalam lingkungan antariksa. Air buangan dari pesawat dikhawatirkan membuat eksperimen terkontaminasi.

Air buangan biasanya membeku dan membentuk awan butiran es. Saat terkena sinar matahari, butiran itu berubah menjadi uap air dan tersebar ke angkasa. Nah, air buangan itulah yang terlihat sebagai cahaya indah dari Bumi.

Minggu, 13 September 2009 | 11:34 WIB

KOMPAS.com —  http://sains.kompas.com/read/xml/2009/09/13/1134171/misteri.terpecahkan.cahaya.indah.di.langit.ternyata.air.seni.astronot

Monday, August 24, 2009

Jejak Astronot Terlihat di Bulan


Foto-foto terbaru dari wahana penjelajah Bulan milik NASA sepertinya bakal mengakhiri perdebatan, apakah astronot AS benar-benar pernah mendarat di Bulan.

Foto-foto yang diambil dari kamera wahana Lunar Reconnaissance Orbiter (LRO) itu menunjukkan jejak-jejak kaki dua astronot Apollo yang berusaha mencapai sebuah kawah di Bulan. Ket Foto: James Irwin, astronot Apollo 15 sedang menjelajahi bulan.


Foto tersebut memperlihatkan dataran di sekitar lokasi pendaratan Apollo 14, tempat astronot Alan Shepard dan Edgar Mitchell menjejakkan kaki di bulan pada 5 Februari 1971 menggunakan pendarat Antares.

Foto yang diperlihatkan minggu lalu itu menunjukkan bahwa kedua astronot sempat mendekati bibir kawah Cone Crater pada jarak sekitar 30 meter sebelum mereka memutuskan untuk kembali lagi.

Sekilas, foto tersebut memperlihatkan permukaan bulan yang polos tanpa ada tanda-tanda kehadiran manusia. Namun, jika diamati lebih detail, terlihat beberapa jejak pendaratan Antares dan keberadaan astronot yang tampak di sisi kiri bawah foto. Jejak sepatu Shepard dan Mitchell terlihat sedikit lebih gelap dibanding dataran sekitarnya.

Wilayah bulan yang dieksplorasi Shepard dan Mitchell dalam misi Apollo 14 adalah daerah berbukit dan berbatu yang disebut dataran tinggi Fra Mauro. Misi ini adalah yang ketiga dari enam kali pendaratan Apollo ke Bulan antara 1969 dan 1972.

LRO sebelumnya sudah mengirimkan foto lokasi pendaratan Apollo 14 serta daerah yang dikenal sebagai Tranquility Base, lokasi pendaratan pertama di Bulan. Tranquility Base didarati astronot Apollo 11 pada 20 Juli 1969.
.
Perburuan Cone Crater

Pada 6 Februari 1971, pada perjalanan kedua dari kunjungan selama 33 jam di Bulan, Shepard dan Mitchell mencoba mencapai Cone Crater untuk melihat bagian dasarnya. Kawah itu berada sekitar 1,4 km dari Antares sehingga pendarat tersebut tidak terlihat oleh para astronot. Selain itu, kawasan yang berbukit menyebabkan perjalanan menjadi melelahkan.

Lebih parah lagi, Shepard dan Mitchell kesulitan mendaki di permukaan Bulan yang lembut. "Masalah lainnya, ketidakstabilan permukaan di daerah itu membuat mereka kesulitan menandai lokasi yang akan mereka lalui," tulis Shepard yang meninggal tahun 1998. "Ed dan saya kesulitan memutuskan, jalan mana yang akan kami tempuh, seberapa jauh kami sudah berjalan, dan di mana kami saat itu."

"Dan kemudian datanglah saat paling membuat frustrasi dalam perjalanan itu. Kami mengira sudah dekat dengan kawah. Namun ternyata, kami berada di tepi kawah lain yang lebih kecil, dan masih agak jauh dari Cone Crater," tulisnya. "Saat itu kami menghubungi Houston (pusat pengendali misi) dan memberi tahu posisi kami meragukan."

Keduanya akhirnya tidak melanjutkan perjalanan menuju Cone Crater dan kembali ke pendarat Antares.
Pada foto LRO, salah satu penanda lokasi yang disebut Saddle Rock—sebelumnya pernah difoto oleh Shepard dan Mitchell—bisa terlihat. Dari foto itu tampak betapa dekat sebenarnya para astronot dari tujuan mereka.

Saat Shepard dan Mitchell berjalan di permukaan Bulan, rekan mereka, Stuart Roosa, mengorbit Bulan dalam modul komando. Mereka meninggalkan Bulan pada 6 Februari 1971 dan kembali ke Bumi tiga hari kemudian.

Jakarta, 24 Agustus 2009
Source:http://sains.kompas.com/read/xml/2009/08/24/16281438/jejak.astronot.terlihat.di.bulan

WSN
Sumber : SPACE.COM

Thursday, August 13, 2009

Batu Meteor Ungkap Masa Lalu Planet Mars

Sebuah batu meteor seukuran buah semangka raksasa yang ditemukan di Planet Mars menjadi salah satu petunjuk pengungkap tabir masa lalu planet merah tersebut. Ket Foto: Awan yang terekam di atmosfer Mars dekar garis ekuatornya ini tersusun dari karbon dioksida padat (es kering).

Meteor Mars itu berbobot setidaknya 0,5 ton sehingga dianggap terlalu besar untuk menembus atmosfer Mars yang tipis dan mendarat tanpa hancur. Hal itu memunculkan dugaan atmosfer Mars pada masa lalu jauh lebih tebal dari yang diduga selama ini atau batu tersebut jatuh miliaran tahun lalu saat atmosfer Mars jauh lebih tebal.

”Ada kemungkinan, Mars mempunyai karbon dioksida padat yang dapat menyuplai gas karbon dioksida dalam jumlah besar ke atmosfer selama ’musim panas’ pada siklus iklim belakangan ini atau batu jatuh miliaran tahun lalu,” ujar Matt Golombek, anggota tim peneliti di Jet Propulsion Laboratory NASA di Pasadena, California.

Atmosfer planet dapat memperlambat kecepatan jatuh meteor karena ada gesekan. Kendaraan NASA, Opportunity, menemukan meteor mengandung logam, yang kemudian dinamai Block Island oleh para ilmuwan, pada akhir Juli lalu.

Block Island panjangnya sekitar 60 cm dan tingginya sekitar 30 cm, dengan noda kebiruan. Batu itu sepuluh kali lebih besar dari Heat Shield Rock, batu Mars lain yang ditemukan tahun 2004. (INE)
Kamis, 13 Agustus 2009 | 07:52 WIB

PASADENA, KOMPAS.com — http://sains.kompas.com/read/xml/2009/08/13/07522837/batu.meteor.ungkap.masa.lalu.planet.mars

Hujan Meteor Perseid Bisa Dilihat dari Seluruh Indonesia

Hujan meteor Perseid yang mencapai puncaknya Rabu (12/8) ini dapat terlihat di seluruh wilayah Indonesia dengan mata telanjang. Waktu terbaik untuk melakukan pengamatan adalah jelang tengah malam sampai Kamis (13/8) pukul 04.00 dini hari.

Hal tersebut dikatakan Thomas Djamaluddin, pakar astronomi dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), saat dihubungi Kompas.com sore ini. Namun, ia mengatakan, untuk dapat melihatnya, perlu prasyarat yakni jika langit cerah.

Selain itu, arah pengamatan di timur laut sampai dengan utara tidak terhalang. Sebab, meteor lewat cukup rendah, dekat horizon langit. Selain itu, bulan yang masih pada periode seperempat terakhir juga terlihat malam nanti sehingga bisa mengganggu terlihatnya hujan meteor ini.

Bagi kota besar, ada penghalang lainnya. Cahaya lampu dari berbagai sumber bisa menghalangi terlihatnya hujan meteor ini. "Tapi kemungkinan bisa melihat masih ada, asal mematikan lampu-lampu dan kalau beruntung ada meteor terang yang lewat," ujar Thomas Djamaluddin.

Sayangnya, di seluruh wilayah Indonesia, hujan meteor Perseid tidak dapat dilihat saat puncaknya karena saat hal itu terjadi, Perseid masih berada di bawah ufuk. Pengamat di Indonesia hanya bisa melihat setelah puncaknya hujan meteor Perseid.

Tapi jangan kuatir, walaupun terlewat, kalau beruntung Anda bisa melihat puluhan meteor setiap jamnya. Bagi yang terlewat dini hari nanti, masih ada kemungkinan untuk melihat hujan meteor esok dini hari pada pukul yang sama, yakni pukul 01.00-04.00 walaupun dengan jumlah lebih sedikit.

Nama Perseid diberikan karena komet-kometnya akan muncul dekat rasi bintang Perseus. Rasi bintang Perseus berada di bawah Bintang Tujuh. Bintang Tujuh sendiri berada di sebelah utara dengan tujuh bintang kecil. Meteor-meteor tersebut akan muncul dari titik radian dekat rasi tersebut.

Rabu, 12 Agustus 2009 | 16:53 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com —http://sains.kompas.com/read/xml/2009/08/12/16535719/cihui....hujan.meteor.perseid.bisa.dilihat.dari.seluruh.indonesia

Saturday, August 1, 2009

Sinar Matahari Bersifat Karsinogen

Para ahli kanker internasional menetapkan bahwa tabung yang memancarkan sinar ultraviolet (tanning beds) dan semua benda yang memancarkan radiasi ultraviolet masuk kategori atas akan risiko kanker. Mereka bahkan menempatkan tingkat bahayanya sama dengan racun arsenik dan gas mustar. Selama bertahun-tahun para ilmuwan memosisikan radiasi ultraviolet dan sinar matahari yang membuat kulit coklat sebagai ”mungkin bersifat karsinogenik”.

Analisis terbaru terdiri dari 20 kali penelitian telah menyimpulkan bahwa risiko kanker kulit telah melompat sampai 75 persen ketika orang mulai menggunakan tanning beds sebelum usia 30 tahun. Para ahli juga menemukan bahwa semua jenis ultraviolet menyebabkan mutasi yang membahayakan terhadap mencit, yang membuktikan bahwa radiasi tersebut bersifat karsinogenik. Pada penelitian sebelumnya hanya disebutkan satu jenis radiasi ultraviolet yang berbahaya. Dengan klasifikasi yang baru ini, tembakau, virus hepatitis B, dan pembersih cerobong juga bersifat karsinogenik.

Riset tersebut telah dipublikasikan di jurnal kesehatan Lancet Oncology, Rabu (29/7), oleh para ahli di International Agency for Research on Cancer di Lyon, Perancis, yang mengurus kanker dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). ”Orang perlu diingatkan akan bahaya menggunakan sunbeds,” ujar Vincent Cogliano, salah seorang peneliti kanker. ”Kami berharap, budaya yang keliru ini akan berubah sehingga para remaja tidak lagi berpikir untuk menggunakan sunbeds agar kulitnya bisa kecoklatan,” katanya.(AP/ISW)

Source:http://koran.kompas.com/read/xml/2009/07/30/0449427/kilas.iptek

Tuesday, July 21, 2009

Dari Bulan Menuju Mars

ANTARIKSA

Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat telah melewati usia emasnya pada 1 Oktober 2008 lalu. Selama 50 tahun ini, beberapa pencapaian diraih, termasuk mendaratkan Apollo di Bulan meski masih dipertanyakan.

Lonjakan yang dicapai NASA itu begitu spektakuler. Belum genap setahun Uni Soviet meluncurkan Sputnik pada 4 Oktober 1957, tahun 1958 NASA berdiri.

Kini untuk 50 tahun mendatang AS telah menyusun peta jalan pengembangan, antara lain rencana kembali ke Bulan melalui Proyek Constellation menggunakan pesawat ruang angkasa Orion dengan roket Ares I.

Orion akan mencapai Stasiun Ruang Angkasa Internasional (ISS) pada tahun 2015. Hingga tahun 2007, stasiun ruang angkasa telah 50 persen terbangun dengan melibatkan lebih dari 16 negara, terutama Rusia, Kanada, Jepang, Brasil, dan negara-negara anggota ESA (European Space Agency).

Meskipun saat ini tengah dilanda krisis keuangan, negara adidaya ini tetap berambisi menjalani misi ruang angkasanya dengan tujuan akhir—setelah Bulan—adalah mendaratkan manusia di Planet Mars.

Pada September 2010, dijadwalkan peluncuran wahana ruang angkasa NASA ketiga setelah terhenti 29 tahun setelah penerbangan pertama Columbia pada 12 April 1981. Sementara itu Endeavour telah bergabung di ISS pada Agustus 2007.

Wahana internasional seberat 100 ton itu merupakan wahana pertama di dunia yang akan menjalankan 133 misi. Namun, rencana itu terhenti karena kecelakaan Challenger pada 1986 dan Columbia pada 2003.

NASA memang bukan satu-satunya yang berencana ke Planet Merah itu. Rusia dengan melibatkan calon kosmonot dan awak ruang angkasa dari Perancis dan Jerman telah menjalani uji terbang dalam kapsul simulasi menuju Mars. Saat ini Rusia telah memiliki wahana ruang angkasa Soyuz di ISS.

Diperkirakan, pada sekitar tahun 2058, NASA akan dapat mewujudkan kapal ruang angkasa meski wahana ini belum mampu terbang lebih cepat dari cahaya.

Sekarang NASA masih fokus pada eksplorasi dan memperluas keberadaannya di seluruh tata surya tempat Bumi berada.

Untuk itu, dilakukan pembangunan teleskop radio ke Bulan kemudian mengembangkan teleskop dan teknik pencitraan baru guna meneliti planet di sistem tata surya lain. Dengan sarana ini, telah ditemukan beberapa planet mirip Bumi.

Pada saat yang bersamaan, AS mengembangkan program ruang angkasa ke arah komersial menjelang tahun 2058, menjadi lebih besar dan produktif dibandingkan dengan yang dilakukan NASA dan pihak militer.

Perusahaan swasta yang berpusat di California, misalnya, tengah mengembangkan kapsul Dragon SpaceX yang akan disandarkan di ISS. Penerbangan ruang angkasa komersial memungkinkan diselenggarakannya perjalanan di orbit Bumi rendah.

Pada setengah abad mendatang, wisata komersial ke ruang angkasa memungkinkan terselenggara setiap tahun bagi ratusan penumpang yang ingin berlibur di hotel yang mengelilingi orbit. Wahana itu diluncurkan dari bandara ruang angkasa di beberapa negara.

Dalam peta jalur pengembangan program ruang angkasa NASA juga disebutkan bahwa perjalanan mengitari Bulan juga dimungkinkan dan mendarat di Bulan serta berlibur di hotel yang berada di Laut Tranquility di Bulan.

Penulis: YUNI IKAWATI

Selasa, 21 Juli 2009 | 03:34 WIB

Source:http://koran.kompas.com/read/xml/2009/07/21/0334548/dari.bulan.menuju.mars

Mars Lebih Menarik Dibandingkan Bulan

LUAR ANGKASA

Bulan tidak lagi menarik. Planet Mars lebih menarik. ”Kadang-kadang saya berpikir saya pergi ke tempat yang salah. Mars selalu menjadi favorit saya sejak kecil dan masih begitu hingga sekarang,” ujar Michael Collins, pilot modul komando Apollo 11.

Collins dan Edwin ”Buzz” Aldrin, orang kedua yang berjalan di bulan, bersama-sama menyerukan agar Amerika Serikat menatap tujuan baru: Mars.

Menjelang peringatan 40 tahun pendaratan di bulan pada 20 Juli, mereka memberikan ceramah di Smithsonian Institutions National Air and Space Museum di Washington DC, Minggu (19/7) malam waktu setempat. Namun, mereka tidak banyak bernostalgia soal pendaratan mereka di bulan.

Hampir 500 orang yang hadir dalam acara itu tidak mendapat detail tentang bagaimana pendaratan di bulan dengan hanya sedikit bahan bakar tersisa, seperti apa bulan itu, atau seperti apa rasanya berada di sana. Bahkan, Neil Armstrong, orang pertama yang berjalan di bulan, hanya menyinggung misi Apollo 11 selama 11 detik dalam pidatonya sepanjang 19 menit. Mereka lebih banyak berbicara soal masa depan.

Buzz Aldrin mengatakan, cara terbaik untuk menghormati para astronot Apollo 11 adalah mengikuti jejak mereka untuk pergi lagi dalam misi eksplorasi baru. ”Apollo 11 adalah simbol tentang apa yang bisa dilakukan bangsa besar jika bekerja keras dan bekerja bersama. Bukankah ini waktunya untuk melanjutkan perjalanan kita?” katanya.

Badan Penerbangan dan Antariksa AS (NASA) memiliki rencana ambisius untuk kembali mengirimkan astronot ke bulan tahun 2020 untuk membangun pangkalan bulan berawak guna eksplorasi lebih jauh ke Mars dalam proyek bernama Constellation.

Meskipun tidak mengkritik rencana NASA secara langsung, Collins dan Aldrin mengatakan bulan adalah ”topi usang”. Collins menuturkan dia takut bahwa rencana eksplorasi NASA akan terhenti dengan misi kembali ke bulan.

Tahun 2035

Aldrin mempresentasikan detail tentang bagaimana kunjungan singkat ke bulan menjadi batu loncatan untuk mengunjungi Phobos, bulan Mars; Mars sendiri; dan sejumlah asteroid, seperti Apophis, yang suatu saat nanti bisa menghantam Bumi.

Dia menambahkan, Armstrong dan dirinya mendarat di bulan 66 tahun setelah Wright bersaudara pertama kali menerbangkan pesawat. Yang dia inginkan, manusia bisa mendarat di Mars 66 tahun setelah misinya ke bulan, yang artinya tahun 2035.

Christopher Kraft Jr, yang mendirikan dan mengepalai Mission Control Houston, juga mengatakan tentang ”pergi ke suatu tempat yang baru dan melakukan sesuatu yang berbeda”. ”Yang kita perlukan adalah teknologi baru. Kita tidak memilikinya sejak Apollo. Saya katakan kepada Presiden Obama, ’Mari lanjutkan. Mari berinvestasi di masa depan’,” katanya.

Hanya ada 12 orang, semuanya warga AS, yang pernah berjalan di bulan. Orang terakhir menjejakkan kaki di bulan tahun 1972 pada akhir misi Apollo.

Rencana NASA untuk mengembalikan manusia ke bulan melalui proyek Constellation terancam karena pembengkakan biaya. Semula, biaya proyek Constellation diperkirakan sekitar 150 miliar dollar AS. Akan tetapi, biaya peluncur Ares I untuk meluncurkan proyek itu ke orbit membengkak dari 26 miliar dollar AS pada tahun 2006 menjadi 44 miliar dollar AS pada tahun lalu.

Para awak Apollo 11 dijadwalkan bertemu Presiden Barack Obama di Gedung Putih Senin siang waktu setempat. Acara peringatan 40 tahun pendaratan di bulan juga digelar di Pusat Luar Angkasa Kennedy di Cape Canveral, Florida, tempat misi Apollo 11 meluncur, dan di Pusat Luar Angkasa Johnson, Houston, Texas. (ap/afp/fro)

Selasa, 21 Juli 2009 | 03:27 WIB

Source:http://koran.kompas.com/read/xml/2009/07/21/03271291/mars.lebih.menarik.dibandingkan.bulan

Saturday, July 18, 2009

Pendaratan di Bulan: Akal Sehat Vs Teori Konspirasi

KOMPAS.com — Pendaratan di Bulan—yang pertama dilakukan oleh astronot Amerika Serikat, Neil Armstrong, 20 Juli 1969—telah dicatat dalam sejarah sebagai salah satu pencapaian paling besar dari umat manusia. Namun, kini, setiap kali orang ingin merayakannya, berseliweran artikel yang melecehkannya. Kini memang dikenal istilah ”kontroversi pendaratan di Bulan”, atau malah ”The Great Moon Hoax” atau ”Kebohongan Bulan yang Hebat”.

Menurut Dr Tony Phillips, seorang pendidik sains, di situs Science@NASA, semua bermula ketika stasiun televisi Fox menayangkan program TV berjudul Conspiracy Theory: Did We Land on the Moon?, 15 Juli 2001. Sosok yang tampil dalam tayangan itu menyatakan bahwa teknologi Badan Penerbangan dan Antariksa AS (NASA) pada tahun 1960-an belum mampu untuk mewujudkan misi pendaratan di Bulan yang sesungguhnya. Namun, karena tidak ingin kalah dalam lomba ruang angkasa dalam konteks Perang Dingin, NASA lalu menghidupkan Program Apollo di studio film.

Dalam skenario ini, langkah pertama Neil Armstrong yang bersejarah di dunia lain, juga pengembaraan dengan kendaraan Bulan, bahkan ayunan golf astronot Al Shepard di Fra Mauro (salah satu tempat di Bulan) semua palsu!

Ya, menurut acara TV Fox di atas, NASA menjadi produser film yang bloon 30 tahun sebelumnya (dari saat acara tersebut ditayangkan tahun 2001). Sebagai contoh, pakar dalam acara Conspiracy Theory menunjuk bahwa dalam foto astronot yang dikirim dari Bulan tidak menampakkan bintang-bintang di langit Bulan yang gelap. Apa yang terjadi? Apakah pembuat film NASA lupa menyalakan konstelasi bintang?

NASA menyebutkan, perkara itu sudah dijawab oleh fotografer bahwa memang sulit untuk memotret satu obyek yang sangat terang dan satu obyek lain yang sangat redup di lembar film yang sama karena memang emulsi film pada umumnya tidak punya cukup ”rentang dinamik” untuk mengakomodasi obyek yang sangat berbeda tingkat terangnya. Astronot dengan pakaian angkasanya jadi obyek yang terang, dan kamera yang diset untuk memotret mereka akan membuat bintang-bintang latar belakang terlalu lemah untuk dilihat.

Lainnya yang dipersoalkan adalah foto astronot yang menancapkan bendera di permukaan Bulan, mengapa benderanya seperti berkibar bergelombang? Mengapa bisa terjadi demikian, padahal tidak ada angin di Bulan? Dijelaskan, tidak semua bendera yang berkibar membutuhkan angin. Itu karena astronotketika menanam tiang benderamemutar-mutarnya agar menancap lebih baik. Itu membuat bendera berkibar.

NASA dalam kaitan tuduhan rekayasa pendaratan Bulan ini mempersilakan siapa pun yang tetap meragukan pendaratan di Bulan untuk mengakses situs-situs BadAstronomy.com dan Moon Hoax, yang merupakan situs independen, tidak disponsori NASA. Astronom Martin Hendry dari Universitas Glasgow dalam edisi khusus ”40 Tahun Pendaratan di Bulan” Knowledge yang diterbitkan BBC juga menguraikan lagi tangkisan terhadap Teori Konspirasi.

Akal sehat

Namun, menurut Tony Phillips, bantahan paling baik atas tuduhan Kepalsuan Bulan ini adalah akal sehat. Ada selusin astronot yang berjalan di Bulan antara 1969 dan 1972. Di antara mereka masih ada yang hidup dan bisa memberikan kesaksian. Mereka juga kembali ke Bumi tidak dengan tangan kosong. Astronot Apollo membawa kembali 382 kg batu Bulan ke Bumi.

Kalau orang meragukan batu ini dari Bulan, Ilmuwan Kepala di Sains dan Eksplorasi Planet di Pusat Ruang Angkasa Johnson David McKay menegaskan bahwa batuan Bulan sangat unik, jauh berbeda dengan batuan Bumi. Pada sampel Bulan tadi, menurut Dr Marc Norman, ahli geologi Bulan di Universitas Tasmania, hampir tidak ada tangkapan air di struktur kristalnya. Selain itu, mineral lempung yang banyak dijumpai di Bumi sama sekali tidak ada di batuan Bulan. Sempat ditemukan partikel kaca segar di batuan Bulan yang dihasilkan dari aktivitas letusan gunung berapi dan tumbukan meteorit lebih dari 3 miliar tahun silam. Adanya air di Bumi dengan cepat memecahkan kaca vulkanik seperti itu hanya dalam tempo beberapa juta tahun.

Mereka yang pernah memegang batu Bulankalau di AS, seperti yang ada di Museum Smithsoniandipastikan akan melihat bahwa batu tersebut berasal dari dunia lain karena batu yang dibawa angkasawan Apollo dipenuhi kawah-kawah kecil dari tumbukan meteoroid, dan itu menurut McKay hanya bisa terjadi pada batuan dari planet (atau benda langit lain) dengan atmosfer tipis atau tanpa atmosfer sama sekali, seperti Bulan.

Dalam jurnal Knowledge, Martin Hendry masih mengemukakan sederet tangkisan terhadap argumen yang diajukan oleh penganut Teori Konspirasi, seperti tentang sudut bayangan dalam foto yang aneh. Lainnya lagi yang dijawab adalah mengapa tidak ada kawah ledakan di bawah modul Bulan (yang disebabkan oleh semburan roket modul pendarat); lalu juga mengapa sabuk radiasi Bumi tidak menyebabkan kematian pada astronot? Yang terakhir, mengapa tidak ada semburan bahan bakar yang tampak ketika modul pendarat lepas landas meninggalkan Bulan? Jawabannya karena modul Bulan menggunakan bahan bakar aerozine 50, campuran antara hidrazin dandimethylhydrazine tidak simetri yang menghasilkan asap tidak berwarna, meski kalau ada warna sekalipun kemungkinan besar juga tak terlihat dengan latar belakang permukaan Bulan yang disinari Matahari.

Masa depan

Kini, umat manusia kembali berada dalam satu lomba angkasa baru. Dalam lomba sekarang ini, Bulan tak hanya menjadi destinasi akhir, tetapi akan dijadikan sebagai batu lompatan untuk menuju destinasi lebih jauh, misalnya Planet Mars.

Tahun 2004, Presiden (waktu itu) George W Bush mencanangkan Kebijakan Eksplorasi Angkasa yang sasarannya adalah kembali ke Bulan tahun 2020 dan selanjutnya ke Mars. Jepang tahun 2005 juga mencanangkan tekad serupa, pada tahun 2025. Kekuatan antariksa lain yang harus disebut dan juga telah menyatakan tekad mendaratkan warganya di Bulan adalah Rusia, China, dan India, juga tahun 2020.

Dalam perspektif inilah terlihat bagaimana bangsa-bangsa besar dunia bekerja keras mewujudkan impian besar. Ruang angkasa sebagai Perbatasan Terakhir (The Final Frontier) tidak saja menjanjikan prestise, tetapi juga masa depan, dan keyakinan bahwa, dengan bisa hadir di sana, ada banyak perkara di Bumi yang akan bisa ikut dibantu penyelesaiannya.

Penulis: Oleh NINOK LEKSONO

RABU, 15 JULI 2009 | 04:43 WIB

Source:http://sains.kompas.com/read/xml/2009/07/15/04431940/pendaratan.di.bulan.akal.sehat.vs.teori.konspirasi


Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Marke

  | Carbon Policy Lab Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Market Indonesi...