Showing posts with label Card. Show all posts
Showing posts with label Card. Show all posts

Monday, January 10, 2011

Karyawan Bank ANZ Diperiksa Terkait UU ITE No.11 tahun 2008

LIMA karyawan Bank ANZ diperiksa Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri. Mereka diperiksa karena diduga melanggar pasal 48 ayat 1 dan 2 jo pasal 32 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE).
Pemeriksaan itu sendiri didasarkan pada panggilan yang dilayangkan kepada lima karyawan Bank ANZ dengan nomor surat panggilan S.Pgl/4100/III/2010/Dit II Eksus, S.Pgl/117/I/2010/Dit II Eksus, S.Pgl/416/III/2010/Dit II Eksus, S.Pgl/118/I/2010/Dit II Eksus dan S.Pgl/415/III/2010/Dit II Eksus.
Sesuai keterangan yang ada dalam masing-masing surat panggilan tersebut, diketahui bahwa lima karyawan Bank swasta itu telah ditetapkan sebagai tersangka. Mereka yang masing-masing berinisial MR, HL, AST, TS, dan DW diduga melakukan tindak pidana mengubah informasi elektronik milik orang lain atau publik. Selain itu mereka juga diduga mentransfer informasi elektronik dan atau dokumen elektronik kepada sistem elektronik orang lain.
Tersangka diperiksa oleh penyidik Bareskrim Polri berdasarkan laporan penasihat hukum Citibank N.A pada 16 Juni 2009 lalu. Laporan itu bernomor register LP/331/VI/2009/Siaga-II. Sebelum dilaporkan, kelimanya merupakan karyawan Citibank.
10 Januari 2011

Thursday, January 6, 2011

Nilai Transaksi Kartu Kredit Bakal Meningkat 30% di 2011

Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) menargetkan nilai transaksi kartu kredit tahun 2011 meningkat hingga 30%. Hal tersebut sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang diproyeksikan yang lebih tinggi dari 2010. Selama 2010, AKKI mencatat nilai transaksi kartu kredit telah tumbuh mencapai 20%.

Demikian disampaikan oleh Dewan Eksekutif AKKI yang juga General Manager Divisi Bisnis Kartu BNI, Dodit W Probojakti kepada detikFinance di Jakarta, Minggu (02/01/2011).

"AKKI memperkirakan pertumbuhan kartu kredit dari sisi nilai transaksi akan berkisar 25-30% di 2011 dibandingkan 2010 yang diperkirakan sekitar 20%. Hal ini sejalan dengan prediksi pertumbuhan ekonomi tahun 2011 yang dicanangkan pemerintah dimana lebih tinggi dari 2010," ujar Dodit.

Ia mengungkapkan, kenaikan transaksi kartu kredit juga didorong oleh beberapa perusahaan penerbit yang memberikan program menarik seperti diskon dan bunga yang rendah.

"Seluruh penerbit kartu kredit termasuk BNI memberikan berbagai program yang memberikan banyak kemudahan kepada pemegang kartu antara lain wisata domestik dan mancanegara, kemudian ada juga yang memberikan diskon di berbagai resto dan cafe serta toko buku," kata Dodit.

Dodit juga mengatakan, program yang menarik lainnya antara lain program cicilan dengan bunga 0% selama 3-6 bulan dan program-program lainnya yang berhubungan dengan lifestyle seperti fashion dan festival.

Lebih jauh Dodit mengungkapkan, seperti terjadi di tahun-tahun sebelumnya, AKKI memperkirakan kenaikan transaksi baik dalam nilai dan jumlah serta item sebesar 20-30% di Desember karena musim liburan Natal dan tahun baru 2011.

Sampai dengan Oktober 2010, jumlah kartu kredit yang beredar tercatat sebanyak 13,22 juta kartu dengan rincian pemilik sekitar 6, 5juta orang. "Hal ini artinya 1 orang rata-rata memiliki 2 kartu kredit. Kemudian nilai transaksi dari Januari 2010 sampai dengan Oktober 2010 sebesar Rp 146,8 triliun artinya rata-rata belanja perbulan sebesar Rp 14.7 triliun," paparnya.

Jumlah transaksi, lanjut Dodit sebanyak 18,1juta transaksi per bulan. Dengan jumlah kredit yang dikucurkan sampai Oktober 2010 sebesar Rp 37,1 triliiun.

02 Januari 2011
Source:http://www.detikfinance.com/read/2011/01/02/121631/1537533/5/nilai-transaksi-kartu-kredit-bakal-meningkat-30-di-2011?nd9911043

Nilai Pembobolan Kartu Kredit dan Debet Capai Rp 3 Miliar di 2010

Bank Indonesia (BI) mengungkapkan jumlah pembobolan (fraud) Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) seperti kartu kredit dan kartu debet selama 2010 turun drastis dibandingkan dengan tahun 2009.

Bank sentral mencatat jumlah fraud APMK di 2009 mencapai 110.000 kasus dengan nilai mencapai Rp 44 miliar. Namun sampai dengan November 2010 jumlah fraud kartu kredit hanya 1.131 kasus dengan nilai kerugian sebesar Rp 3 miliar.

Demikian diungkapkan oleh Kepala Biro Sistem Pembayaran Bank Indonesia Aribowo ketika ditemui detikFinance di Gedung Bank Indonesia, Jalan MH Thamrin, Jakarta, Kamis (6/1/2010).

"Di 2009 itu fraud APMK menggunakan teknologi yang canggih yakni kasusnya kebanyakan skimming bagi kartu debet atau pemalsuan data untuk kartu kredit. Di 2010 sudah berkurang bahkan sudah tidak ada lagi ketika terjadi migrasi kartu chip khusus kartu kredit dan pembenahan teknologi di kartu debet," jelas Aribowo.

Kasus yang terjadi di 2010 ini, lanjut Aribowo kebanyakan mengenai kasus yang tradisional yakni berupa penipuan seperti pergantian kartu dan penggunaan data pribadi. "Kasus skimming kartu debet itu sudah tidak ada lagi, sekarang justru kasusnya menggunakan cara tradisional," terangnya.

Lebih jauh Aribowo mengatakan, setiap tahunnya kartu kredit pertumbuhannya cukup besar baik dari sisi jumlah pemegang, nilai transaksi maupun dari nilai nominalnya.

"Kartu kredit sampai November 2010 itu mencapai 13,3 juta yang beredar di masyarakat dengan nilai transaksi itu mencapai 17 juta. Volumenya mencapai Rp 14,4 triliun. Sedangkan pada tahun sebelumnya atau 2009 jumlah pemegang kartu kredit itu hanya mencapai 12,2 juta," papar Aribowo.

06 Jan 2011
Source:http://www.detikfinance.com/read/2011/01/06/142315/1540562/5/nilai-pembobolan-kartu-kredit-dan-debet-capai-rp-3-miliar-di-2010?f9911013

Wednesday, January 5, 2011

BCA Targetkan 2,5 Juta Kartu Kredit Baru

PT BCA Tbk optimistis pertumbuhan kartu kredit mencapai 10-15 persen pada tahun 2011 dari jumlah kartu kredit yang telah dilepas pada tahun 2010 sebesar 2,2 juta kartu, termasuk sekitar 1 juta kartu yang terintegrasi langsung dengan Flazz BCA. BCA siap melepas sekitar 2,4 juta - 2,5 juta kartu kredit sepanjang tahun ini.
"Saya pikir tahun ini adalah tahun yang masih cukup cerah untuk kartu kredit karena secara ekonomi makro sangat mendukung, lapangan kerja juga bisa terbuka luas, tidak ada yang mengkhawatirkan," kata General Manager Credit Card BCA, Santoso di Hotel Santika, Rabu (5/1/2011).
Selain itu, Santoso mengatakan optimistimenya didukung oleh fakta bahwa pendapatan per kapita penduduk Indonesia disebut naik ke angka sekitar 3.500 dollar AS. "Ini menjadi kabar gembira bagi industri kartu kredit," ungkapnya.
Oleh karena itu, menurut Santoso, penggunaan kartu kredit masih akan menjadi tren di tahun ini, terutama dalam memenuhi kebutuhan mendasar seperti penggunaan di supermarket, grosir dan restoran. Tren penggunaan kartu kredit di kebutuhan mendasar masih akan tinggi. Namun, pertumbuhan yang signifikan juga datang dari penggunaan kartu kredit untuk mode dan fesyen serta untuk membeli gadget atau barang-barang elektronik.
"Orang-orang sudah mulai mencari barang-barang yang luxurious, meski masih terbatas kemampuannya nanti. Apalagi, selain kebutuhan dasar, nanti juga penggunaan untuk gasoline akan besar. Kan mulai pakai pertamax," tambahnya.
Jika total transaksi kartu kredit tahun lalu mencapai Rp 20 triliun, Santoso menegaskan tahun ini BCA optimistis total transaksi tumbuh hingga 30-45 persen dengan NPL gross masih di bawah 3,5 persen.
05 Januari 2011

Masyarakat di Indonesia Paling Mudah Dapat Kartu Kredit

Nasabah perbankan di Indonesia ternyata paling mudah mendapatkan kartu kredit jika dibandingkan di negara-negara lain. Hal ini memicu banyaknya penyalahgunaan kartu kredit seperti 'Gestun' alias 'Gesek Tunai'.

Bank Indonesia (BI) sendiri mencatat pertumbuhan pemegang kartu kredit di Indonesia terus menunjukkan pertumbuhan hingga 10% per tahunnya. 

"Kita tahu semua masyarakat di negara Indonesia ini paling mudah mendapatkan kartu kredit, bayangkan saja di mal atau pusat perbelanjaan dan ditempat perdagangan itu masyarakat ditawar-tawari dan dengan mudahnya dapat mengajukan aplikasi kartu kredit," ujar Direktur Direktorat Sistem Pembayaran Bank Indonesia, Ronald Waas ketika ditemui disela acara Seacen di Hotel Intercontinental, Jimbaran, Bali, Sabtu (11/12/2010). 

Menurut Ronald, saat ini pemegang kartu kredit mencapai 13 juta sampai dengan September 2010 bahkan seiring dengan kebutuhan alat pembayaran non tunai diproyeksikan akan meningkat lebih tinggi pertahunnya.

"Per September 2010 itu nasabah pemegang kartu kredit sudah mencapai 13 juta nasabah, kedepan seiring dengan kebutuhan pembayaran non tunai maka kartu kredit akan semakin diminati," tuturnya.

Namun, Ronald mengungkapkan, seiring dengan mudahnya mendapatkan kartu kredit serta pertumbuhan yang terus meningkat penyelewengan dalam pemakaian kartu kredit juga semakin meningkat.

"Antara lain dengan Gestun, memang masyarakat saat ini senang menggunakan cara yang sebenarnya ilegal dalam mendapatkan dana cash," jelas Ronald.
 
Lebih lanjut Ronald menjelaskan, dengan maraknya Gestun maka akan mempengaruhi rasio kredit bermasalah (NPL) yang dapat terus meningkat. Oleh karena itu bank sentral, sambung Ronald, terus mengadakan edukasi untuk menjelaskan kepada masyarakat penggunaan kartu kredit berlebihan pada dasarnya akan berbahaya ketika tidak ada kemampuan untuk membayar.

"Pada dasarnya penerbitan kartu kredit itu tidak bisa dibatasi oleh BI maka kita hanya berusaha untuk melakukan edukasi kepada masyarakat agar menggunakan kartu kredit secara bijak," ungkapnya.

Berdasarkan data bank sentral, Ronald memaparkan pemegang kartu kredit per September 2010 mencapai 13 juta dengan volume transaksi mencapai 147,3 juta transaksi. Nilai transaksinya tercatat sebesar Rp 118,9 triliun dengan rata-rata harian sekitar 16.500 transaksi .


12 Desember 2010
Source: http://www.detikfinance.com/read/2010/12/11/120025/1522286/5/masyarakat-di-indonesia-paling-mudah-dapat-kartu-kredit

Thursday, December 30, 2010

Bobol Situs, Cracker Curi Ratusan Ribu Kartu Kredit

Sebuah situs rujukan tur yang bermarkas di New York, Amerika Serikat telah dibobol cracker. Akibatnya, ratusan ribu kartu kredit para anggotanya pun berhasil dicuri.

CitySights merupakan sebuah situs penyedia jasa travel yang kerap dikunjungi wisatawan sekitar New York. Karena banyak peminat, situs tersebut memiliki database yang berisikan ratusan ribu data pribadi para pengunanya.

Dilansir Networkworld dan dikutip detikINET, Selasa (21/12/2010), cracker telah berhasil menyusupi situs tersebut dengan modus Sql Injection, yakni teknik memasukan code sql tertentu melalui url atau form.

Hasilnya, pelaku berhasil mendapatkan data penting seperti nama, alamat, email, serta nomer kartu kredit lengkap dengan nomer verifikasinya dari dari 110 ribu anggota yang terdaftar pada situs CitySights.

Pihak dari CitySights sendiri mengakui bahwa sistem mereka telah diobok-obok dedemit maya dan mengklaim bakal melakukan beberapa pembenahan pada sistemnya.


21 Desember 2010


Source: http://www.detikinet.com/read/2010/12/21/131851/1529726/323/bobol-situs-cracker-curi-ratusan-ribu-kartu-kredit

Wednesday, December 22, 2010

Transaksi Kartu Kredit Bakal Pakai PIN

Bank Indonesia (BI) sedang mengkaji penerapan sistemdynamic authentification atau pengamanan tambahan berupa personal identification number atau PIN di setiap transaksi kartu kredit. Ini merupakan bagian dari upaya bank sentral dalam menyempurnakan sistem keamanan alat bayar tersebut.
Kepala Biro Pengembangan dan Kebijakan Sistem Pembayaran Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran BI Aribowo mengatakan, kelak pengguna kartu kredit harus terlebih dahulu memasukkan nomor PIN sebelum transaksinya diproses. "Kita akan mewajibkan bank untuk menerapkan hal ini," ujar dia, Senin (20/12/2010).
Pemberlakuan PIN ini merupakan respons BI atas maraknya pembobolan kartu kredit dengan modus lama, yakni dengan cara mengutak-atik tiga angka terakhir yang tercetak di balik kartu kredit, hingga menemukan kombinasi yang pas. "Ini jenis penipuan lama dan berkembang kembali sejak kartu kredit menggunakan sistem chip," ujar dia.
Namun, Aribowo belum bisa memastikan kapan kebijakan ini akan diterapkan. Pasalnya, BI belum mengecek kesiapan bank menjalankan sistem tersebut. "Ini butuh investasi besar karena banyak yang harus disiapkan bank dalam pengamanan kartu kredit. Kami akan terapkan secara bertahap," tuturnya.
Berdasarkan data BI, hingga Oktober 2010, nilai kejahatan kartu kredit mencapai Rp 3,26 miliar atau turun 92,75 persen dari akhir tahun lalu. Sekretaris Jenderal Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) Steve Martha mengatakan, secara teknis ide BI bisa diterapkan. Namun, ada tiga hal yang harus diperhatikan BI.
Pertama, tidak semua kartu kredit menggunakan PIN sehingga harus ada pengiriman nomor PIN kepada nasabah. "Bagaimana keamanan nomor PIN waktu dikirimkan kurir, harus dipikirkan," ujarnya.
Kedua, persiapan mesin electronic data capture (EDC). Saat ini tidak semua mesin EDC mampu menerapkan nomor PIN sehingga harus ada perbaikan software.
Ketiga, edukasi masyarakat tentang keamanan dengan PIN. Sebab, jika menggunakan kartu kredit dengan PIN, nasabah harus menuju mesin kasir. Padahal, saat ini nasabah tinggal menunjukkan kartu kredit dan tanda tangan. "Ini bisa mengurangi jumlah pengguna kartu kredit karena merasa tidak nyaman dengan hal tersebut," ujar Steve. (Kontan/Roy Franedya)
21 Desember 2010

Friday, December 3, 2010

Chairul Tanjung Prediksikan Pemilik Kartu Kredit Bisa Capai 85 Juta

Pengusaha kakap sekaligus pemilik Para Grup, Chairul Tanjung memperkirakan dalam 8 tahun kedepan pemegang kartu kredit di Indonesia akan meningkat hampir 7 kali lipat. Lonjakan jumlah kartu kredit itu seiring dengan peningkatan konsumsi masyarakat.

Optimisme itu disampaikan Chairul Tanjung disela-sela acara Economic Outlook 2011 di Hotel JW Marriot, Jakarta, Senin (29/11/2010).

"Jika kita melihat mapping kartu kredit disaat ini, dimana ketika PDB per kapita sebesar US$ 3000 terdapat sejumlah 11,3 juta kartu kredit. Jika kita optimis pada 2018 PDB per kapita mencapai US$ 7.000-8.000, maka kita estimasi maka kepemilikan kartu kredit akan mencapai 85 juta," urai Chairul.

Pemilik 40% saham Carrefour Indonesia itu mengatakan, pertumbuhan kartu kredit bakal makin besar mengingat pola masyarakat saat ini menggunakan kartu kredit untuk alat pembayaran konsumsi.

"Trennya saat ini semakin banyak masyarakat yang menggunakan kartu kredit dalam alat pembayaran konsumsi sehari-hari. Oleh karena itu tumbuh cukup besar," tuturnya.

Ia menambahan, selain kartu kredit, salah satu konsumsi masyarakat Indonesia yang paling mencolok adalah industri otomotif.

"Otomotif perkembangannya cukup sginifikan bahkan menjadi yang tertinggi di Asean. Untuk mobil lebih dari 700.000 unit telah diproduksi," tuturnya.

Sementara sepeda motor juga mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi yakni mencapai 8 juta per tahun. "Hal ini menunjukkan tingkat konsumsi khususnya demand masyarakat Indonesia cukup baik," jelasnya.

Pengusaha yang masuk dalam daftar orang terkaya di dunia ini menilai, dari sisi pertumbuhan ekonomi, Indonesia merupakan negara yang bisa dibilang nomor satu di dunia.

"IMF saja memproyeksikan perekonomian kita secara rata-rata tumbuh signifikan dimana menjadi nomor satu didunia. Dengan rata-rata tumbuh 12,8%," paparnya.

Maka dari itu, Chairul mengajak seluruh masyarakat untuk ikut mendorong perekonomian RI dan bangga menjadi bagian dari bangsa Indonesia.

"Jangan merasa kita ini 'ecek-ecek', kita ini bangsa besar dan kita semua tahu bagaimana kita bisa berdiri," ungkapnya.

29 Nov 2010
Source:http://www.detikfinance.com/read/2010/11/29/120814/1504672/5/chairul-tanjung-prediksikan-pemilik-kartu-kredit-bisa-capai-85-juta

Friday, November 19, 2010

BI: Penerbitan Instrumen Sistem Pembayaran Tumbuh 33%

Perkembangan instrumen sistem pembayaran di Indonesia semakin meningkat. Bank Indonesia (BI) mencatat sistem pembayaran yang mencakup penerbitan Kartu Kredit, Kartu ATM/Debet, E-MONEY (uang elektronik), dan penyelenggaraan Kegiatan Usaha Pengiriman Uang (KUPU) mengalami pertumbuhan pesat mencapai rata-rata 33 % per tahun.

Demikian disampaikan Deputi Gubernur BI, Budi Rochadi, dalam peresmian dan sosialisasi ASPI (Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia), Gedung BI, Jalan Kebon Sirih, Jakarta, Kamis (11/11/2010).

"Perkembangan instrumen sistem pembayaran cukup meningkat pesat per tahunnya hingga mencapai 33%," kata Budi.

Menurut Budi, jumlah kartu kredit sampai dengan bulan September 2010 sudah mencapai 13 juta kartu, untuk kartu ATM/Debet sudah meraih mencapai 50,7 juta kartu. Sementara, peredaran uang elektronik sudah mencapai 6,4 juta instrumen.

Dari sisi nilai transaksi, sampai dengan September 2010 untuk kartu kredit sebesar Rp 119 triliun. Sedangkan, untuk kartu ATM/Debet sudah mencapai nilai transaksi sebesar Rp 1.452 triliun dan uang elektronik mencapai Rp 511 miliar.

Demikian juga halnya dengan penyelenggaraan KUPU yang sampai dengan September 2010 ini, sebanyak 58 penyelenggara KUPU berizin telah beroperasi dengan nilai transaksi yang mencapai Rp 2,3 triliun.

"Sebagai catatan, selama periode 2007 - 2010, seluruh transaksi sistem pembayaran pertahun meningkat sebesar 10 % dan pada periode September 2010 rata-rata transaksi perhari telah mencapai 6,2 juta dengan nilai sebesar Rp 260 triliun," jelas Budi.

11 Nov 2010
Source:http://www.detikfinance.com/read/2010/11/11/124347/1492151/5/bi-penerbitan-instrumen-sistem-pembayaran-tumbuh-33

Perbankan Kesulitan Bendung Praktik Jual Beli Data Nasabah kartu Kredit

Perbankan mengaku sulit menghentikan praktik jual beli data nasabah, yang umumnya dilakukan oleh oknum perusahaan outsourcing yang disewa untuk menawarkan kredit tanpa agunan (KPA) ataupun kartu kredit. Perbankan pun hanya bisa mengimbau agar nasabah makin pintar menyeleksi setiap penawaran.

Demikian disampaikan Direktur Ritel & Konsumer PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), Darmadi Sutanto di Hotel Kempinski, Jalan MH Thamrin, Jakarta, Selasa (9/11/2010).

"Hal ini jadi PR (pekerjaan rumah) kita semua, tapi tidak mudah dibendung. Ini memprihatinkan. Hari ini dengan teknologi tinggi, data bisa di-capture. Nah, memang kompetisi tinggi, hingga memacu sales (penjualan) dan terus mencari prospek," ungkapnya.

Sementara Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) menjamin anggotanya tidak ada yang memperjual belikan data nasabah, seperti yang dikeluhkan banyak masyarakat. Melalui AKKI Sharing Information, anggotanya terikat perjanjian untuk tidak melakukan transaksi data.

"Jadi memang yang kita bisa lakukan adalah, perlakukan data dengan cermat. Kalau kita kasih kartu nama ke orang lain, kita juga siap dihubungi setiap saat. Jadi bagi pemegang kartu jangan beri data," kata Dewan Penasihat AKKI, Dodit W. Probojakti disela-sela munas REI ke-3.

BNI sendiri, ditegaskan Darmadi, menjamin tenaga outsourcing yang jadi bekerja untuk perseroan tidak dilepas sendiri dan tetap masuk dalam pengawasan BNI.

"Konsep kami ada outsource, tapi tidak dilepas," tegas Darmadi.

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) memang menemukan maraknya penyalahgunaan data nasabah kartu kredit. Outsourcing sebuah bank tersebut, lanjut Aribowo menjual data para nasabah kepada outsourcing bank lain dan selanjutnya data tersebut akan digunakan untuk mengisi formulir aplikasi pengajuan kartu kredit si nasabah.

"Maka banyak keluhan dari masyarakat mengapa sering menerima telepon yang menawarkan kartu kredit ataupun surat yang datang kerumah dimana berisi aplikasi kartu kredit yang telah lengkap bahkan bersama kartu kreditnya," tutur Kepala Biro Pengembangan dan Kebijakan Sistem Pembayaran Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran BI Aribowo beberapa waktu itu.

Modus perpindahan data biasanya dengan cara penawaran kartu kredit di sebuah pusat perbelanjaan. Para petugas outsourcing nakal itu biasanya mengiming-imingi nasabah dengan banyak hadiah namun diminta segera mengisi form aplikasi.

09 Nov 2010
Source:http://www.detikfinance.com/read/2010/11/09/134811/1490195/5/perbankan-kesulitan-bendung-praktik-jual-beli-data-nasabah-kartu-kredit

BI Minta Bank Batasi 'Jatah' Kartu Kredit Nasabah

Bank Indonesia (BI) mendesak industri perbankan untuk membatasi kepemilikan kartu kredit nasabah. Hal ini dilakukan untuk mengurangirasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) yang kian melonjak dan penyalahgunaan kartu kredit seperti "Gesek Tunai" alias "Gestun".

Demikian disampaikan oleh Ketua Tim Biro Mediasi Perbankan Bank Indonesia Sondang Martha Samosir ketika ditemui di Gedung Bank Indonesia, Jalan MH Thamrin, Jakarta, Kamis Malam (18/11/2010).

"Seperti kita ketahui, seorang nasabah itu ada yang sampai mempunyai kartu kredit hingga 28 kartu di berbagai macam bank. Hal ini menyebabkan adanya utang yang menumpuk oleh seorang nasabah saja sehingga menimbulkan NPL yang tinggi jika tidak bisa membayar," katanya.

Seharusnya, menurut Sondang sebuah bank ketika hendak memberikan kartu kredit kepada nasabahnya harus meneliti lebih jauh bagaimana 'track record' pembayarannya jika nasabah tersebut sudah memiliki kartu kredit.

"Kan ada Sistem Informasi Debitur, seharusnya itu dimanfaatkan karena nantinya bank sendiri yang akan rugi," jelasnya.

Oleh karena itu, Sondang mengatakan bank sentral bersama dengan industri perbankan tengah mengkaji untuk memberikan batasan kepada seseorang pemegang kartu kredit.

"Bisa saja nantinya dibatasi seseorang hanya dapat memegang kartu kredit paling banyak 3 kartu diseluruh bank," tegasnya.

Sondang juga mengatakan dengan adanya pembatasan maksimal kepemilikan kartu kredit maka akan mengurangi juga praktek Gestun yang belakangan marak terjadi.

"Nasabah kartu kredit yang mempunyai hobi untuk Gestun biasanya akan gali lobang dan tutup lobang. Jadi ketika sebuah kartu kredit miliknya sudah tidak lagi ditarik tunai karena sudah mencapai limitnya maka nasabah tersebut akan meng-apply kartu kredit di bank lain. Jika dibatasi maka tidak akan bisa lagi gali lobang dan tutup lobang," paparnya.

Penggunaan kartu kredit secara berlebihan, lanjut Sondang pada dasarnya dapat diantisipasi dengan adanya edukasi dan kesadaran dari nasabah itu sendiri. "Kita tidak bisa melarang namun dengan melakukan pembatasan setidaknya nasabah akan sadar," imbuhnya

19 Nov 2010
Source:http://www.detikfinance.com/read/2010/11/19/080112/1497290/5/bi-minta-bank-batasi-jatah-kartu-kredit-nasabah?f9911023.

Wednesday, October 20, 2010

Jual Beli Data Nasabah Kartu Kredit Marak, BI Minta Bank Perketat Outsourcing

Bank Indonesia (BI) kembali menemukan maraknya penyalahgunaan data nasabah kartu kredit. Data-data nasabah diperjualbelikan kepada sesama perusahaan outsourcing yang disewa bank penerbit kartu kredit.

"Banyak ditemukan data nasabah kartu kredit itu diperjualbelikan kepada sesama outsourcing. Outsourcing tersebut bekerja pada sebuah bank yang menerbitkan kartu kredit," ujar Kepala Biro Pengembangan dan Kebijakan Sistem Pembayaran Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran BI Aribowo kepada detikFinance di Jakarta, Selasa malam (19/10/2010).

Outsourcing sebuah bank tersebut, lanjut Aribowo menjual data para nasabah kepada outsourcing bank lain dan selanjutnya data tersebut akan digunakan untuk mengisi formulir aplikasi pengajuan kartu kredit si nasabah.

"Maka banyak keluhan dari masyarakat mengapa sering menerima telepon yang menawarkan kartu kredit ataupun surat yang datang kerumah dimana berisi aplikasi kartu kredit yang telah lengkap bahkan bersama kartu kreditnya," tuturnya.

Bagaimana bisa data nasabah itu jatuh ke tangan yang tak bertanggung jawab?


Aribowo mengungkapkan, hal itu biasanya terjadi ketika ada penawaran kartu kredit di sebuah pusat perbelanjaan. Para petugas outsourcing nakal itu biasanya mengiming-imingi nasabah dengan banyak hadiah namun diminta segera mengisi form aplikasi.

"Dan ternyata tidak lama si calon nasabah tersebut kebanjiran telepon yang menawarkan, bahkan memaksa. Itu kan sangat mengganggu," ungkapnya.

Padahal, lanjut Aribowo, hal tersebut dilarang sesuai dengan undang-undang kerahasiaan bank. Berdasarkan aturan itu, bank dilarang untuk membuka apalagi memberikan data nasabahnya ke pihak lain.

"BI akan terus melakukan sosialisasi kepada pihak bank agar menjaga ketat seluruh dengan seluruh outsourcing telah bekerjasama dengan bank tersebut," kata Aribowo.

Pada bagian lain Aribowo juga mengimbau kepada para pengguna kartu kredit untuk tidak menggunakan jasa pengacara (lawyer) dalam membereskan masalah tagihan kartu kredit.

"Itu sama sekali tidak benar, tagihan nasabah tidak akan lunas begitu saja," ungkapnya.

Menurut Aribowo, nasabah justru akan membayar dua kali yakni jasa pengacara dan tagihan kartu kredit. "Karena dalam perjanjian dengan bank nasabah bertanggung jawab penuh untuk membayar seluruh tagihan. Jadi pengacara tersebut tidak akan pernah bisa melunasi tagihan," jelasnya.

BI dan Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) sendiri telah berkali-kali melakukan sosialisasi dan edukasi kepada nasabah mengenai hal tersebut. "Namun memang banyak nasabah yang ternyata belum memahami hal tersebut. Untuk itu kita upayakan terus melakukan sosialisasi dan edukasi," tukasnya.

20 Okt 2010
Source:http://www.detikfinance.com/read/2010/10/20/071521/1469526/5/jual-beli-data-nasabah-kartu-kredit-marak-bi-minta-bank-perketat-outsourcing?f9911013

Tuesday, October 19, 2010

Kartu ATM Berbasis Chip Beredar Mulai Maret 2011

Penerapan kartu debit dan ATM berbasis chip akan segera dilakukan pada Maret 2011. Bank Indonesia (BI) bersama asosiasi implementasi kartu debit dan ATM berbasis chip telah merampungkan pilot project atau blueprint sebagai acuan untuk proses migrasinya.

Demikian disampaikan oleh Kepala Biro Pengembangan dan Kebijakan Sistem Pembayaran Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran BI Aribowo kepada detikFinance di Jakarta, Senin (18/10/2010).

"Pilot project sudah diselesaikan sekarang ini sedang membentuk lembaga sertifikasi yang nantinya akan diberikan kepada vendor yang mampu menyediakan sistem switching magnetic stripe ke chip," ujarnya,

Menurut Aribowo, 3 vendor penyedia jasa kartu debit dan ATM yakni Alto, Artajasa, dan Rintis telah sepakat untuk melakukan migrasi tersebut. Infrastrukturnya, lanjut Aribowo akan segera selesai di akhir Desember 2010.

"Jadi nantinya Maret 2011 tepatnya awal Maret 2011 sudah mulai bisa dilakukan migrasinya," tambah Aribowo.

Ia menambahkan, biaya penggantian kartu debit yang berbasis magnetic stripe menjadi chip diperlukan US$ 1-2. "Dan bank-bank yang tergabung dalam asosiasi juga sudah sepakat. Karena jumlah pemegang kartu debit dan ATM sangat banyak maka diperlukan waktu hingga 4 tahun," tuturnya.

Bank sentral, sambung Aribowo, juga telah menyiapkan regulasi untuk mengatur kartu debit dan ATM berbasis chip tersebut.

"Walau bukan suatu kewajiban namun BI sudah menyiapkan regulasinya. Sampai kepada kapan waktu untuk proses migrasi selesai," tambahnya.

Dikutip dari situs BI, sampai akhir Agustus 2010 kartu debit yang beredar di seluruh Indonesia temasuk kartu ATM mencapai 47,37 juta dengan nilai transaksi nominal yang mencapai Rp 6 triliun. (dru/dnl)

18 Okt 2010
Source:http://www.detikfinance.com/read/2010/10/18/135026/1467773/5/kartu-atm-berbasis-chip-beredar-mulai-maret-2011 

Wednesday, September 8, 2010

EMV PIN verification “wedge” vulnerability


by Steven J. MurdochSaar DrimerRoss Anderson and Mike Bond

Executive summary

The EMV protocol is used worldwide for credit and debit card payments and is commonly known as “Chip and PIN” in the UK. Our analysis of EMV has discovered flaws which allow criminals to use stolen cards without knowing the correct PIN. Where these flaws are exploited – in the “wedge” attack – the receipt and bank records would show that the PIN was correctly verified, so the victim of this fraud may have their request for a refund denied. We have confirmed that this attack works in the UK, including for online transactions (where the terminal contacts the bank for authorization before completing the purchase). It does not apply to UK ATM transactions, which use a different method for PIN verification.
Our academic paper which describes the vulnerabilities in detail, along with ways in which they can be protected against, was circulated privately within the banking industry since early December. The paper will be published at the IEEE Security and Privacy Symposium in May 2010; a working draft is available now.

Background

man-in-the-middle Chip and PIN attack
In a normal transaction the customer enters their PIN into the payment terminal, and the terminal sends the PIN to the card to check if it is correct. The card then sends the result to the terminal so that the transaction continues if the PIN was correct (see top part of above figure).
The attack uses an electronic device as a "man-in-the-middle" in order to prevent the PIN verification message from getting to the card, and to always respond that the PIN is correct. Thus, the terminal thinks that the PIN was entered correctly, and the card assumes that a signature was used to authenticate the transaction (see bottom part of above figure).

Questions and answers

Is this the same as the “Yes-card” attack?
Statements from the French banking industry have incorrectly claimed that the attack we have identified is the same as the “Yes-card” attack. Here, a criminal copies a legitimate EMV smart card, but modifies the copy such that it will accept any PIN. The attack we have discovered is different.
The yes-card attack works for transactions for which the point-of-sale terminal does not contact the bank before completing the purchase (an offline transaction). The attack we have discovered works for both online and offline transactions. We have confirmed this by successfully placing an online point-of-sale transaction in the UK, despite entering the wrong PIN.
In this new attack, the criminal must first steal the legitimate card and insert a device, known as a “wedge” between the card and the terminal. It does not involve copying the card.
In what types of transaction does the “wedge” attack work?
We have confirmed this attack to work in online chip-based point of sale transactions, and believe it to work in offline transactions too (although these are rare in the UK). It does not work for ATM transactions, at least in the UK, because a different method of PIN verification is used here. It does not apply to Internet or phone purchases because the PIN is not used to authorize these transactions.
Is this attack too sophisticated for criminals to use?
No, the expertise that is required is not high (undergraduate level electronics) and the equipment can be well hidden without the merchant detecting it. Remember that it only takes a single criminal to design and industrialize the kit required to carry out the attack. Then, other criminals simply buy it online and use it without needing to understand how the attack works
How easy would it be to miniaturize the equipment needed?
For our evaluation of the vulnerability we used cheaply available off-the-self equipment. However, should criminals wish to exploit the vulnerabilities, they would find it easy to create a small and unobtrusive device which would serve the same purpose. We dispute the assertion by the banking industry that criminals are not sophisticated enough, because they have already demonstrated a far higher level of skill than is necessary for this attack in their miniaturized PIN entry device skimmers.
Have you communicated your findings with the banking industry?
Yes, we sent a copy of our findings to various industry representative and regulatory bodies in early December 2009. We have yet to receive any response from the industry, other than through their press releases.
Aren't you helping criminals?
No, security systems improve as vulnerabilities are disclosed to the people that can fix them.

EMVCo Investigasi Celah Keamanan Chip & PIN Kartu Kredit dan Debit



Pihak MasterCard telah mengkonfirmasi, sedang berkoordinasi dengan semua penyelenggara kartu pembayaran untuk melakukan peninjauan kemanan menyeluruh pada Chip dan PIN, dan prosesnya masih berlangsung.

Lembaga yang bertanggungjawab terhadap seluruh proses pembayaran berbasiskan Chip dikabarkan akan melakukan investigasi terkait sejumlah celah keamanan yang diungkapkan sejumlah lembaga semisal Cambridge University. Sikap yang ditunjukan EMVCo dapat dipahami dan layak mendapat apresiasi mengingat transaksi finansial selalu menjadi target para kriminal keuangan cyber.

EMVCo sebagai lembaga spesifikasi berujar akan menganalisa sebuah paper yang dikeluarkan oleh para ilmuwan Cambridge University yang telah mendemonstrasikan sebuah serangan dengan menggunakan sebuah kartu pembayaran (kartu kredit/debit) yang valid, yang bahkan tak memerlukan PIN untuk melakukan transaksi dengan mulus.

EMVCo yang dimiliki oleh American Express, JCB, MasterCard and Visa bilang bahwa lembaga keuangan atau bank penerbit kartu kredit dan debit yang digunakan dalam demonstrasi pun akan turut serta meneliti makalah ilmiah celah kemanan Chip & PIN yang dilakukan oleh Cambridge University.

"EMVCo akan melakukan analisa dan akan menyimpulkannya," jelas lembaga ini pada Rabu (17/2) lalu. Demikian juga dengan seluruh sistem pembayaran akan melakukan hal yang sama.

Beberapa waktu lalu para peneliti dari Cambridge University mengungkapkan hal paling sensitif berkait keamanan transaksi kartu kredit dan debit yaitu; adanya celah keamanan yang sangat fundamental pada EMV, sebuah protokol yang bekerja di dalam Chip dan PIN kartu-kartu kredit/debit.

Celah kemanan ini memungkinkan tim Cambridge University dapat menciptakan sebuah alat yang dapat memodifikasi dan mengintersepsi seluruh komunikasi antara sebuah kartu dengan sebuah POS terminal, dan memperdaya terminal tersebut sehingga menerima verifikasi PIN sebagai valid, yang jelas-jelas palsu.

Pihak MasterCard telah mengkonfirmasi, sedang berkoordinasi dengan semua penyelenggara kartu pembayaran untuk melakukan peninjaun kemanan menyeluruh pada Chip dan PIN, dan prosesnya masih berlangsung.


"Standard EMV selalu dalam peninjauan berkala oleh MasterCard dan oleh banyak pemain utama dalam industri ini untuk memastikan sistem keamanannya selalu berkembang seiring dengan bertumbuhnya kebutuhan produk," terang pihak MasterCard. Termasuk didalamnya peninjau rutin dan berkala agar sistem keamanan terkinilah yang diterapkan demikaina juga mekanisme prakteknya.

Sementara itu Professor Ross Anderson, Cambridge University yang memimpin riset Chip dan PIN berujar tak akan ada cara yang mudah untuk memperbaiki protokol yang bekerja dibalik Chip dan PIN ini.

"Ada terlalu banyak ketidaksepakatan dengan aspek keefektifitas untuk memperbaiki celah keamanannya, jika anda memperhatikan ulasan blog kami yang mempublikasikan kelemahan Chip dan PIN, sejumlah pihak yang mengklaim dirinya sebagai pakar pun tak menyetujuinya,"ujarnya.


Seorang peneliti Cambridge University dalam makalah tersebut (Chip and Pin is Broken) menyatakan bahwa konsumen akan menanggung risiko transaksi atas kartu kredit/debit jika transaksi-transaksi yang terekam menunjukan adanya PIN lain yang masuk ke terminal.

UK Payments Administration yang berkapasitas sebagai Advisor bagi para penyelenggara kartu pembayaran berpendapat bahwa serangan cyber semacam ini dapat dideteksi, dan menegaskan sehingga sangat mungkin bagi bank atau penerbit kartu kredit/debit untuk menentukan mana transaksi yang menjadi tanggung jawab konsumen dan mana yang bukan tanggung jawab konsumen.


"Jejak forensik atau "forensic signature" yang diciptakan oleh serangan cyber terhadap transaksi finansial kartu kredit/debit dapat dilihat dengan meneliti 3 elemen data yang muncul, baik pada saat sebuah permintaan otorisasi berlangsung dan dalam tahapan penyelesaian pembukuan yang diterima oleh penerbit kartu, ungkap UK Payments Administration.


Dalam sebuah serangan yang diskenariokan oleh tim Cambridge University, atau yang dikenal sebagai "Wedge Attack" , yang terjadi adalah: terminal diduplikasi oleh sebuah alat yang disisipkan di tengah-tengah proses verifikasi pembayaran. Sebagai akibatnya, terminal menjadi 'percaya" bahwa PIN telah diverifikasi oleh kartu. Tetapi terminal tidak akan merekam bahwa sebuah PIN yang valid telah dimasukan, sebab dalam proses manipulatif ini, PIN sama sekali tak diperlukan, dan transaksi dianggap sebagai sebuah verifikasi offline atau signature. Dalam kasus semacam ini maka tanggungjawab resiko tidak dibebankan kepada konsumen.


Menanggapi pendapat UK Payments Administration, Anderson berkomentar bahwa dalam prakteknya, bank masih akan tetap mempertanyakan apakah konsumennya yang harus menanggung resiko. Anderson mengacu hal ini dengan perselisihan hukum antara Halifax dengan nasabahnya, Alin Job yang menuduh Halifax telah menghilangkan catatan-catatan data yang telah diotentifikasi berkait dengan transaksi-transaki bermasalah.

Anderson menyatakan jika mengacu ke skenario yang digunakan oleh UK Payments maka fraud hanya akan terdeteksi setelah adanya fakta dan bukan saat fraud berproses. Anderson pun mengungkapkan bahwa semua sitem nampaknya tak melakukan deteksi secara otomatis, deteksi baru dapat terjadi sangat bergantung pada permintaan konsumen untuk melakukan pemeriksaan forensik jika konsumen mencurigai sejumlah transaksi yang fraud telah terjadi.

Anderson mengungkapkan, kala salah satu tim Cambridge University menggunakan kartunya yang diterbitkan oleh Halifax Bank untuk melakukan transaksi tanpa PIN tak ada peringatan atau "warning" yang dimunculkan oleh bank saat transaksi bermodus jahat dilakukan.

"Inti soal adalah, fraud tak pernah terdeteksi, Halifax telah menjadi korban dan hingga kini bank tersebut tak jua menemukan fakta atas semua transaksi manipulatif.

(ZDNet | Martin Simamora)



Source:http://plazaegov.blogspot.com/2010/02/emvco-investigasi-celah-keamanan.html

Cambridge University Nyatakan Keamanan Chip dan PIN Telah Runtuh



Juru bicara UK Payments Administration mengakui kebenaran sebuah laporan riset yang dirilis ke publik oleh para peneliti Cambridge University tetapi menolak kesimpulannya."Kita sangat serius memperhatikan laporan riset Cambridge University, dengan menyempurnakan semua level keamanan hingga kepuncaknya, tetapi dengan tegas menolak kesimpulan yang menyatakan CHIP dan PIN telah runtuh", jelas Mark Bowerman pada Kamis 11 Februari 2010.




Penggunaan smart card kini demikian meluas di berbagai belahan dunia, tak hanya sebatas sebagai instrumen transaksi finansial secara elektronik, namun kini diterapkan pada kartu identitas penduduk berformat smart card. Tetapi Cambridge University mengungkapkan temuan adanya celah keamanan kritikal pada CHIP dan PIN setelah melakukan serangkaian uji keamanan.

Para peneliti di Cambridge University telah menemukan sebuah celah keamanan pada protokol EMV (Europay,MasterCard,Visa). EMV adalah sebuah standar bagi pengoperasian (interoperation) semua kartu berfitur Chip dan yang berkemampuan berkomunikasi dengan semua terminal POS (Point of Sale) dan mesin-mesin ATM yang mengeksekusi otentifikasi pembayaran kartu kredit dan debit.

EMV yang awalnya dibangun sebagai sebuah standar oleh tiga perusahaan; Europay,MasterCard dan Visa (kemudian JCB-2004 dan American Express-2009 bergabung) menjadi sistem bagi semua kartu ber-IC dan digunakan secara luas di dunia dengan nama-nama seperti; "IC Card" dan "CHIP" dan "PIN".

EMV mendefinisikan bagaimana interaksi antarkartu IC dengan berbagai alat pemroses transaksi keuangan pada semua level;fisikal, elektronik, data dan aplikasi. Porsi terbesar penerapan standar terletak di dalam antarmuka IC Chip Card yang mengacu kepada ISO/IEC 7816.

Saat ini implementasi standard EMV yang dikenal secara luas adalah:
1.VSDC :VISA
2.MChip : MasterCard
3.AEIPS :American Express
4.J Smart - JCB



Cambridge University menyatakan kelemahan Protokol EMV terletak pada validasi Chip dan PIN pada kartu kredit dan kartu debit. Konsekuensi dari kelemahan tersebut adalah: terbukanya peluang untuk membuat sebuah alat dengan fungsi untuk memodifikasi dan mengintersepsi komunikasi antara sebuah kartu dengan sebuah terminal POS, dan memperdaya terminal tersebut untuk menerima verifikasi PIN.


Professor Ross Anderson kepada ZDNet UK menegaskan:"Chip dan PIN secara fundamental berhasil ditaklukan. Semua Bank dan toko (merchant) bergantung dengan performa "PIN yang terverifikasi" secara aman untuk menuntaskan transaksi, namun kini semuanya tak berarti.


Para peneliti Cambridge University melakukan serangkaian uji kemananan dan menemukan celah keamanan CHIP-PIN dengan sampel: 6 penerbit Kartu Kredit yaitu; Barclaycard,Co-operative Bank, Halifax, Bank of Scotland, HSBC dan John Lewis.

Cambridge University kemudian melancarkan "serangan" untuk memperdaya "Card reader" agar mengotentifikasi sebuah transaksi sekalipun transaksi menggunakan PIN yang tidak Valid. Pada tes berikutnya, tim Cambridge melakukan otentifikasi berbagai transaksi tanpa menggunakan PIN yang valid dengan menggunakan Kartu Kredit yang diterbitkan oleh; Barclaycard, Co-operative Bank, Halifax,Bank of Scotland, HSBC dan John Lewis.

Sentral masalah pada Protokol EMV : manipulasi pada protokol EMV menyebabkan kartu dan terminal menghasilkan data yang ambigu pada proses verifikasi, dimana Bank akan menerima verifikasi tersebut sebagai valid.

Terutama, terminal POS tetap merekam bahwa sebuah verifikasi PIN berlangsung sukses, sementara kartu menerima sebuah pesan verifikasi yang tak mengindikasikan bahwa PIN telah digunakan (oleh pihak lain). Otorisasi yang dikeluarkan oleh terminal selanjutnya diterima oleh Bank, dan transaksi pun berproses.

Sehingga dengan demikian saat sebuah PIN dimasukan dalam hal ini PIN apa pun,tetap dapat diterima dan diakui oleh terminal, jelas peneliti Cambridge dalam sebuah laporan bertajuk" "Chip and PIN is Broken".

Cambridge University menyatakan untuk memanipulasi celah keamanan ini, maka pelaku kejahatan membutuhkan seseorang yang memiliki keahlian tehnikal dan pemrograman untuk melancarkan aksinya. Steven Murdoch, Peneliti Cambridge University berujar: "Penyerangan tak memerlukan keahlian tehnikal yang terlalu hebat untuk mengemulasi.

Serangan akan menyasar ke serangkaian mekanisme keamanan interaksi saat pemegang kartu melakukan proses verifikasi. Dalam proses ini, CHIP di dalam Kartu dan Terminal memutuskan bagaimana mengotentifikasi transaksi. Kartu-kartu yang diteliti oleh Cambridge didapati melakukan runutan otentifikasi "menurun" sebagai berikut: PIN verification; signature verification; dan tanpa verifikasi.


Mayoritas transaksi membutuhkan verifikasi PIN. Konsumen akan memasukan angka pada alat untuk memasukan PIN, lalu PIN dikirimkan ke kartu dan membandingkannya dengan data PIN yang tersimpan di kartu pada Chip. Jika PIN benar, maka kartu akan mengirimkan kode verifikasi-0x9000 —ke terminal yang akan merampungkan transaksi.

Cambridge dalam uji keamanan yang dilakukannya berhasil menempatkan "seorang yang ahli dalam hal tehnik dan pemrograman, pada posisi antara alat yang membaca sebuah kartu dan, pada waktu yang tepat saat proses verifikasi berlangsung, mengirimkan sebuah kode 0x9000 ke terminal, dan terminal pun mengabaikan PIN yang dimasukan oleh konsumen.


Sebagai sebuah demonstrasi, Cambridge university menyisipkan sebuah kartu asli ke dalam sebuah Smartcard Reader dari Alcor Micro yang telah dikoneksi dengan sebuah Laptop yang menjalankan Pyton Script. Laptop tersebut dihubungkan dengan papan Field Programmable Gate Array (FPGA) melalui sebuah Serial Link. FPGA board yang digunakan oleh Cambridge University adalah: Spartan-3E Starter Kit, yang biasa digunakan untuk mengkonversi antarmuka kartu dan PC. Sekali saja sebuah kartu palsu dimasukan, Phyton Script pada Laptop akan merilei transaksi, menekan perintah verifikasi PIN yang diperintahkan terminal, dan meresponnya dengan kode 0x9000.


Cambridge University mengungkapkan bahwa para pelaku kejahatan keuangan elektronik dapat saja menggunakan sebuah kit yang serupa dengan yang digunakan dalam uji coba, yang disimpan di tas punggung (backpack), dengan sebuah kabel menjulur dibalik lengan baju, yang digunakan bersama dengan kartu kredit/debit asli yang dicuri.


Anderson menyatakan dalam perselisihan transaksi, jika transaksi telah diverifikasi berdasarkan PIN maka tanggung jawab kehilangan terletak pada konsumen ketimbang dibebankan kepada pihak bank atau toko / merchant.

UK Payments Administration yang mewakili kepentingan perusahaan-perusahaan kartu pembayaran, menyatakan:"Hampir semua transaksi melalui mesin kasir (POS) di Inggris-lebih dari 90%-dilakukan melalui CHIP dan PIN. Pada tahun 2008, Kartu Kredit,debit dan berbagai kartu transaksi telah digunakan untuk melakukan 7,4 miliar transaksi pembelian atau senilai £380 miliar untuk semua jenis kartu.

Jubir UK Payments Administration mengakui kebenaran laporan riset yang dirilis oleh para peneliti Cambridge University tetapi menolak kesimpulannya."Kita sangat serius memperhatikan laporan riset Cambridge University, dengan menyempurnakan semua level keamanan, tetapi dengan tegas menolak kesimpulan yang menyatakan CHIP dan PIN telah runtuh.

Sejauh ini belum ada bukti jenis serangan yang diskenariokan oleh Cambridge University pernah terjadi di Inggris, tegas Bowerman. Tetapi ia menambahkan bahwa riset yang dilakukan oleh Cambridge University sangat membantu UK Payments Administration untuk memetakan tren kriminal yang akan berkembang dan yang akan dihadapi.

(ZDNet UK |The Register | Martin Simamora)

Source:http://plazaegov.blogspot.com/2010/02/cambridge-university-nyatakan-keamanan.html

Universitas Cambridge Nyatakan Chip dan PIN Rentan Fraud


News and Events

Cambridge researchers show Chip and PIN system vulnerable to fraud

11 February 2010
Chip and PIN attack
Researchers at the University of Cambridge Computer Laboratory have uncovered flaws in the Chip and PIN system that allow criminals to use stolen credit and debit cards without knowing the correct PIN.
Fraudsters can easily insert a "wedge" between the stolen card and terminal, which tricks the terminal into believing that the PIN was correctly verified. In fact, the fraudster can enter any PIN, and the transaction will be accepted, Steven Murdoch, Saar Drimer, Ross Anderson and Mike Bond have found.
According to Dr Murdoch: "We have tested this attack against cards issued by most major UK banks. All have been found to be vulnerable."
Victims of this attack may have a difficult time being refunded by their bank. The receipt produced will state "Verified by PIN", and bank records will show that the correct PIN was used. Banks may then argue that the customer must have been negligent and had allowed the criminal to know their PIN.
Dr Drimer says: "The technical sophistication for carrying out this attack is low, and the compact equipment will not be noticed by shop staff. A single criminal can develop and industrialise a kit to be used by others who do not need to understand how the attack works."
The Cambridge attacks - being broadcast on BBC Two's Newsnight - call into question both the design of the Chip and PIN system, and the security of card payments. Victims of fraud are commonly told that bank systems can be relied upon. However, this attack shows that criminals are able to not only defraud customers, but cause bank systems to make the false assertion that the PIN was verified correctly.
Professor Anderson says: "Over the past five years, thousands of cardholders have had stolen chip and PIN cards used by criminals. The banks often tell customers that their PIN was used and so it's their fault. Yet we've shown that it's easy to use a card without knowing the PIN - and the receipt will say the transaction was 'verified by PIN' even though it wasn't."
"This is not just a failure of bank technology. It's a failure of bank regulation. The ombudsman supported the banks and the regulators have refused to do anything. They were just too eager to believe the banks."
The attack - including a demonstration of it being deployed in practice - will be featured BBC Two's Newsnight at 10:30pm on Thursday 11 February 2010.
The Cambridge team's results are also to be presented at the academic conference "IEEE Symposium on Security and Privacy", Oakland, CA, US, in May 2010.

Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Marke

  | Carbon Policy Lab Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Market Indonesi...