Wednesday, September 30, 2009

Kemarau Baru Selesai November 2009

Petani Memilih Tak Olah Lahan

Musim kemarau di wilayah Cirebon dan sekitarnya tahun ini diperkirakan baru berakhir bulan November. Kemarau yang memicu suhu udara tinggi, kekeringan, dan potensi kebakaran hutan itu menimbulkan konsekuensi mundurnya musim tanam padi di pantura Cirebon, Indramayu, dan Majalengka. Sawah di sejumlah daerah itu baru bisa ditanami akhir 2009 atau malah awal 2010.

Kepala Badan Meteorologi Jatiwangi, Majalengka, Eko Sunaryo, Senin (28/9), mengungkapkan, suhu udara di Wilayah III Cirebon rata-rata 37 derajat celsius. Suhu itu diprediksi tidak akan banyak berubah hingga musim hujan tiba pertengahan November 2009. "Dalam kondisi suhu tinggi, kebakaran hutan atau puting beliung berpotensi terjadi, bahkan kebakaran permukiman sekalipun," katanya.

Angin puting beliung berpotensi muncul di daerah dengan hamparan tanah datar luas, seperti Kabupaten Indramayu, Cirebon, dan Majalengka. Kedatangannya juga tidak bisa diprediksi. Sementara kebakaran hutan hampir selalu terjadi di Gunung Ciremai yang masuk wilayah Kuningan dan Majalengka serta hutan jati di Indramayu. Potensi kebakaran makin besar karena kemarau tahun ini kerap disertai tiupan angin kencang.

Berdasarkan data tahun 2006, kemarau panjang waktu itu menyebabkan kebakaran besar di Ciremai dan menghanguskan 1.450 hektar hutan. Adapun kebakaran pada 2008 terjadi di Desa Pasawahan, Kuningan, dan menyebabkan tidak kurang dari 150 hektar hutan hangus. Kebakaran itu juga menghanguskan sebagian tanaman pelindung yang baru berumur setahun.

Di Indramayu, kebakaran hutan biasanya melanda hutan jati dan kayu putih milik Perum Perhutani di wilayah Kesatuan Pemangku Hutan Indramayu. Sepanjang musim kemarau tahun ini tercatat luas hutan yang terbakar sedikitnya 180,51 hektar.

Lahan tidur

Sejumlah petani di Cirebon hingga kini membiarkan lahan mereka tidur karena tidak bisa ditanami palawija, apalagi padi, akibat kekurangan air. Mereka memilih menunggu datangnya musim hujan pada akhir tahun.

Casmadi (39), petani dari Desa Kedongdong, Kecamatan Susukan, Kabupaten Cirebon, mengaku tidak ada air meskipun daerahnya termasuk daerah beririgasi. Sudah menjadi kebiasaan setiap tahun, ia hanya bisa panen setahun dua kali. Bahkan, jika sedang benar-benar tidak beruntung, panen hanya setahun sekali. Meski demikian, kondisi tahun ini sedikit lebih baik karena musim hujan mundur hingga Juni. Tak pelak ada tanaman musim kemarau yang bisa dipanen.

Kepala Dinas Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perkebunan Kabupaten Cirebon Ali Efendi mengatakan, selama lima tahun ini telah terjadi pergeseran musim. Lima tahun lalu musim kemarau berakhir Oktober, tetapi kini November. Senada dengan Eko, Ali juga memprediksi masa tanam 2009 baru berlangsung pada akhir 2009 atau awal 2010. Menurut Ali, kondisi tersebut masih relatif baik karena kemarau tidak sampai akhir tahun atau awal 2010 akibat El Nino.

Soal kondisi lahan, ia menambahkan, hanya lahan di daerah tertentu yang bisa tanam tiga kali setahun karena dekat dengan mata air. Selain itu, petani biasanya menanam palawija pada musim seperti ini. (nit)

Selasa, 29 September 2009 | 12:00 WIB

Cirebon, Kompas -  http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/09/29/12004517/kemarau.baru.selesai.november.

Gajah Sumatera Pun Perlu Ruang Hidup

Amukan puluhan ekor gajah di perbatasan Provinsi Jambi-Provinsi Riau menyebabkan dua penduduk tewas, Sabtu (26/9). Lima rumah warga dan puluhan hektar kebun sawit juga rusak. Warga ketakutan, dan Minggu malam sebagian mengungsi.

Berdasarkan pantauan Wildlife Protection Unit, kerja sama Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jambi dan Frankfurt Zoological Society (FZS), kawanan gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) sebelumnya terpantau kerap berada di areal eks hutan produksi PT Industries et Forest Asiatiques (IFA). Kawasan ini adalah habitat gajah karena topografinya landai dan menyimpan banyak sumber makanan.

Pemerintah lalu mengubah jalur pelintasan gajah yang terletak di kawasan penyangga Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT) itu menjadi lokasi transmigrasi dan perkebunan sawit sekitar 10 tahun lalu. Hampir semua jalur lintasan gajah berubah menjadi permukiman dan perkebunan.

Gajah sempat menghilang tiga tahun, kembali melintas ketika tanaman sawit mulai tumbuh. Gajah keluar menuju perbatasan hutan hingga ke perkebunan sawit. Pucuk-pucuk sawit muda milik warga yang tingginya belum sampai 2 meter menjadi santapan.

Kecerobohan pemerintah

Krismanko Padang, counterpart FZS-BKSDA Jambi, mengatakan, konflik satwa liar dengan manusia adalah buah dari kecerobohan pemerintah mengeluarkan izin pengelolaan hutan. Aspek ekologi dan kepentingan satwa kurang diperhatikan dalam menentukan peruntukan kawasan. Padahal, satwa pun membutuhkan ruang hidup.

”Untuk mencegah konflik berulang, pemerintah perlu mengalokasikan kawasan khusus untuk gajah sumatera. Masih ada hutan alam di Blok Punti Anai dan eks PT IFA, perbatasan Indragiri Hulu (Riau), dan Tebo (Jambi) yang kondisinya cocok untuk habitat gajah,” ujar Krismanko.

Jika area ini dikembangkan, dapat menjadi penghubung antara koridor TNBT dan Taman Nasional Tesso Nilo.

Korban manusia dan gajah dikhawatirkan terus berjatuhan jika konflik dibiarkan berlarut-larut. Gajah sumatera yang merupakan subspesies gajah asia ini hanya tinggal di Pulau Sumatera. Jumlahnya kini kurang dari 3.000 ekor. Sekitar 120 ekor di antaranya ada di blok Bukit Tigapuluh.

Sebagian besar gajah sumatera mati dibunuh manusia dengan cara diracun atau ditembak. Pembukaan hutan secara agresif untuk perkebunan juga telah merenggut 80 persen habitat gajah sumatera.

Direktur Jenderal Pengendalian Hutan dan Konservasi Alam Departemen Kehutanan Darori pernah mengingatkan pemerintah daerah dan BKSDA mengkaji lebih dalam upaya penanggulangan konflik gajah dan masyarakat. Baik Jambi maupun Riau termasuk daerah yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati. Satwa langka dan dilindungi membentuk habitat, seperti gajah sumatera dan harimau sumatera.

Menurut Darori, pemerintah daerah cenderung mengesampingkan keberadaan satwa liar dalam penataan kawasan.

Perlu ada penanganan konflik yang mempertimbangkan kebutuhan hidup satwa, setidaknya dengan mengembalikan area perlintasan satwa dilindungi sebagai kawasan konservasi. Satwa seperti gajah sumatera memerlukan ruang untuk tetap hidup. Jika habitatnya tidak diganggu, gajah tentu tak akan mencelakakan manusia.

(Irma Tambunan)

Selasa, 29 September 2009 | 04:15 WIB 
Source:http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/09/29/0415240/gajah.sumatera.pun.perlu.ruang.hidup

Penataan Sampah Butuh Pengaturan Tata Ruang

Penataan sampah di Provinsi DKI Jakarta membutuhkan ketetapan tata ruang. Apabila tata ruang tidak segera dibereskan, pengelolaan sampah di Ibu Kota Jakarta akan sulit diselesaikan.

Pakar Teknologi Lingkungan Universitas Indonesia, Firdaus Ali, Selasa (29/9), mengatakan, selama ini tata ruang di Jakarta mudah berubah karena dibuat untuk mengikuti kebutuhan pasar sehingga penataan kota sulit dilakukan untuk jangka waktu yang panjang. ”Akibat kesemrawutan tata ruang itulah, pengelolaan sampah di Jakarta juga tidak pernah terselesaikan dengan baik,” ucap Firdaus.

Tata ruang yang tidak jelas ini juga membuat kantong-kantong perdagangan serta permukiman penduduk semakin meluas. Sementara tempat pembuangan sampah serta pengolahan sampah tidak dirancang secara berkelanjutan mengikuti perkembangan daerah. Kondisi ini diperparah dengan pertambahan jumlah penduduk yang tidak terkendali sehingga volume sampah bertambah. Situasi ini menggambarkan penanganan sampah yang belum menjadi prioritas oleh Pemprov DKI Jakarta.

Firdaus mencatat volume sampah yang dihasilkan di DKI Jakarta mencapai 27.500 meter kubik per hari. Adapun tempat pembuangan sampah tak banyak bertambah. Hampir seluruh sampah yang dihasilkan dari DKI Jakarta justru dibuang ke daerah tetangga.

Maryoto dari LSM Dana Mitra Lingkungan meminta pemerintah membuat rencana jangka pendek dan jangka panjang pengolahan sampah di DKI Jakarta. Untuk jangka pendek, Maryoto mengusulkan agar proses pembakaran sampah dilakukan secara lebih sempurna.

Pengolahan jangka panjang sampah dilakukan dengan sejumlah cara, antara lain memperbaiki manajemen pengelolaan sampah yang melibatkan berbagai instansi, pemberlakuan insentif bagi pihak yang ikut mendaur ulang sampah, serta menguatkan teknis operasional pengelolaan sampah. (ART)

Rabu, 30 September 2009 | 04:26 WIB

Jakarta, Kompas -  http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/09/30/04263142/penataan.sampah.butuh.pengaturan.tata.ruang

Penggerusan Tebing Serayu Makin Parah


Penggerusan tebing Sungai Serayu di kawasan hilir semakin parah, setidaknya ada 20 rumah di tebing sungai itu yang terancam runtuh. Ada 10 titik lokasi di tebing sungai yang tergerus cukup lebar. Ket.Foto: Sejumlah pekerja sedang menambang pasir di tepi Sungai Serayu, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, Selasa (29/9). Aktivitas penambangan pasir itu kini sudah dalam taraf mengkhawatirkan karena menggerus beberapa titik dinding sungai sehingga mengancam permukiman warga.

Kepala Bidang Operasional dan Pemeliharaan Balai Besar Wilayah Sungai Serayu dan Opak Nasrun Sidqi, Selasa (29/9), mengatakan, 10 titik tebing sungai yang tergerus itu sedang dipetakan dan didata tingkat kerusakannya oleh konsultan.

Salah satu titik tebing yang tergerus cukup parah berada di Desa Kesugihan Kidul, Kecamatan Kesugihan, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Panjang tebing sungai yang tergerus mencapai 60 meter dengan lebar 20-30 meter. Untuk menahan penggerusan, kata Nasrun, pihaknya memasang crucuk (pagar bambu) di sepanjang tebing.

”Itu adalah tindakan preventif agar 20 rumah di tebing itu tidak runtuh. Untuk selanjutnya harus diikuti dengan penanganan secara komprehensif,” katanya.

Penambangan pasir

Ruszardi, konsultan yang memetakan dan meneliti kerusakan di hilir Sungai Serayu, mengatakan, ada beberapa faktor yang menyebabkan kerusakan Sungai Serayu semakin parah. Hal itu antara lain akibat penambangan pasir dan kurangnya vegetasi
pohon keras untuk menahan erosi.

Ia mengatakan, sebaiknya Pemerintah Kabupaten Banyumas dan Cilacap mulai mengendalikan jumlah penambang pasir di Sungai Serayu. Penambangan pasir di utara Bendung Gerak Serayu sebaiknya tidak ditambah lagi. Adapun jumlah penambang pasir di selatan bendungan harus mulai dikurangi.

Volume pasir di selatan Bendung Gerak Serayu, kata Ruszardi, relatif lebih sedikit dibandingkan bagian utara. Namun, jumlah penambangnya cukup banyak sehingga perlu dikurangi. Penambangan pasir yang tak terkendali menyebabkan dasar
Sungai Serayu semakin dalam. Hal itulah yang menyebabkan tebing sungai menjadi rawan longsor.

Untuk mengurangi ancaman erosi di sekitar aliran Sungai
Serayu, Ketua Paguyuban Masyarakat Peduli Sungai Serayu Eddy Wahono mengatakan, pihaknya menyiapkan 1.000 pohon keras, seperti beringin, untuk ditanam pada pertengahan Oktober.

Pengelola wisata

Untuk mengendalikan penambangan pasir di Sungai Serayu, Eddy mengatakan, dibutuhkan proses pengalihan lapangan kerja para penambang pasir. Salah satu yang sedang diupayakan adalah menarik minat para penambang pasir untuk mengelola Sungai Serayu sebagai obyek wisata alam.

”Untuk ini dibutuhkan waktu lama dan pendampingan secara terus-menerus,” katanya. (MDN)

Rabu, 30 September 2009 | 04:12 WIB

Banyumas, Kompas -  http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/09/30/0412263/penggerusan.tebing..serayu..makin.parah

Pemerintah Batalkan Izin Hutan Tanaman Industri

Pemerintah membatalkan izin hutan tanaman industri bagi PT Duta Alam Makmur di kawasan hutan penyangga Taman Nasional Kerinci Seblat, Provinsi Jambi. Pembatalan tersebut disambut positif aktivis lingkungan.

Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jambi Budidaya, Selasa (29/9) di Jambi, mengatakan, pembatalan izin konsesi hutan tanaman industri (HTI) itu karena pihak perusahaan belum menyampaikan dokumen kerangka acuan analisis dampak lingkungan yang disyaratkan pemerintah hingga batas waktu yang ditetapkan, akhir Agustus.

Areal yang diajukan menjadi HTI akasia dan ekaliptus seluas 118.955 hektar itu terdiri atas eks hak pengusahaan hutan PT Sarestra II (47.645 hektar), Nusa Lease Timber Corporation (56.770 hektar), dan Rimba Kartika Jaya (14.540 hektar). Pengajuan kawasan ini sebelumnya mendapat penolakan keras dari penduduk 42 desa di sekitarnya serta aktivis dari 18 lembaga dan organisasi pelestari lingkungan.

Penolakan didasari kondisi ekologi kawasan hutan yang masih sangat baik sehingga tidak layak dialihfungsikan menjadi HTI. Selain sebagai area hulu Sungai Batanghari, kawasan tersebut memiliki kondisi topografi curam 45-70 derajat. Tutupan pepohonan mencapai lebih dari 60 persen. Hutan alam tersebut merupakan habitat bagi satwa liar yang dilindungi dan hampir punah, seperti harimau sumatera, ungko, siamang, tujuh jenis burung rangkong, macan dahan, kucing mas, dan tapir. Di sana juga ada kambing gunung (Muntiacus montanus) yang ditemukan pada tahun 2008.

Sejumlah hulu sungai dimanfaatkan masyarakat desa untuk memenuhi kebutuhan listrik dan air. Setidaknya ada 20 pembangkit listrik tenaga mikrohidro yang dimanfaatkan masyarakat dan menghabiskan investasi sekitar Rp 350 juta dari swadaya masyarakat dibantu dana pemerintah kabupaten, pusat, dan LSM.

Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Jambi Arif menyambut positif pembatalan izin HTI tersebut. Menurut dia, jika izin tetap diberikan, pemerintah akan mendapat sumber pemasukan baru keuangan. Namun, nilainya tidak akan seimbang dibandingkan bencana yang bakal terjadi pada masa depan akibat perusakan hutan menjadi kebun monokultur.

Menurut Arif, ada baiknya pengelolaan hutan diserahkan kepada masyarakat lokal. Dengan melibatkan masyarakat, mereka akan memiliki rasa tanggung jawab untuk menjaga hutan dari kerusakan. ”Masyarakat akan lebih kolektif terlibat dalam penjagaan hutan,” katanya. (ITA)

Rabu, 30 September 2009 | 04:13 WIB

Jambi, Kompas -  http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/09/30/04132459/pemerintah.batalkan.izin.hutan.tanaman.industri

Tangkubanparahu Harus Tetap Kawasan Lindung

Segala aktivitas pembangunan PT Grha Rani Putra Persada di Taman Wisata Alam Tangkubanparahu harus dihentikan. Pemerintah semestinya memproyeksikan kawasan itu sebagai kawasan lindung, bukan malah mengeksploitasi dan mengomersialisasikannya.

Anggota Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda, Sobirin, mengatakan hal itu di Bandung, Selasa (29/9). ”Izin prinsip yang diberikan Menteri Kehutan kepada PT GRPP itu keliru,” ujarnya.

Sobirin menjelaskan, Surat Keputusan Menhut Nomor 306/ Menhut-II/2009 tentang Izin Pengusahaan Pariwisata Alam di Taman Wisata Alam Tangkubanparahu (TWAT) kepada PT GRPP menyalahi prosedur. TWAT berada di Jabar, semestinya PT GRPP mengantongi rekomendari dari Gubernur Jabar.

Selain itu, SK itu menyalahi kewenangan Menhut. Semestinya Menhut mengembalikan TWAT menjadi kawasan lindung, bukan menyerahkan kepada pihak swasta. Secara kultural, SK itu menyebabkan keresahan.

Untuk itu, Sobirin meminta segala aktivitas pembangunan di Tangkubanparahu harus dihentikan. ”Kembalikan TWAT kepada Perhutani atau Balai Konservasi Sumber Daya Alam. Gubernur harus mengambil tindakan dan Menhut harus mencabut SK itu. Biarkan Tangkubanparahu menjadi kawasan lindung,” ujarnya.

Menurut Sobirin, alasan Menhut menyerahkan kepada pihak swasta karena TWAT tak terurus mengada-ada. Selama ini BKSDA mengelola sesuai jalurnya.

Direktur Utama PT GRPP Putra Kaban mengatakan, sejak tiga tahun lalu, dia sudah mengajukan rekomendasi kepada Gubernur Jabar yang saat itu dijabat Danny Setiawan. ”Sampai sekarang, kalau dihitung, sudah 20 kali saya ke kantor gubernur, tetapi belum ada hasil sesuai harapan Putra,” ujarnya.

PT GRPP memperoleh izin dari Menhut pada 29 Mei 2009. Kini PT GRPP telah memperbaiki jalan dan pagar Kawah Ratu di TWAT. Selain itu, mereka juga membangun fondasi gedung budaya dan rangka besi untuk mushala.

Secara terpisah, Wakil Gubernur Jabar Dede Yusuf belum berani berkomentar tentang pembangunan yang telah dilakukan PT GRPP. Ia akan berbicara terlebih dahulu dengan Gubernur Ahmad Heryawan. ”Jumat (2/10) kami akan menggelar rapat tentang tata ruang Tangkubanparahu. Mungkin PT GRPP akan kami undang,” ujarnya.

Dede menegaskan, secara prinsip, pengelolaan TWAT tidak bisa sepenuhnya diambil pihak swasta. Pemerintah harus tetap dilibatkan, terutama untuk mengontrol pembangunannya. Apalagi, sebagian kawasan TWAT merupakan kawasan lindung yang dilarang untuk dibangun. (MHF)

Rabu, 30 September 2009 | 04:17 WIB

Bandung, Kompas -  http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/09/30/04171970/tangkubanparahu.harus.tetap..kawasan.lindung

Perubahan Iklim: Stok Karbon Gambut 600 Ton Per Hektar

Pemerintah telah bekerja sama dengan beberapa negara maju untuk demonstrasi program reduksi emisi dari deforestasi dan degradasi. Salah satunya diperoleh hasil nilai per hektar gambut memiliki stok karbon 600 ton setara karbon dioksida per tahun.

”Identifikasi stok karbon itu hasil kerja sama demonstrasi REDD (reduksi emisi dari deforestasi dan degradasi) dengan Australia di Kalimantan Tengah,” kata Direktur Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional Basah Hernowo, Selasa (29/9) di Jakarta.

Konversi nilai rupiah untuk stok karbon yang dipertahankan di dalam lahan gambut saat ini belum ditentukan. Menurut Hernowo, langkah mendesak untuk mempertahankan stok karbon tersebut adalah membanjiri lahan gambut yang sudah terekspose karena gambut terekspose sudah melepas karbon.

”Langkah seperti itu yang belum bisa ditempuh karena terkendala dari dalam. Saat ini belum dimiliki kesatuan pengelolaan hutan yang bertanggung jawab atas lahan gambut tersebut,” kata Hernowo.

Dari hasil kerja sama dengan Australia, ditetapkan lokasi dua kali 50.000 hektar lahan gambut di Kalimantan Tengah. Saat ini sedang dikembangkan fase kedua ke wilayah Jambi, tetapi belum ditetapkan luasannya.

Selain Australia, kerja sama serupa juga ditempuh dengan Jerman dan organisasi internasional The Nature Conservancy (TNC) di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur.

Secara terpisah, Ketua Kelompok Kerja Perubahan Iklim pada Departemen Kehutanan Wandoyo Siswanto mengatakan, implementasi REDD diharapkan masuk dalam skema pasca-Protokol Kyoto setelah 2012 nanti. Di dalam Protokol Kyoto, fungsi hutan sebagai penyimpan dan penyerap karbon tidak diperhitungkan.

”Tujuan REDD, negara pemilik hutan luas agar mendapat perhatian besar untuk mitigasi perubahan iklim,” kata Wandoyo.

Masyarakat kini masih mempertanyakan REDD. Sebagian masyarakat adat, seperti diungkap Yuriun, komunitas masyarakat adat Nanggroe Aceh Darussalam beberapa hari lalu di Jakarta, sebagai pemangku hutan khawatir akan tergusur atas nama implementasi REDD. (NAW)

Rabu, 30 September 2009 | 03:56 WIB

Jakarta, Kompas -  http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/09/30/03563682/stok.karbon.gambut.600.ton.per.hektar

Bank Perhatikan Syarat Kelestarian

Ketaatan pada asas kelestarian hendaknya menjadi salah satu indikator bagi perbankan dalam menyalurkan kredit modal usaha ke industri kehutanan. Indikator itu terutama bagi pembiayaan hak pengelolaan hutan.

Menurut Koordinator Program Nasional Greenomics Indonesia Vanda Mutia Dewi di Jakarta, Selasa (29/9), indikator kelestarian itu bukti perbankan serius mendukung praktik pengelolaan kehutanan yang lestari.

Selain indikator taat asas lestari, bank juga harus mengawasi bahwa kredit yang dikucurkan debitor benar-benar untuk sektor kehutanan, bukan untuk usaha di sektor lain yang berpotensi memicu kredit macet.

”Upaya itu akan meningkatkan citra baik bagi sektor perbankan dalam upaya membangun sistem perbankan yang ramah lingkungan,” ujar Vanda.

Perbankan, lanjutnya, harus turut menekan dampak kerusakan akibat eksploitasi hutan yang berlebihan. Bank hanya menyalurkan kredit kepada perusahaan HPH berkinerja baik dan memiliki risiko gagal bayar rendah.

Ia menjelaskan, ada 80 perusahaan HPH yang mengandalkan kredit bank untuk mengelola konsesi seluas 5,91 juta hektar, dengan total kredit Rp 1,64 triliun dan masa pinjaman 10 tahun. (ham)

Rabu, 30 September 2009 | 04:03 WIB

Jakarta, Kompas -  http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/09/30/04030832/bank.perhatikan.syarat.kelestarian.....

PERKEMBANGAN INDUSTRI TV BERBAYAR DITENGAH PERSAINGAN KETAT

LAPORAN MARKET INTELLIGENCE :
November 2008

PERKEMBANGAN INDUSTRI TV BERBAYAR DITENGAH PERSAINGAN KETAT


Latar belakang

Bisnis televisi berbayar (pay TV) atau TV kabel (Cable TV) hadir di Indonesia sejak 10 tahun lalu dan menambah semarak bisnis hiburan mellaui media layar kaca, sebelumnya masyarakat hanya mengenal TV free to air yang dapat dinikmati secara gratis. Saat ini di beberapa kota-kota besar sejumlah operator televisi berbayar bersaing untuk mendapatkan pelanggan dengan menawarkan beragam program hiburan tv yang memikat seperti berita, pendidikan, musik, film dan sebagainya.

Secara umum bisnis televisi berbayar di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup baik. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah pelanggan yang terus bertambah, jika pada 2003 tercatat baru 204 ribu pelanggan, maka pada 2007 sudah melonjak menjadi 596 ribu pelanggan. Peningkatan jumlah pelanggan ini terutama didorong oleh masuknya pemain-pemain baru ke dalam bisnis ini.

Saat ini penetrasi pasar diperkirakan masih relatif kecil atau kurang dari 2 %. Pasar yang cukup besar ini mendorong investor untuk masuk ke dalam bisnis tv berbayar ini, menjadikan bisnis TV berbayar di Indonesia semakin semarak sebab masyarakat akan lebih memiliki alternatif hiburan pilihan lebih banyak lagi.

Indonesia memiliki jumlah total rumah tangga sebanyak 57 juta pada 2005,  dengan populasi televisi sekitar 40 juta televisi.  Sementara itu, pasar potensial pelanggan TV berbayar di Indonesia  mencapai sekitar  12 juta, atau sekitar 30% dari populasi televisi.

Bisnis TV berbayar dikenal sebagai padat modal, itu sebabnya hanya perusahaan bermodal kuat yang berani bersaing dalam bisnis ini. Pada 2008 ini Grup Bakrie masuk  melalui B Vision yang sudah melakukan uji coba. Bisnis ini akan disinergikan dengan TV free to air yang sebelumnya sudah dimiliki yaitu ANTV dan TVOne.

Selain itu ada Aora TV milik Rini M. Soemarno (mantan Menteri Perindustrian tahun 2004) yang juga sudah melakukan uji coba. Aora TV mengudara dengan membeli hak siar Liga Premiere Inggris senilai US$ 20 juta dari ESPN Sport pada Agustus 2008. Program ini menjadi andalan untuk menerobos pasar, sebab siaran pertandingan sepak bola Inggris ini sangat digemari masyarakat. Sebelumnya pada 2006 siaran Liga Primer Inggris ini dikuasai oleh Astro.  

Namun sebaliknya, Astro yang sempat menggebrak pasar di awal pemunculannya, terpaksa meninggalkan pelanggannya di Indonesia dan menghentikan seluruh siarannya per 20 Oktober 2008. Seperti diketahui, terjadi konflik internal antara Astro yang berasal dari Malaysia dengan PT. Direct Vision yang menjadi mitra lokalnya disini. Akibat dari konflik tersebut Astro memutuskan kerjasama bisnis yang singkat sekitar 2 tahun. Disamping itu, Astro Malaysia mengajukan tuntutan   melalui pengadilan arbitrase internasional di Singapura, kepada PT Ayunda, PT First Media, dan PT Direct Vision sebagai mitra bisnisnya  agar mengembalikan investasinya senilai RM 905 juta (sekitar Rp 2,5 triliun)  yang dipakai untuk operasional Direct Vision.

Perkembangan operator TV berbayar

Jumlah operator TV berbayar di Indonesia mengalami perkembangan pesat. Pada 1994 hanya ada satu operator TV berbayar yaitu Indovision sebagai operator Pay TV pertama di Indonesia yang berbasis satelit.

Kemudian pada 1996 bisnis Pay TV diramaikan dengan kehadiran Kabelvision, yang berbasis kabel. Pada tahap awal Kabelvision hanya melayani pasar Jakarta. Kabel Vision adalah anak perusahaan Lippo Group milik keluarga Mochtar Riady.

Sampai dengan 2007 hanya ada lima pemain di industri televisi berlangganan yang sudah beroperasi di wilayah DKI Jakarta, yaitu Indovision, Astro, First Media, IM2 dan TelkomVision. Namun kini jumlah perusahaan yang telah mengantongi Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) jasa televisi berbayar sudah berkembang dua kali lipat. Beberapa perusahaan baru yaitu PT. Nusantara Vision (OK Vision), PT Media Commerce Indonesia (B-Vision), PT Cipta Skynindo (I-Sky-Net), PT Global Comm Nusantara (Safuan TV), PT. Mentari Multimedia (M2TV)  serta PT Karya Megah Adijaya (Aora TV sebelumnya izinnya atas nama Citra TV).

Pertumbuhan pelanggan

Dilihat dari tingkat pertumbuhannya, pasar Indonesia paling dinamis dan cepat berkembang. Tahun 2006 lalu, pertumbuhan rata-ratanya tercatat yang tertinggi di Asia Pasifik, yaitu sekitar 30%-40%. Jauh lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara yang pasarnya sudah mapan. Menurut informasi, pertumbuhan pelanggan di Jepang sebesar 10%,  Singapura sebesar 13% serta Thailand yang hanya 7%. Hal ini menunjukkan di negara-negara tersebut jumlah pelanggan TV berlangganan sudah cukup besar, sehingga pertumbuhannya melambat.

Pada periode 2003-2007 jumlah pelanggan mengalami pertumbuhan rata-rata sekitar 32,2%, yaitu dari hanya 204.000 pelanggan melonjak menjadi  sekitar 596.075 pelanggan. Pertumbuhan ini disebabkan karena bertambahnya operator dan semakin menarik-nya program yang ditawarkan.

Pertumbuhan pelanggan tertinggi terjadi pada 2006 yaitu 63,2% dari sebelumnya 270.000 pelanggan menjadi sekitar 440.550 pelanggan. Peningkatan jumlah pelanggan yang cukup drastis pada 2006, dipicu oleh masuknya Astro tv satelit dari Malaysia yang kehadirannya langsung menggebrak pasar. Astro masuk ke Indonesia dibawah bendera PT. Direct Vision. Sejak peluncuran pada Februari 2006, Astro telah berhasil menggaet pelanggan sekitar 80.000 sampai akhir 2006. Keberhasilan Astro merebut pasar salah satunya adalah karena memiliki program andalan Liga Primer Inggris.

Berdasarkan laporan  asosiasi industri televisi berlangganan Asia Pasifik Cable and Satellite Broadcasting Association of Asia (CASBAA), pada 2007   Indovision meraih 305.372 pelanggan. Indovision termasuk dalam Grup MNC  anak perusahaan Grup Bhakti Investama milik Harry Tanoesudibyo. MNC Group merupakan group perusahaan yang bergerak dalam bidang brodcasting dan media, yang mengelola stasiun televisi swasta RCTI, TPI dan Global TV, Radio Trijaya, Radio Female, harian Sindo, tabloid Genie dan sebagainya. Dengan demikian Indovision memiliki nilai tambah sebab didukung oleh jaringan broadcast yang mensuplai program-program acara.

Sedangkan saingan terdekatnya Astro memiliki 147.000 pelanggan. Selanjutnya, Kabel Vision memiliki  114.913 pelanggan dan Telkomvision 22.889 pelanggan. Sementara itu pada semester I 2008 dilaporkan beberapa operator meraih penambahan pelanggan. Indovision naik menjadi 351.400 pelanggan. Kemudian Kabel Vision juga meraih peningkatan menjadi 128.000 pelanggan dan Telkomvision menjadi 34.700 pelanggan.

Namun sebaliknya, Astro mengalami kehilangan pelanggan hingga menjadi 140.000 pelanggan, berarti Astro kehilangan sekitar 7.000 pelanggan. Menurut pihak PT Direct Vision selaku operator TV berbayar Astro hal ini diakibatkan  pemberitaan negatif di media berkaitan dengan permasalahan dugaan monopoli siaran Liga Inggris. Sehingga mempengaruhi mempengaruhi jumlah pelanggan. Dengan kehilangan 7.000 pelanggan tersebut, Astro kehilangan pendapatan sekitar Rp140 juta per bulan.

Pada 2007, pelanggan berbasis satelit diperkirakan mencapai 75% dari total pelanggan TV berbayar di Indonesia atau sekitar 452.372 pelanggan. Sisanya 25% atau sekitar 143.703 pelanggan merupakan pelanggan berbasis kabel........

Tuesday, September 29, 2009

Siaran Pers No. 164/PIH/KOMINFO/8/2009 tentang Peresmian Uji Coba Lapangan Siaran Digital Untuk Penerimaan Bergerak (Mobile TV)


(Jakarta, 3 Agustus 2009)Setelah sukses dengan peresmian oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Gedung SCTV Jakarta dalam rangkaian peringatan Hari Kebangkitan Nasional pada tanggal 20 Mei 2009 yang lalu terhadap uji coba lapangan penyelenggaraan siaran televisi digital untuk penerimaan tetap free to air (yang dilakukan oleh PT Konsorsium Televisi Digital Indonesia dan Konsorsium LPP TVRI – PT Telkom) sebagai kelanjutan soft launching yang telah diresmikan oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla pada tanggal 13 Agustus 2008 di Gedung TVRI Jakarta, maka Menteri Kominfo Mohammad Nuh pada tanggal 3 Agustus 2009 ini baru saja meresmikan uji coba lapangan siaran digital untuk penerimaan televisi bergerak (Mobile TV) yang dilakukan oleh Konsorsium Tren Mobile TV dan Konsorsium Telkom – Telkomsel – Indonusa.
Kewenangan beberapa konsorsium yang berhak melakukan uji coba tersebut adalah sesuai dengan Pengumuman Dirjen Sarana Komunikasi dan Diseminasi Informasi No. 563/DJSKDI/KOMINFO/11/2008 tentang Penyelenggara Uji Coba Lapangan Penyelenggaraan Siaran Televisi Digital , dimana disebutkan, bahwa yang menjadi penyelenggara uji coba lapangan penyelenggaraan siaran televisi digital adalah sebagai berikut: untuk penyelenggara uji coba penerimaan tetap free to air adalah PT Konsorsium Televisi Digital Indonesia dan Konsorsium LPP TVRI – PT Telkom; sedangkan untuk penyelenggara uji coba televisi bergerak (Mobile TV) dengan tehnologi DVB-H adalah Konsorsium Tren Mobile TV dan Konsorsium Telkom – Telkomsel – Indonusa.
Pengumuman tersebut berpedoman pada Peraturan Menteri Kominfo No. 27/P/M.KOMINFO/8/2008 tentang Uji Coba Lapangan Penyelenggaraan Siaran Televisi Digital, sehingga konsorsium yang melaksanakan uji coba lapangan siaran digital untuk penerimaan bergerak (Mobile TV) adalah Konsorsium Tren Mobile TV dan Konsorsium Telkom-Telkomsel-Indonusa. Khusus untuk Konsorsium Tren Mobile TV ini telah mulai melaksanakan uji coba pada bulan Maret 2009 dengan menggunakan sistem OMABICASS dengan pemancar yang terpasang di gedung Menara Kebon Sirih dan dapat menjangkau wilayah Jakarta Pusat. Kanal yang digunakan oleh Tren Mobile TV dalam uji coba adalah pada kanal 24 UHF.
Jumlah program yang disiarkan oleh Tren Mobile TV adalah sebanyak 10 program yaitu TVRI, RCTI, TPI, Global TV, MNC News, CNN, Al Jazeera, Bloomberg, MNC Music dan MNC Entertainment. Perangkat penerima siaran DVB-H yang akan didistribusikan kepada perwakilan masyarakat (yang ditunjuk oleh Departemen kominfo) dalam rangka uji coba Tren Mobile YV ini adalah sebanyak 50 handset berupa handphone merk Nokia seri N77. Guna untuk mendukung kualitas penerimaannya, Tren Mobile TV telah menandatangani Nota Kese dengan BPPT untuk melakukan pengukuran kuat dan kualitas sinyal siaran Tren Mobile TV.
Sedangkan Konsorsium Telkom-Telkomsel-Indonusa telah mulai melaksanakan uji coba sejak tanggal 20 April 2009 yang menggunakan 2 unit pemancar dengan sistem OSF. Pemancar dengan daya pancar 400 Watt dipasang di Gedung Kementerian Negara BUMN dan 1 kWatt dioperasikan di Gedung Kantor Telkom JI. Gatot Subroto, Jakarta . Kedua pemancar tersebut dapat menjangkau wilayah Jakarta Pusat dan sebagian Jakarta Selatan. Kanal yang digunakan oleh Konsorsium Telkom-Telkomsel-Indonusa dalam uji coba adalah pada kanal 26 UHF dengan menggunakan Single Frekuensi Network (SFN) karena menggunakan dua pemancar.
Jumlah program yang disiarkan oleh Konsorsium Telkom-Telkomsel-Indonusa dari kanal 26 sebanyak 8 program yaitu 5 program yang free berupa Tech Sport, CNN, Tres TV, Spacetoon, dan TV Edukasi, dan 3 program yang diacak (scrambled) berupa program dari National Geographic, National Adventure, dan MGM Sport. Perangkat penerima siaran DVB-H yang akan didistribusikan kepada perwakilan masyarakat dalam rangka uji coba adalah sebanyak 50 unit alat penerima yang sebagian berupa handphone Samsung dan sebagian berupa receiver merk Quantum.
Tujuan utama uji coba lapangan siaran digital untuk penerimaan bergerak (mobile TV) ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan teknis dan nonteknis, yang kemudian akan dievaluasi untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam penyusunan regulasi model bisnis yang sesuai. Target penyusunan regulasi dan implementasi penyelenggaraan siaran digital untuk penerimaan bergerak (mobile TV) adalah akhir bulan Maret 2010. Hanya saja, berbeda dengan pelaksanaan peresmian uji coba tanggal 20 Mei 2009 tersebut, maka pada peresmian uji coba ini sekalian dilakukan penyerahan unit alat penerima. Sedangkan pada peresmian terdahulu, penyerahan secara simbolis alat penerima berupa set up box (STB) dilakukan pada tanggal 26 Juni 2009 oleh Dirjen SKDI Freddy Tulung yang mewakili Menteri Kominfo.
—————–
Kepala Pusat Informasi dan Humas Departemen Kominfo (Gatot S. Dewa Broto, HP: 0811898504, Email: gatot_b@postel.go.id , Tel/Fax: 021.3504024).

Source:http://www.depkominfo.go.id/2009/08/03/siaran-pers-no-164pihkominfo82009-tentang-peresmian-uji-coba-lapangan-siaran-digital-untuk-penerimaan-bergerak-mobile-tv/

Siaran Pers No. 140/PIH/KOMINFO/6/2009 tentang Penyerahan Set Top Box Bagi Masyarakat Dalam Rangka Penyiaran Televisi Digital


(Jakarta, 26 Juni 2009). Dirjen SKDI (Sarana Komunikasi dan Diseminasi Informasi) Freddy Tulung yang mewakili Menteri Kominfo Mohammad Nuh pada tanggal 26 Juni 2009 telah memimpin acara penyerahan secara simbolis set top box (STB) kepada masyarakat dalam rangka uji coba siaran televisi digital di Departemen Kominfo. Acara tersebut dihadiri oleh beberapa Direktur Utama Televisi dan pejabat yang mewakili dari penyelenggara televisi dan PT Telkom serta puluhan wartawan media massa , mengingat acara tersebut kemudian diikuti dengan kegiatan jumpa pers dengan latar belakang tayangan empat televisi plasma yang menggambarkan perbandingan antara kualitas televisi analog dan juga televisi digital. Sebagai informasi, migrasi dari sistem penyiaran analog ke digital merupakan tuntutan global seiring dengan kemajuan teknologi di bidang penyiaran dimana Indonesia tidak dapat menghindarinya. Lambat laun peralatan yang menggunakan teknologi analog akan ditinggalkan dan tidak akan diproduksi lagi. Penyiaran televisi digital secara fundamental berbeda dengan analog dimana seandainya pada analog 1 kanal frekuensi hanya digunakan untuk menyiarkan 1 program, sedangkan pada siaran digital teresterial 1 kanal dapat menyiarkan sampai dengan 6 program bahkan lebih. Dengan menerapkan sistem siaran digital ini maka akan terjadi efisiensi penggunaan kanal.
Untuk mengarah pada perencanaan televisi digital tersebut, langkah pertama di antaranya diawali dengan penerbitan Peraturan Menteri Kominfo No. 07/P/M.KOMINFO/3/2007 tanggal 21 Maret 2007 tentang Standar Penyiaran Digital Terestrial untuk Televisi Tidak Bergerak di Indonesia, telah ditetapkan standar DVB-T sebagai standar penyiaran televisi digital teresterial tidak bergerak di Indonesia. Saat ini telah terdapat beberapa standar tehnologi penyiaran televisi digital yang telah digunakan antara lain Digital Video Broadcasting Terrestrial (DVB-T) dari Eropa, Integrated Service Digital Broadcasting Terrestrial (ISDB-T) dari Jepang, Advanced Television Systems Committee (ATSC) dari AS, Terrestral-Digital Multimedia Broadcasting Terrestrial (DMB-T) dari RRC. Penetapan tersebut kemudian ditindak-lanjuti dengan kegiatan pada tanggal 13 Agustus 2008 berupa penyelenggaraan acara “Peluncuran ( soft launching Siaran TV Digital” yang dilakukan secara resmi oleh Wakil Presiden RI Mohammad Jusuf Kalla dan disiarkan secara langsung dari Auditorium TVRI. Acara ini secara simbolis menandai dimulainya siaran televisi digital di Indonesia. Selanjutnya pada bulan November 2008 telah ditunjuk 2 konsorsium untuk melakukan uji coba siaran TV digital untuk penerimaan tidak bergerak ( fixed reception ) dan 2 (dua) konsorsium untuk melakukan uji coba siaran TV digital untuk penerimaan bergerak ( mobile TV).Keempat konsorsium tersebut adalah: K onsorsium TVRI-TELKOM dan K onsorsium Televisi Digital Indonesia (yang kedua konsorsium tersebut adalah s ebagai penyelenggara uji coba untuk penerimaan tidak bergerak) serta Konsorsium Tren Mobile dan Konsorsium Telkom-Telkomsel-Indonusa (dimana kedua konsorsium yang disebut terakhir tersebut adalah s ebagai penyelenggara uji coba untuk penerimaan bergerak ( mobile TV ) .
Berikutnya berlangsung pula peresmian pelaksanaan uji coba siaran televisi digital yang dilakukan pada tanggal 20 Mei 2009 oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono bersamaan dengan Peringatan Hari Kebangkitan Nasional ke 101 bertempat di SCTV. Kedua uji coba tersebnut dilaksanakan paling lama 1 tahun dan kepada mereka diberikan izin uji coba yang nantinya harus dikembalikan perizinannya kepada pemerintah. Dalam uji coba ini, Konsorsium TVRI-Telkom menggunakan pemancar digital dengan kekuatan 1,2 kW. Jangkauan siaran TV digital Konsorsium TVRI-Telkom adalah sebagian wilayah Jakarta. Sedangkan Konsorsium Televisi Digital Indonesia (KTDI) menggunakan pemancar dengan kekuatan 5 kW. Jangkauan siaran TV Digital PT. KTDI dapat dibagi menjadi 3 kategori, yaitu: Grade A adalah area dengan kualitas sinyal yang bagus sampai sangat bagus: Jakarta Pusat, Jakarta Timur, Jakarta Barat, Jakarta Selatan, Jakarta Utara, Kodya Tangerang, Depok, Bekasi, Bogor daerah tinggi ; Grade B adalah area dengan kualitas sinyal cukup sampai bagus: Cikarang, Tigaraksa, Rangkasbitung; dan Grade C adalah area dengan kualitas sinyal cukup sampai kurang: Karawang, Serang, Bogor daerah rendah, Pandeglang. Diharapkan uji coba ini dapat memberikan pemahaman kepada seluruh pemangku kepentingan tentang siaran TV digital, yaitu menyiarkan program mereka secara digital dan memberi kesempatan kepada mereka terhadap peluang bisnis baru di bidang konten yang lebih kreatif, variatif dan menarik (bagi penyelenggara siaran) ; mendukung penyusunan perencanaan master plan frekuensi digital dengan melakukan pengukuran kekuatan sinyal, interferensi antara analog dan digital, dan pengukuran parameter lainnya serta menyiapkan berbagai perangkat peraturan terkait dengan rencana implementasi siaran digital (bagi institusi pemerintah); mendukung produksi set top box (STB) dalam negeri dan mengukur kinerjanya (bagi industri elektronik dalam negeri); dan memperkenalkan siaran TV digital agar masyarakat dapat membandingkan keunggulan kualitas siaran digital dengan analog (bagi masyarakat umum).
Tujuan uji coba antara lain adalah untuk mengkaji setiap aspek teknis dan non teknis berupa kinerja perangkat dan system, model penyelenggaraan siaran televisi digital, model regulasi dan kelembagaan, serta fitur layanan televisi digital yang diharapkan mayarakat. Out put yang diharapkan dari uji coba tersebut adalah berupa: sosialisasi tentang siaran digital khususnya tentang kualitas penerimaan siaran digital di wilayah Jabotabek; kerjasama antar lembaga penyiaran dalam pemanfaatan infrastruktur sistem penyiaran televisi digital; mendorong masyarakat untuk memiliki STB; dan adanya produksi STB dalam negeri dengan harga terjangkau. Dalam acara penyerahan STB tersebut disebutkan, bahwa penyediaan STB oleh Departemen Kominfo adalah sebanyak 1.248 unit; Konsorsium TVRI-Telkom sebanyak 500 unit; dan KTDI sebanyak 1.500 unit. Distribusi STB kepada masyarakat bertujuan agar sebagian masyarakat langsung dapat menikmati siaran digital untuk kemudian memberikan penilaian terhadap penyelenggaraan siaran televisi digital baik dari aspek teknis maupun non teknis secara umum. STB merupakan alat yang merubah sinyal digital menjadi analog sehingga pesawat penerima televisi analog yang saat ini dimiliki masih dapat digunakan untuk menikmati siaran digital. Setelah uji coba, segera diimplementasikan migrasi dari sistem penyiaran analog ke digital secara bertahap. Diharapkan pada tahun 2018 sistem penyiaran di Indonesia sudah beralih sepenuhnya ke sistem penyiaran TV digital. STB adalah alat yang berfungsi untuk merubah sinyal digital menjadi analog sehingga pesawat penerima televisi analog yang saat ini kita miliki masih dapat digunakan untuk menonton siaran digital. Distribusi STB kepada masyarakat dilaksanakan atas kerjasama antara Depkominfo, Konsorsium dan AGB Nielsen. Khusus untuk distribusi sebanyak 1.000 unit ini langsung didukung dengan formulir kuesioner yang telah disusun olerh AGB Nielsen dengan tujuan untuk memperoleh feed back dari masyarakat yang menerima STB pada 1.000 unir pertama. Untuk selanjutnya yang tersisa didistribusi demikian saja tanpa harus dengan kuesioner. Saat ini STB sudah dapat diproduksi di dalam negeri antara lain oleh PT. INTI, PT. Hartono Istana Teknologi (Polytron), PT. Panggung Elektronik (Akari). Demikian pula alat penerima televisi digital sudah diproduksi di dalam negeri oleh PT. LG dan PT. Hartono Istana Teknologi.
—————–
Kepala Pusat Informasi dan Humas Departemen Kominfo (Gatot S. Dewa Broto; HP: 0811898503; Email:gatot_b@postel.go.id ; Tel/Fax: 021.3504024).

Televisi digital


Televisi digital atau penyiaran digital adalah jenis televisi yang menggunakan modulasi digital dan sistem kompresi untuk menyiarkan sinyal videoaudio, dan data ke pesawat televisi.
Pengembangan televisi digital antara lain dikarenakan:
  • Perubahan lingkungan eksternal
    • Pasar TV analog yang sudah jenuh
    • Kompetisi dengan sistem penyiaran satelit dan kabel
  • Perkembangan teknologi
    • Teknologi pemrosesan sinyal digital
    • Teknologi transmisi digital
    • Teknologi semikonduktor
    • Teknologi peralatan yang beresolusi tingggi

Daftar isi

 [sembunyikan]

[sunting]Keberadaan TV Digital di Indonesia

Stasiun TV penyiaran baik TVRI maupun TV swasta nasional memanfaatkan sistem teknologi penyiaran dengan teknologi digital khususnya pada sistem perangkat studio untuk memproduksi program, mengedit, merekam dan menyimpan data. Pengiriman sinyal gambar, suara dan data menggunakan sistem transmisi digital dengan menggunakan satelit yang dimanfaatkan sebagai siaran TV-Berlangganan.
Sistem penyiaran TV Digital adalah penggunaan apliksi teknologi digital pada sistem penyiaran TV yang dikembangkan di pertengahan tahun 90 an dan diujicobakan pada tahun 2000. Pada awal pengoperasian sistem digital ini umumnya dilakukan siaran TV secara bersama dengan siaran analog sebagai masa transisi. Sekaligus ujicoba sistem tersebut sampai mendapatkan hasil penerapan siaran TV Digital yang paling ekonomis sesuai dengan kebutuhan dari negara yang mengoperasikan.

[sunting]Frekuensi TV Digital

Secara teknik pita spektrum frekuensi radio yang digunakan untuk televisi analog dapat digunakan untuk penyiaran televisi digital. Lebar pita frekuensi yang digunakan untuk analog dan digital berbanding 1 : 6 artinya bila pada teknologi analog memerlukan pita selebar 8 MHz untuk satu kanal transmisi, maka pada teknologi digital dengan lebar pita frekuensi yang sama dengan teknik multiplek dapat digunakan untuk memancarkan sebanyak 6 hingga 8 kanal transmisi sekaligus dengan program yang berbeda.
Selain ditunjang oleh teknologi penerima yang mampu beradaptasi dengan lingkungan yang berubah, TV digital ditunjang oleh sejumlah pemancar yang membentuk jaringan berfrekuensi sama sehingga daerah cakupan dapat diperluas. Produksi peralatan pengolah gambar yang baru adalah dengan menggunakan format digital.
Teknologi digital efisien dalam pemanfaatan spektrum. Satu penyelenggara televisi digital meminta spektrum dalam jumlah yang cukup besar. Artinya tidak hanya 1 (satu) kanal pembawa melainkan lebih. Penyelenggara berfungsi sebagai operator penyelenggara jaringan yaitu untuk mentransfer program dari stasiun televisi lain yang ada di dunia menjadi satu paket layanan sebagaimana penyelenggaraan televisi kabel berlangganan yang ada saat ini.

[sunting]Kelebihan Frekuensi TV Digital

Meningkatnya penyelenggaraan televisi dimasa depan dapat diantisipasi dengan suatu terobosan kebijakan dalam pemanfaatan spektrum frekuensi, misalkan penyelenggara televisi digital berfungsi sebagai operator penyelenggara jaringan televisi digital. Program dapat diselenggarakan oleh operator yang khusus menyelenggarakan jasa program televisi digital (operator lain). Dari aspek regulasi terdapat ijin penyelenggara jaringan dan ijin penyelenggara jasa sehingga dapat menampung sekian banyak perusahaan baru yang akan bergerak dibidang penyelenggaraan televisi digital.
Perspektif bentuk penyelenggaraan sistem penyiaran di era digital mengalami perubahan baik dari pemanfaatan kanal maupun teknologi jasa pelayanannya. Pada pemanfaatan kanal frekuensi terjadi efisiensi penggunaan kanal. Satu kanal frekuensi yang saat ini hanya bisa diisi oleh satu program saja nantinya bisa diisi antara empat sampai enam program sekaligus.

[sunting]Karakteristik Sistem Penyiaran TV Digital Terestrial

Sistem Penyiaran TV Digital yang ada di Indonesia dibagi berdasarkan kualitas penyiaran, manfaat dan keunggulan TV Digital tersebut. TV Digital dalam perkembangannya memiliki karakteristik yang berbeda di tiap wilayah(area) penyiaran. Karakteristik sistem penyiaran TV Digital sama di radius yang sama.

[sunting]Kualitas Penyiaran TV Digital

Desain dan implementasi sistem siaran TV digital terutama ditujukan pada peningkatan kualitas gambar. TV digital memungkinkan pengiriman gambar dengan akurasi dan resolusi tinggi. TV digital memerlukan tersedianya kanal dengan laju tinggi. Sistem TV digital mampu menghasilkan penerimaan gambar yang jernih, stabil, dan tanpa efek bayangan atau gambar ganda, walaupun pesawat penerima berada dalam keadaan bergerak dengan kecepatan tinggi.

[sunting]Manfaat Penyiaran TV Digital

  • TV Digital digunakan untuk melihat simpanan program, (siaran interaktif).
  • Aplikasi teknologi siaran digital menawarkan integrasi dengan layanan interaktif seperti layanan komunikasi dua arah. Televisi digital dapat digunakan seperti internet
  • Penyiaran TV Digital Terrestrial bisa diterima oleh sistem penerimaan TV tidak bergerak dan penerimaan TV Bergerak. Kebutuhan daya pancar TV digital juga lebih kecil dan kondisi lintasan radio yang berubah-ubah terhadap waktu (seperti yang terjadi jika penerima TV berada di atas mobil yang berjalan cepat).

[sunting]Transisi ke TV Digital

Pesawat TV analog tidak bisa menerima sinyal digital, maka diperlukan pesawat TV digital yang baru agar TV dapat menggunakan alat tambahan baru yang berfungsi merubah sinyal digital menjadi analog. Proses perpindahan dari teknologi analog ke teknologi digital membutuhkan sejumlah penggantian perangkat baik dari sisi pemancar TV-nya ataupun dari sisi penerima siaran. Transisi ke TV Digital menyebabkan tersedianya saluran siaran yang lebih banyak.
Proses transisi perpindahan meminimalkan resiko kerugian khusus yang dihadapi baik oleh operator TV maupun masyarakat. Resiko kerugian khusus yang dimaksud adalah informasi program ataupun perangkat tambahan yang harus dipasang. Perubahan dilakukan melalui masa dimana sebelum masyarakat mampu membeli pesawat penerima digital dan pesawat penerima analog yang dimilikinya dipakai menerima siaran analog dari pemancar TV yang menyiarkan siaran TV Digital.
Masa transisi diperlukan untuk melindungi pemirsa (masyarakat) yang telah memiliki pesawat penerima TV analog untuk dapat secara perlahan-lahan beralih ke teknologi TV digital dengan tanpa terputus layanan siaran yang ada selama ini. Operator TV yang sudah ada dapat memanfaatkan infrastruktur yang telah dibangun, seperti studio, bangunan, SDM dan lain sebagainya. Infrastruktur TV digital terrestrial relatif jauh lebih mahal dibandingkan dengan infrastruktur TV analog.
Pola Kerja Sama Operasi ditempuh antar penyelenggara TV yang sudah ada dengan calon penyelenggara TV digital. Sehingga di kemudian hari penyelenggara TV digital dapat dibagi menjadi penyedia jaringan dan penyedia isi

[sunting]Pranala luar

Commons-logo.svg
Wikimedia Commons memiliki galeri mengenai:

[sunting]Referensi

  • Tjahyono, Bambang Heru.2006.Sistem Jaringan Penyiaran Radio dan Televisi Dimasa Mendatang.Kajian Teknologi Informasi Komunikasi.Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi : Jakarta
  • Buku Putih Penelitian, Pengembangan dan Penerapan IPTEK 2005-2025.Kementrian Negara Riset dan Teknologi Republik Indonesia

[sunting]Lihat pula

Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Marke

  | Carbon Policy Lab Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Market Indonesi...