Showing posts with label Elektronika. Show all posts
Showing posts with label Elektronika. Show all posts

Sunday, August 30, 2009

Gelombang Ultrasonik Mampu Bunuh Nyamuk Demam Berdarah

Gelombang ultrasonik ternyata bisa membunuh serangga, salah satunya adalah nyamuk demam berdarah atau aedes aegypti.

Pancaran gelombang ini dengan kekuatan 30 KHz hingga 100 KHz secara terus-menerus dalam ruangan akan mengakibatkan terganggunya fungsi antena pada nyamuk yang berfungsi sebagai indra penerima rangsang.

Ket.Foto: AC LG Terminator diluncurkan produsen elektronik LG, Rabu(19/8). Produk ini diklaim mampu membunuh nyamuk demam berdarah sampai 70 persen. Harganya Rp 4,5 juta.

"Nyamuk akan merasa tidak nyaman dan terganggu keseimbangannya hingga akhirnya mati," kata I Wayan Teguh Wibawan, Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (IPB), dalam kesempatan peluncuran AC LG Terminator di Jakarta, Rabu (19/8).

LG, perusahaan elektronik, melakukan riset bersama ITB untuk menggabungkan teknologi gelombang ultrasonik ini ke dalam AC. Hasilnya adalah AC LG Terminator. "Kami telah melakukan riset sejak 2007," katanya.

Lebih lanjut, Wayan menuturkan bahwa percobaan dilakukan dengan melepaskan nyamuk-nyamuk aedes aegypti berjenis kelamin betina (strain liverpool) berumur 4-5 hari. Pada saat yang sama, dalam ruangan tersebut AC Terminator memancarkan gelombang ultrasonik.

Pengujian dilakukan dalam ruang pengujian standar penelitian insektisida dari Lembaga Kesehatan Dunia (WHO). "Hasilnya, gelombang ultrasonik mampu membunuh lebih dari 70 persen nyamuk yang ada di dalam ruangan dalam tempo 24 jam," ujar Wayan.

Produk yang baru dilepas di Indonesia ini dibandrol Rp 4,5 juta per unit. "Harga ini tidak mahal kalau dilihat benefit yang diterima. Misalnya melindungi keluarga kita dari nyamuk demam berdarah," kata Budi Setiawan, Direktur Penjualan LG Elektronik Indonesia.

Ia pun menganjurkan, supaya hemat energi, sebaiknya AC cukup distel pada suhu kamar 25-27 derajat celcius. "Kalau pergi, dimatikan saja AC-nya. Namun, fungsi gelombang ultrasoniknya bisa diaktifkan karena berdiri terpisah," tandas Budi.

LIPI Rintis Bioelektrik di Desa Giri Mekar





Indonesia sudah lama mengenal pemanfaatan biogas untuk memasak. Namun, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bandung mengembangkan biogas yang dikonversi ke energi listrik yang bernama bioelektrik.

"Kami buat ini karena prihatin dengan krisis energi secara global. Selain itu, Indonesia menargetkan tahun 2025 sudah tercipta energi mix dan sudah memakai 30 persen energi terbarukan," kata Aep Saepudin, Kepala Sub Bidang Sarana Rekayasa Tenaga Listrik dan Mekatronik (Telimek) LIPI Bandung, di Bandung, Jawa Barat (14/8).

1.Ket. Foto 1: (mulai dari paling atas) Kotoran sapi yang dicampur dengan air dimasukkan ke dalam digester, semacam septi tank. Setelah kurang lebih 1 bulan, biogas sudah dihasilkan dan siap dipakai untuk bahan bakar kompor dan bioelektrik.
2. Ket Foto 2: Yaya Sudrajat Sumama, peneliti LIPI, menjelaskan pada para wartawan bagaimana kinerja biogas yang dikonversi untuk energi listrik dan bahan bakar kompor biogas.
3. Ket Foto 3: Masyarakat di Kabupaten Bandung, 70 persennya berprofesi sebagai peternak sapi. Ini menjadi potensi besar untuk mengembangkan biogas, sebagaimana ada di Desa Giri Mekar, Kecamatan Cilengkrang Kabupaten Bandung Jabar (14/8).
4. Ket Foto 4: Peternak di Desa Giri Mekar Kecamatan Cilengkrang Jabar sedang mengisi digester dengan kotoran sapi dan air. Dari dalam digester inilah biogas dihasilkan.

Sejak 2008, ucap Aep, LIPI sudah melakukan penelitian bioelektrik. Tempat yang dipakai untuk percontohan adalah di Desa Giri Mekar, Kecamatan Cirengkrang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

Bahan baku energi yang dipakai adalah kotoran sapi. "Daerah sini dominan adalah peternak sapi," kata Aep singkat. Kecamatan Cilengkarang, menurut Marlan, Camat Cilengkrang, memiliki enam desa. Di pedesaan yang sebagian besar penduduknya peternak, memiliki 2.000 ekor sapi yang menghasilkan 300 ton kotoran tiap harinya.

"Selama ini kotorannya dibuang begitu saja. Kalau ke sana udaranya memang bau," tuturnya. Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa bioelektrik berbasis kotoran sapi ini sangat relevan karena berdasarkan data 2007, sampai saat ini masih ada 1.500 kepala keluarga dari 11.000 kepala keluarga yang belum bisa menikmati listrik.

"Sebagian besar mereka itu sudah memanfaatkan listrik dengan cara menyambung listrik ke tetangganya yang punya," katanya.

Dengan memanfaatkan biolektrik, Aep melanjutkan, masyarakat bisa mendapatkan energi 700 watt dari tiga ekor sapi. Selain itu, mereka bisa menghemat penggunaan bahan bakar minyak atau gas untuk memasak dan solar sampai 70 persen.

"Biogas yang dihasilkan bisa dimanfaatkan untuk memasak, listrik, dan juga kompos yang berkualitas baik," tegasnya.

Menurut Kasubid Sarana Peralatan Transportasi LIPI Arifin Nur, proses bioelektrik itu dilakukan sebagai berikut:

Dari setiap kepala keluarga yang memiliki tiga ekor sapi per harinya akan dihasilkan 45 kg kotoran. Selanjutnya, kotoran itu dicampur air dengan perbandingannya 1:2.

Campuran tersebut lalu dimasukkan ke dalam ruang kedap udara yang dinamakan digester berukuran 2 meter persegi. Setelah kira-kira sebulan, lanjut Arifin, dari digester keluarlah gas metan (CH4).

"Gas inilah yang kita sebut sebagai energi biogas. Sayangnya, dengan teknologi sekarang biogas yang dihasilkan dan ditampung dalam plastik polyetilen treptalat baru 60 persen," katanya.

Untuk itu, saat ini LIPI sedang melakukan penelitian supaya gas metan yang dihasilkan bisa mencapai 90 persen. Gas metan tersebut kemudian dialirkan menggunakan pipa paralon ke mesin. Saat inilah biogas dikonversi ke bioelektrik.

Ada dua bentuk biolektrik. Pertama disalurkan ke genset berbahan bakar bensin, yang bisa langsung dimanfaatkan. Kedua ke genset bahan bakar solar, yang dinamakan dual fuel.

"Bioelektrik dual fuel ini dapat menggantikan 70 persen penggunaan bahan bakar solar. 30 persennya solar. Dari satu liter per jam jadi 0,4 liter per jam," tutur Arifin. Kemudian ia melanjutkan, dengan kebutuhan biogas 20 liter/menit pada beban 80 persen, berarti 8 kva (kilovolt ampare), engine membutuhkan biogas sebanyak 20 liter/menit. Atau setara dengan 120 liter/jam.

Diteruskan ke daerah lain

Setelah percontohan di Giri Mekar, menurut Aep, akan diteruskan ke desa-desa terdekat. Sedangkan LIPI berperan sebagai konsultan. "Potensinya, 71 persen penduduk di Kabupaten Bandung adalah peternak sapi. Dan 30 persen kebutuhan susu nasional dipenuhi kabupaten ini," ucapnya.

Untuk itu, ke depan ia berharap masyarakat di desa energinya sudah mandiri. Dan pertaniannya organik, yang pupuknya di dapat dari limbah biogas berbasis kotoran sapi. "Dari sapi yang mereka pelihara, mereka mendapat susunya, listrik, pupuk kompos. Kalau sapi potong, ditambah dapat kulit dan dagingnya," tutur Aep.

Biayanya berapa? Untuk buat reaktor dari fiber dengan kapasitas 2.500-3.000 liter harganya Rp 3,5 juta. Harga segitu sudah mendapatkan satu sistem reaktor, penampung gas, kompor, instalasi sudah terpasang, dan biaya pemasangan.

Tuesday, July 28, 2009

Target Solusi Elektronik Dunia

Bagi kalangan industri elektronik, tidak ada istilah boleh merasa puas. Industri elektronik harus terus menggempur pasar dengan berbagai inovasi produk yang dinamis. Kekuatan riset dan pengembangan inovasi produk tadi memainkan peran kunci di sini. Semuanya lantas dikemas dalam sebuah strategi bisnis yang menjadi kunci penting. Stefanus Osa

Kekuatan riset dan pengembangan dalam menciptakan inovasi terbaru itulah yang sangat kental terungkap dalam 2009 Asia Commercial Display Road Show di Jimbaran, Bali, 2-4 Juli 2009. Berbagai produk dengan kecanggihan inovasinya ditampilkan dalam ruang pertemuan yang dihadiri perwakilan divisi Business Solutions LG Electronics se-Asia Pasifik.

Tak dapat dimungkiri, sebagian besar konsumen, khususnya di pasar domestik, sudah dirasuki dengan perang harga antarprodusen. Di satu sisi, produsen berupaya memproduksi dan memperbesar pangsa pasar. Di lain sisi, konsumen tetap saja mencari produk yang murah sekaligus kecanggihan teknologi.

Produsen elektronik LG dari Korea, misalnya, sejak meluncurkan bisnis audio mobil tahun 1971, terus berinovasi dengan berbagai pengembangan.

Bukti ketidakpuasan juga ditunjukkan dengan meluncurkan flatron untuk monitor LCD. Tahun 2008, LG pun berpartner dengan Nissan memproduksi audio-video navigasi. Tahun 2009, LG Electronics pun mengembangkan strategi bisnis dengan LG Business Solutions.

LG terus melejit dengan berbagai langkah strategis untuk memimpin pasar global. Indonesia kini menjadi target pasar ketiga dalam pengembangan strategi solusi bisnis setelah India dan Australia.

Presiden dan CEO LG Electronics Asia Woody Nam menilai, fokus strategi solusi bisnis sangat diharapkan oleh konsumen pada masa depan. Hardware, software, konten, dan sistemnya menjadi tantangan global.

Manager Marketing Business Solutions LG Adrian Lim menjelaskan, ”Visi bisnis LG adalah memungkinkan partner dalam menciptakan nilai yang sustainable dengan solusi terdepan. Visi harus didasari perangkat yang cerdas dan hubungan sinergis dengan partner bisnis.”

Sebuah transformasi dari sekadar perlengkapan elektronik menjadi solusi yang dibutuhkan perusahaan menjadi tujuan utamanya. Melalui pengembangan organisasi, LG membuat langkah perubahan dalam pemasaran business to business dan riset serta pengembangan.

Keunikan dari setiap inovasi teknologi selalu ditampilkan kekuatan dalam menghemat energi listrik. Bukan hanya bentuk yang stylist sesuai kebutuhan zaman atau kerampingannya sesuai keinginan konsumennya.

Pasar potensial

Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Perindustrian, Riset, dan Teknologi Rachmat Gobel secara terpisah saat peluncuran LCD Panasonic Viera Series baru-baru ini mengakui, Indonesia merupakan pasar potensial, khususnya produk elektronik.

Rachmat mengakui, permintaan elektronik tetap tumbuh walau daya beli melemah akibat krisis. Data Electronic Marketer Club menunjukkan, selama kuartal I-2009, penjualan produk elektronik di Indonesia senilai Rp 4,38 triliun atau naik 4 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2008.

Angka penjualan ini kian bertambah seiring membaiknya pertumbuhan ekonomi dan masih rendahnya tingkat kepemilikan barang elektronik. Lemari es, misalnya, tingkat kepemilikannya hanya 19 persen, mesin cuci 4 persen, AC 3 persen, televisi 56 persen, setrika listrik 27 persen, pompa air 24 persen, dan kipas angin 38 persen.

Saat ini perkembangan teknologi elektronik begitu pesat sehingga tren permintaan pasar juga bergeser dari produk berbasis analog ke digital. ”Untuk itu kita butuh strategi pengembangan industri elektronik yang bisa mengikuti pergeseran tersebut agar laku,” katanya.

Ini merupakan peluang mendorong investasi pengembangan pabrik TV Plasma dan LCD ke Indonesia. Apalagi hampir semua perusahaan elektronik terbesar global sudah beroperasi di Indonesia, seperti LG, Panasonic, Toshiba, dan Samsung.

Rachmat mengatakan, hanya perlu memberikan stimulus fiskal dan arah kebijakan yang fokus untuk menarik investor supaya bersedia menanamkan modal bagi pengembangan produk dan komponen elektronik berbasis digital serta memperkuat infrastruktur pendukungnya.

Selasa, 28 Juli 2009 | 03:35 WIB

Source:http://koran.kompas.com/read/xml/2009/07/28/03354526/target.solusi.elektronik.dunia

Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Marke

  | Carbon Policy Lab Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Market Indonesi...