Showing posts with label Green Energy. Show all posts
Showing posts with label Green Energy. Show all posts

Thursday, May 5, 2011

PLN dan Dua Pengembang Tandatangani Perjanjian Jual Beli Listrik Panas Bumi

PT PLN (Persero) dan dua pengembang Pusat Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP), yaitu PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) dan PT Westindo Utama Karya hari ini (Jum’at 11/3) di Jakarta menandatangani perjanjian jual beli listrik (Power Purchase Agreement/PPA) dari enam PLTP dengan total kapasitas 435 Megawatt (MW). PGE mengembangkan lima PLTP yaitu : PLTP Lumut Balai (2×55) MW di Sumatera Selatan, PLTP Ulubelu unit 3 dan 4 (2×55 MW) di Tanggamus Lampung, PLTP Lahendong unit 5 dan 6 (2 x 20 MW) di Sulawesi Utara, PLTP Karaha (1 x 30 MW) dan PLTP Kamojang unit 5 (1 x 30 MW) di Jawa Barat. Sedangkan PT Westindo Utama Karya mengembangkan PLTP Atadei (2 x 2,5 MW) di Kabupaten Lembata-NTT.

Monday, March 14, 2011

Biji Buah Bintaro Sebagai Bahan Bakar Alternatif

Karya PenelitianAdrian Wahyu Dewanto

XI IPA 1 SMA Negeri 8 Tangerang
ABSTRAK
Mencari dan mengolah sumber energi yang ramah lingkungan perlu adanya kepedulian masyarakat terhadap lingkungan yang sehat, hijau, asri dan untuk tidak selalu tegantung pada pasokan bahan bakar minyak fosil. Tanaman Bintaro (Cerbera odollam Gaertn)merupakan salah satu tanaman yang bijinya mengandung kadar lemak/minyak sebesar 46-64% dan dapat diolah menjadi sumber energi yang ramah lingkungan.


Biji Bintaro yang telah melalui proses pengeringan dan pengepresan akan diperoleh minyak mentah yang disebut crude cerbera oil (CCO). Ampas hasil proses pengepresan biji Bintaro dapat dibuat briket bahan bakar dan dapat dibuat kompos untuk pupuk tanaman, sehingga dalam pengembangan sumber energi biji Bintaro tidak menghasilkan sampah (zero waste).
Kata kunci: Sikap kepedulian Lingkungan; Tanaman Bintaro sumber energi ramah lingkungan.

1.       Pendahuluan
Program Lingkungan Hidup PBB (UNEP/United Nations Environment Program) mencanangkan "Deklarasi Kota-kota Hijau" diantaranya; masalah energi, pengurangan limbah, perencanaan kembali wilayah perkotaan, pembangunan taman-taman kota, sarana angkutan umum, kesehatan lingkungan dan sumber-sumber air. Energi dan transportasi mendapat penekanan pada penggunaan dan pengadaan energi alternatif non fossil yang bersih dan ramah lingkungan.

Pengembangan energi harus memiliki karakter terbarukan, efisien dan mencegah terjadinya pencemaran atau kerusakan lingkungan. Eksplorasi dan eksploitasi terhadap sumber bahan bakar nabati menjadi sebuah usaha atau cara penghematan energi sekaligus penyelamatan lingkungan hijau. Memanfaatkan sumber energi nabati terkadang harus berhadapan dengan sumber bahan pangan. Banyak tumbuhan yang diharapkan dapat menjadi bahan baku pembuatan BBN ternyata diperlukan untuk bahan pangan, misalnya jagung, ketela pohon, kelapa sawit dan lain-lain. Dalam hal seperti ini kemudian muncul kekhawatiran akan kekurangan bahan pangan jika biofuel akan dikembangkan (food security).

Dengan mewujudkan lingkungan hidup yang sehat, asri, bersih dan hijau, dimana suasana lingkungan dapat membuat udara segar dan nyaman bagi penghuninya. Terkait dengan isu pemanasan global, penghijauan lingkungan dan ketahanan pangan, maka perlu adanya program intensifikasi dan diversifikasi untuk menemukan jenis-jenis tumbuhan baru penghasil energi.
Pengamatan atas ketertarikan untuk meneliti tentang tanaman Bintaro adalah bentuk fisik dari buah dan bunganya yang indah dan hal ini tidak pernah dimanfaatkan secara maksimal. Pembuktian awal bahwa biji Bintaro mengandung minyak semakin tampak jelas ketika biji Bintaro kering disulut api hingga menyala dan biji tersebut tidak segera habis jadi arang, tetapi dapat mempertahankan nyala api dalam waktu cukup lama. Hal itu kemungkinan karena ada kandungan minyak di dalam biji buah.
Penelitian tentang manfaat tanaman Bintaro tersebut sejak Januari hingga April 2009 di beberapa wilayah JABODETABEK.

2.       Tinjauan Pustaka.
Biasanya tumbuh di bagian tepi daratan mangrove atau hutan rawa pesisir atau di pantai hingga jauh ke darat (400 m d.p.l), menyukai tanah pasir, terbuka terhadap udara serta ditempat-tempat yang tidak teratur tergenang air pasang surut..
Penyebaran pohon ini hampir di seluruh Indonesia. Tercatat di Bali, Jawa, Sumatera Barat, Sulawesi Utara, Maluku, Timor, dan Irian Jaya serta tersebar juga di Papua New Guinea, Kepulauan Bismarck, dan seluruh Kepulauan Solomon.
Klasifikasi:
Kingdom                      Plantae – Plants
Subkingdom          :       Tracheobionta - Vascular plants
Superdivision             Spermatophyta - Seed plants
Division                 :       Magnoliophyta - Flowering plants
Class                            Magnoliopsida – Dicotyledons
Subclass                      Asteridae
Order                            Gentianales
Family                          Apocynaceae - Dogbane family
Genus                           Cerbera L.
Species                        Cerbera odollam Gaertn.
Diperkirakan ada sekitar 47 species yang telah diketemukan pada genus ini.
3.       Percobaan
Pada penelitian yang sebelumnya telah dilakukan analisa kandungan kimia dan sifat fisika dari biji Bintaro dengan mengektraksi biji untuk mendapatkan minyak, sedangkan pada penelitian kali ini, dilakukan juga percobaan dengan peralatan yang ada di Laboratorium Kimia Analis LIPI, selain itu juga melakukan aktivitas percobaan pengepresan biji Bintaro di B2TE – PUSPITEK, LIPI - SERPONG – TANGERANG untuk mendapatkan minyak Bintaro.
Beberapa peralatan pada penelitian dan percobaan yang digunakan dalam penelitian itu, yakni; soxhlet,cawan, palu, oven, furnace 550°C blender, kain, gelas ukur 300 ml, peralatan, neraca 3 lengan, , mesin pres, alat destilasi dan cetakan briket, botol bekas ukuran kecil kecil + tutup yang terbuat dari logam, ember bekas cat tembok ukuran 20 kg dan pengaduk kayu.
Sedangkan bahan-bahan yang dipersiapkan diantaranya; biji kering bintaro +/- 5 kg, sekam padi +/- 10 kg, tepung tapioka/singkong 0.5kg, sampah sayuran (organik) 5 kg, kotoran kambing 5kg air, pelarut n-heksana. KOH, alkohol 96 %  250cc.
Dalam proses percobaan kali ini beberapa langkah yang dilakukan Adrian Wahyu Dewanto, yakni biji Bintaro dikeluarkan dari buahnya dengan bantuan golok dan palu, kemudian disangrai atau dijemur. Hal itu dapat juga dilakukan dengan bantuan oven dengan tujuan hanya untuk menguapkan kandungan air dan menguraikan minyak dalam biji buah tersebut. Biji yang sudah kering dan masih hangat dicampur dengan sekam kulit padi kemudian dimasukan kedalam mesin pres.
Tahap pertama proses pengepresan dihasilkan minyak dan ampas yang masih cukup mengandung minyak maka perlu diulang hingga ampas yang keluar benar-benar kering. Minyak yang dihasikan ditampung pada tempat yang bersih dan dapat langsung dipergunakan sebagai bahan bakar tanpa dicampur lagi dengan BBM, atau juga dapat diproses lebih lanjut seperti penyaringan untuk membersihkan dan menjernihkan sehingga mendapatkan metil ester.
Tahap kedua ampas kering ditampung atau dikumpulkan pada ember untuk dibuat menjadi briket arang atau diolah menjadi kompos untuk pupuk tanaman sehingga, dalam proses ini tidak menghasilkan sampah (zero waste).
Minyak biji Bintaro itu bisa memiliki daya bahan bakar selama 11,8 menit, sedangkan minyak tanah 5,6 menit dengan takaran 1 ml minyak biji Bintaro dan minyak tanah. Itu menunjukkan bahwa minyak biji Bintaro memiliki daya bakar dua kali lebih lama dibandingkan minyak tanah.
4.       Hasil dan Pembahasan
4.1  Ekstraksi Pelarut
Ekstraksi pelarut dilakukan dengan peralatan soxhlet dan sebagai pelarutnya adalah n-heksana. Prinsip kerja ekstraksi minyak dengan peralatan soxhlet adalah sebagai berikut: pelarut n-heksana dalam labu bulat diuapkan dengan heating mantle, dan keluar melalui pipa terluar dari soxhlet menuju kondensor. Di dalam kondensor akan terjadi pendinginan, sehingga uap pelarut tersebut berubah menjadi cair kembali dan turun ke dalam soxhlet untuk mengekstraksi minyak dan senyawa-senyawa non polar lainnya yang terdapat dalam biji bintaro. Setelah cairan di dalam soxhlet penuh, maka minyak biji bintaro yang telah terekstraksi beserta pelarutnya akan turun melalui pipa kecil bagian dalam dari soxhlet menuju labu bulat, jadi prinsip ekstraksi dengan ekstraksi soxhlet adalah ekstraksi sinambung, artinya pelarut yang digunakan untuk mengekstraksi selalu baru atau fresh hasil pengembunan dari uap pelarut. Proses ekstraksi ini berlangsung terus menerus selama ± 6-8 jam.  Menurut hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, telah ditentukan komposisi asam lemak penyusun trigliserida yang terkandung pada minyak biji bintaro, yaitu dapat dilihat pada tabel berikut.

Komposisi asam lemak penyusun trigliserida minyak biji Bintaro
Asam Lemak
Nama Sistematik
Hasil Analisis (%)
Miristat
Tetradekanoat
0,17
Palmitat
Heksadekanoat
17,90
Stearat
Oktadekanoat
4,38
Oleat
cis-9-oktadekenoat
36,64
Linoleat
cis-9,12-oktadekadienoat
23,44
Linolenat
cis-9,12,15-oktadekatrienoat
2,37
Total Asam Lemak
84,90
Keterangan: Ada beberapa asam lemak yang belum dapat diidentifikasi oleh karena keterbatasan asam lemak standar. Sehingga pada penelitian kali ini dilakukan kembali penentuan komposisi asam lemak penyusun trigliserida minyak biji bintaro untuk mendapatkan total asam lemak hingga 100%.

Setelah proses soxhlet tersebut selesai, larutan hasil ekstraksi kemudian dipindahkan ke dalam gelas kimia, dan ditambahkan sejumlah Na2SO4 anhidrat. Dalam hal ini, Na2SO4 anhidrat berfungsi sebagai penarik air yang mungkin masih ada dalam larutan. Larutan tersebut kemudian disaring dan pelarut yang masih ada diuapkan dengan rotatory evaporator menggunakan penangas air pada suhu 70°C.

Penggunaan alat rotatory evaporator dimaksudkan agar pelarut yang digunakan dapat menguap sebelum titik didihnya, sehingga pemisahan pelarut dari minyak biji bintaro menjadi lebih cepat dan senyawa organik yang ada tidak rusak, karena pemanasannya tidak terlalu tinggi. Setelah semua pelarut n-heksana diuapkan, maka minyak biji Bintaro yang diperoleh ditimbang, kemudian dihitung rendemen minyak yang dihasilkan terhadap berat kering serbuk biji Bintaro.
Tabel 4.1 Rendemen Minyak Biji Bintaro Hasil Ekstraksi
Serbuk Inti Biji Bintaro (g)
Minyak Bintaro (g)
Kandungan (%)
189,94*
101,12*
53,24*
276,47
191,33
69,22
36,71
142,19
59,65
Kandungan rata-rata
60,7
*) hasil penelitian sebelumnya

4.2. Pengepresan
Pengepresan mekanis merupakan suatu cara pemisahan minyak dari bahan yang berupa biji-bijian dan paling sesuai untuk memisahkan minyak dari bahan yang tinggi kadar minyaknya yaitu sekitar 30-70 persen. Sebagaimana kita ketahui bersama, minyak biji Bintaro terkandung dalam bahan berbentuk biji dengan kandungan minyak sekitar 35-45%. Berdasarkan hal tersebut maka metoda ekstraksi yang paling sesuai untuk biji Bintaro yaitu teknik pengepresan mekanis. Dua cara yang umum digunakan pada pengepresan mekanis biji Bintaro yaitu pengepresan hidrolik (hydraulic pressing) dan pengepresan berulir (expeller pressing).

Pengepresan hidrolik adalah pengepresan dengan menggunakan tekanan. Tekanan yang dapat digunakan sekitar 140,6 kg/cm. Besarnya tekanan yang digunakan akan mempengaruhi sedikit-banyaknya minyak Bintaro yang dihasilkan. Untuk teknik pengepresan hidrolik, sebelum dilakukan pengepresan, biji Bintaro perlu mendapat perlakuan pendahuluan berupa dipanaskan/dioven dan dicampur dengan sekam kulit padi. Biji Bintaro dipanaskan bertujuan untuk menggumpalkan atau menguraikan kandungan protein dan lemak/minyaknya.

Dengan pengepresan hidrolik dapat dihasilkan rendemen minyak sampai dengan 30 persen. Dengan cara ini biji Bintaro dipress menggunakan pengepresan berulir (screw) yang berjalan secara kontinyu. Tipe alat pengepres berulir yang digunakan dapat berupa pengepres berulir tunggal (single screw press) atau pengepres berulir ganda (twin screw press). Rendemen minyak Bintaro yang dihasilkan dengan teknik pengepres berulir tunggal (single screw press) sekitar 25 – 35%, sedangkan dengan teknik pengepres berulir ganda (twin screw press) dihasilkan rendemen minyak sekitar 40 - 45 persen.

4.3. Pemurnian Minyak
Tujuan pemurnian adalah untuk menghilangkan komponen-komponen yang tidak diinginkan, seperti bau yang kurang sedap, warna yang kurang menarik serta rasa yang tidak enak. Lemak atau minyak kasar yang dihasilkan dari proses ekstraksi tersebut masih mengandung kotoran-kotoran yang bukan golongan trigliserida. Dalam proses pemurnian minyak nabati terdapat dua tahap penting, yakni tahap netralisasi (penetralan) dan tahap bleaching (pemucatan warna). Tahap netralisasi (penetralan) adalah proses untuk memisahkan senyawa-senyawa terlarut seperti asam lemak bebas, fosfatida dan beberapa pigmen (bahan berwarna). Minyak dengan kandungan asam lemak bebas tinggi, biasanya dipisahkan dengan menggunakan uap panas dalam keadaan vakum, kemudian ditambahkan alkali. Sedangkan minyak dengan asam lemak bebas rendah, cukup ditambahkan larutan NaOH, garam Na2CO3 atau larutan KOH sehingga asam lemak ikut fase air dan terpisah dari minyaknya.

Berdasarkan data sifat-fisiko kimianya, yaitu dengan membandingkan nilai angka asam (jumlah asam lemak bebas) terhadap angka penyabunannya (jumlah total asam lemak), diperoleh kandungan asam lemak bebas dari minyak biji bintaro kurang dari 2%, yang berarti nilai ini cukup rendah. Sehingga proses netralisasi (penetralan) cukup dengan menambahkan larutan alkali, dalam hal ini digunakan larutan KOH. Sampel minyak yang akan dinetralisasi, dilarutkan terlebih dahulu dengan etanol 96% dan selanjutnya ditambahkan KOH sesuai dengan bilangan asamnya, dengan tujuan untuk menetralkan asam-asam lemak bebas yang terdapat pada minyak biji Bintaro. Penambahan etanol 96% selain berfungsi untuk melarutkan minyak, juga dapat melarutkan sabun yang terbentuk dari hasil reaksi antara asam-asam lemak bebas minyak biji Bintaro dengan larutan KOH. Untuk mempercepat dan menyempurnakan reaksi, campuran tersebut dipanaskan sambil diaduk dengan magnetic stirrer pada suhu 64oC. Selanjutnya campuran tersebut dimasukkan ke dalam corong pisah dan ditambahkan sejumlah n-heksana untuk menarik lapisan minyak (fasa organik) dari fasa airnya (sabun yang terlarut dalam alkohol). Kemudian lapisan atas (lapisan minyak/fasa organik) diambil dan dipindahkan ke dalam beaker untuk dilakukan tahap bleaching(pemucatan warna).

Pada tahap bleaching (pemucatan warna), lapisan minyak (fasa organik) ditambahkan sejumlah kecil adsorben seperti bleaching earth (tanah pemucat) dan karbon aktif. Zat warna dalam minyak akan diserap oleh permukaan adsorben dan juga akan menyerap suspensi koloid (gum dan resin) serta hasil degradasi minyak misalnya peroksida. Adsorben yang digunakan adalah campuran bentonit 2% dan karbon aktif 0,2%. Penambahan bentonit dan karbon aktif sebagai adsorben warna sangat efektif untuk memucatkan dan menghilangkan beberapa zat warna yang terdapat dalam minyak. Lapisan minyak dalam n-heksana (fasa organik) yang telah ditambahkan campuran bentonit dan karbon aktif ini, kemudian disaring beberapa kali sampai tidak ada lagi warna hitam pada kertas saring dan pelarut n-heksana diuapkan dengan menggunakan alat rotatory evaporator. Terlihat jelas bahwa terjadi perubahan warna dari minyak biji Bintaro yang sebelum pemurnian berwarna coklat menjadi berwarna kuning setelah dilakukan pemurnian.

5.       Kesimpulan dan saran
Penelitian tentang biodiesel yang terus berkembang saat ini, diharapkan dapat menemukan sumber-sumber bahan baku yang berasal dari minyak atau lemak tanaman non pangan. Karena pada penelitian yang sebelumnya telah dilakukan percobaan pembuatan biodiesel (metil ester) dari minyak biji Bintaro. Minyak biji Bintaro tersebut diekstrak dengan menggunakan peralatan soxhlet dengan pelarut n-heksana selama 6-8 jam. Minyak yang dapat diekstrak dari biji Bintaro adalah sekitar 60,70% dari berat serbuk kering. Komposisi asam lemak penyusun trigliserida minyak biji bintaro terdiri dari; asam palmitat (4,91%), asam palmitoleat (17,7%), asam stearat (3,21%), asam oleat (34,02%), asam elaidat (8,54%), asam linoleat (16,74%), asam linolelaidat (4,49%), dan asam linolenat (0,40%).

Serangkaian optimasi kondisi reaksi telah dilakukan untuk memperoleh konversi metil ester yang optimal, dan diperoleh kondisi optimum pada perbandingan mol minyak dan metanol (1:9), dengan katalis KOH 0,5% berat, dan waktu reaksi 40 menit. Selanjutnya, kondisi optimum ini digunakan untuk sintesis biodiesel minyak biji Bintaro yang akan diuji karakteristiknya. Metil ester (biodiesel) yang diperoleh sebesar 91,32% terhadap berat minyak. Hasil pengujian beberapa karakteristik biodiesel dari minyak biji Bintaro memenuhi standar internasional untuk minyak solar, dan termasuk klasifikasi bahan bakar minyak diesel.

Pada penelian yang dilakukan saat ini minyak mentah dihasilkan dengan cara pengepresan dan memanfaatkan ampasnya untuk dibuat briket dan kompos, sehingga pada proses produksi ini tidak ada sampah yang dapat mencemarkan lingkungan. Minyak mentah yang dihasilkan dari mesin pres dapat langsung atau dicampur  dengan minyak tanah untuk dipergunakan sebagai bahan bakar. Briket yang sudah kering juga dapat langsung dipergunakan sebagai bahan bakar pengganti batu bara. Kompos yang dihasilkan dari proses pengomposan dari bahan dasar ampas proses pengerpresan dapat diperguna sebagai pupuk tanaman baik itu tanaman pertanian maupun tanaman hias sehingga pH tanah terjaga dan lingkungan akan selalu terlihat hijau, asri dan teduh. Pada perkembangan penelitian kelak insyaallah akan diadakan penelitian dengan mengembangkan produksi minyak mentah biji Bintaro, uji kelayakan (kalor/panas) dari minyak dan briket berbahan dasar biji Bintaro.

5.1. Kesimpulan
1.        Bintaro adalah tanaman yang cocok untuk tanaman penghijauan dan tanaman hias baik diperkotaan maupun dilingkungan perumahan penduduk, selain relatif mudah ditanam dan mempunyai toleransi terhadap berbagai jenis tanah dan iklim, berakar kuat dan berdaun lebat serta ketika berbuah tanpa mengenal musim.
2.        Pohon Bintaro mengandung racun (cerberin) yang berbahaya bagi manusia jika memakannya secara langsung, tetapi bisa juga bermanfaat sebagai obat dan pembasmi serangga penggangu seperti rayap.
3.        Hasil penelitian biji Bintaro layak diolah menjadi biofuel, yaitu bahan bakar pengganti bahan bakar yang diolah dari fosil (BBM).
4.        Ampas sisa pemerasan minyak biji Bitaro dapat dimanfaatkan sebagai arang briket atau dibuat kompos, hal ini menjadikan pengolahan produksi menuju zero waste (tak ada sampah yang tersisa/terbuang).
5.        Dengan memanfaat biji Bintaro sebagai sumber energi terbarukan, maka menjamin tersedianya bahan pangan (food security) dan membuka lapangan kerja baru sehingga dapat mengurangi angka kemiskinan dan kelaparan.

5.2. Saran
1.        Pengetahuan dan teknologi tanaman Bintaro sebagai tanaman sumber energi hijau perlu kiranya adanya sosialisasi dan budidaya tanaman Bintaro agar pengembangan lebih efisien, efektif dan tepat.
2.        Kemandirian dibidang energi hanya mungkin apabila kita melepaskan ketergantungan pada minyak yang berasal dari fosil, pemakaian energi harus disesuaikan dengan kebutuhan (hemat) dan yang paling penting pengkajian tentang pengetahuan sumber-sumber energi yang baru dan ramah lingkungan harus terus dilakukan, maka harapan penulis teman-teman pelajar sejak dini sudah belajar tentang program intensifikasi, diversifikasi dan konservasi tanaman sebagai sumber energi.

DAFTAR PUSTAKA
Anonimus. 2000. Biofuels. For Sustainable Transportation. US Department of Energy, National Renewable Energy Laboratory (US DOE-NREL).USA
Anonimus.2002a. Biodiesel Kelapa Sawit, Alternatif BBM Ramah Lingkungan http://www.sinarharapan.co.id/iptek/index.html
Anonimus, 2002b. Biodiesel Production and Quality. http://www.astm.org/
American Standard Technical Material – ASTM PS 121-99. 2000. Provisional specification for biodiesel fuel (B100) blend stock for distillate fuels. American Society for Testing and Materials. United States.
AOAC. 1985. Official Method of Analysis of the Association of Official Analylitical Chemists, Association of Official Analytical Chemists, Washington, D.C.
Apriyantono, A., D.Fardiaz, N.L.Puspitasari, Sedarnawati, S.Budiyanto, 1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. IPB Press.
Boer, R, Masripatin N, June T, Dahlan E.N. 2001. Greenhouse Gas Mitigation Technologies in Forestry Sector: Status, Prospects and Barries of Their Implementation in Indonesia. UNDP - Climate Change Enabling Activity Project.
Chang, L.C, Gills J.J, Bhat K.P, Luyengi L, Farnsworth N.R, Pezzuto J.M, Kinghorn A.D. 2000. Activity Guided Isolation of Constituents of Cerbera manghas with Antiproliferative and Antiestrogenic Activities. Bioorganic and Medical Chemistry Letters 10(21): 2431–2434.

Friday, February 25, 2011

Energi Panas Bumi Dilirik Jerman

Potensi panas bumi Indonesia yang mencapai 40 persen dari potensi panas bumi dunia dilirik investor Jerman. Selama ini, Indonesia belum maksimal menggunakan potensi energi panas bumi, yakni baru sekitar 1.189 megawatt atau 4,2 persen dari potensi yang ada.

Duta Besar Indonesia untuk Jerman Eddy Pratomo mengatakan, riset panas bumi atau geotermal Jerman sangat maju. Namun, negara tersebut terbatas potensinya. Oleh karena itu, berlimpahnya potensi panas bumi Indonesia mempunyai daya tarik tersendiri bagi Jerman.

”Sejak tahun 2010 sudah ada rencana-rencana untuk bekerja sama dan berinvestasi dalam bidang tersebut. Lokasi yang dilirik antara lain Papua dan Aceh,” kata Eddy seperti dilaporkan wartawan Kompas, Indira Permanasari, dari Berlin, Jerman, Sabtu (19/2).

Indonesia menargetkan pada tahun 2005 sekitar 5 persen dari total kebutuhan energi nasional akan dipenuhi dari energi panas bumi.

Saat ini Eslandia adalah negara percontohan pengembangan energi panas bumi di dunia. Pemanfaatan energi panas bumi Indonesia yang baru 1.189 MW menempatkan Indonesia di bawah Filipina (2.000 MW) dan Amerika Serikat (2.700 MW). Padahal, potensi panas bumi Indonesia mencapai sekitar 28.000 MW.

Makky Sandra Jaya, ilmuwan Indonesia yang bekerja sebagai Project Coordinator di International Center for Geothermal Research di GeoForschungs Zentrum (GFZ/German Research Center for Geoscience), mengatakan, panas bumi yang dimanfaatkan Indonesia sangat kecil jika dibandingkan dengan potensi yang ada karena beragam faktor. Salah satu faktornya adalah investasi di sektor panas bumi sangat besar.

Di sisi lain, Jerman sedang berusaha menukar sumber energi mereka ke arah energi yang terbarukan dan ramah lingkungan agar komposisinya lebih dari 30 persen dari total energi guna mengurangi emisi. Panas bumi yang ramah lingkungan menjadi salah satu perhatian.

Jerman aktif meneliti dan mengembangkan sumber panas bumi karena sumber energinya terbatas dan kondisinya lebih sulit dimanfaatkan, Jerman mengembangkan teknologi stimulasi panas bumi (enhanced geothermal). Teknologi itu membuat panas bumi dapat distimulasi sehingga jauh lebih besar hasilnya dan pemanfaatannya lebih efisien.

Kendala
Namun, menurut Eddy, masih terdapat keluhan untuk pemanfaatan panas bumi, antara lain iklim investasi, stabilitas ekonomi, dan politik. Selain itu juga penyelarasan pengembangan energi panas bumi dengan upaya konservasi hutan mengingat panas bumi sebagian besar kemungkinannya berada pada lokasi yang sama dengan hutan konservasi.

”Karena pertimbangan ini, Jerman menjadi sangat hati-hati,” kata Eddy.

Makky mengatakan, investasi energi panas bumi berteknologi tinggi tersebut sangat mahal sehingga mereka juga menginginkan adanya jaminan, seperti adanya harga tetap dan energi yang dihasilkan nantinya dibeli Pemerintah Indonesia. Selain itu, biaya eksplorasi ditanggung bersama.

”Di Jerman yang ingin menukar sumber energi mereka ke arah energi terbarukan dan ramah lihgkungan, pemerintah federal dan negara bagian ikut menanggung risiko investasi eksplorasi yang dilakukan sektor privat. Itu semacam insentif untuk mendorong pengembangan ke arah sumber energi ramah lingkungan,” ujarnya.

Secara umum, kerja sama Indonesia dan Jerman yang tahun depan memasuki tahun ke-60 memiliki tiga fokus kerja sama, yakni perubahan iklim, pengembangan sektor privat, dan pemerintahan yang baik.


21 Feb 2011

Saturday, June 26, 2010

Cadangan Minyak Mentah Tinggal 8,2 Miliar Barrel

Cadangan minyak mentah pada akhir tahun 2010 diperkirakan 8,2 miliar barrel. Cadangan ini akan habis dalam 23 tahun jika Indonesia mempertahankan tingkat produksi 350 juta barrel per tahun.

Hal tersebut terungkap dalam Lampiran I Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2010 tentang Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2011 yang dipublikasikan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) di Jakarta, Rabu (23/6).

Cadangan energi lain di Indonesia adalah gas bumi yang mencapai 170 triliun kaki kubik dan akan habis dalam 62 tahun jika tingkat produksi per tahun 2,9 triliun kaki kubik. Adapun cadangan batu bara dilaporkan akan mencapai 20,98 miliar ton yang akan habis dalam 82 tahun jika tingkat produksi yang mencapai 200 juta ton per tahun tetap dipertahankan.

Dengan kondisi cadangan seperti itu, minyak mentah, gas bumi, dan batu bara masih menjadi salah satu sumber devisa utama. Tahun 2010, pendapatan dari hasil penjualan minyak mentah dan gas bumi akan mencapai Rp 272,7 triliun. Naik dibandingkan pendapatan dari minyak mentah dan gas bumi tahun 2009 sebesar Rp 235,3 triliun.

Adapun produksi minyak mentah tahun 2010 yang tidak dijual digunakan memenuhi permintaan bahan bakar minyak (BBM) dalam negeri, yang akan mencapai 1,307 juta barrel per tahun atau 918.000 barrel minyak mentah per hari. Masalahnya, produksi minyak mentah dalam negeri tidak sanggup menutup seluruh permintaan BBM dalam negeri sehingga Indonesia harus mengimpor BBM sebanyak 389.000 barrel per hari.

Untuk listrik

Wakil Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Bappenas Lukita Dinarsyah Tuwo menuturkan, penggunaan sebagian besar energi nasional masih akan tersedot untuk pembangkit listrik. Karena itu, pemerintah kian serius mengembangkan energi panas bumi yang tergolong dapat diperbarui.

Sementara untuk menekan konsumsi BBM di dalam negeri, Bappenas tengah mematangkan mekanisme subsidi BBM yang diarahkan hanya untuk masyarakat yang sangat layak menerimanya. Ini perlu karena pemerintah hanya dapat mengontrol volume minyak mentah yang akan dikonsumsi, tetapi tidak bisa mengontrol beban subsidi yang terjadi karena sangat bergantung pada fluktuasi harga minyak di pasar internasional.

”Penerima subsidi benar-benar masyarakat yang layak menerimanya,” ungkap Lukita.

Secara umum, beban anggaran subsidi lainnya juga tengah direvisi, antara lain subsidi pupuk, yang menggunakan gas bumi sebagai bahan dasarnya. Bappenas membuka kemungkinan perubahan alokasi anggaran subsidi pupuk untuk infrastruktur. Jika memang tuntutan publik menghendaki ada peningkatan irigasi, pemerintah bisa mengurangi subsidi pupuk untuk dialihkan pada anggaran irigasi.

Itu memungkinkan karena anggaran infrastruktur pada tahun 2011 membesar, yakni rata-rata 58,4 persen dari anggaran 2010, antara lain Kementerian Pekerjaan Umum yang naik 60 persen dari basis Rp 30 triliun.

”Lalu Kementerian Perumahan Rakyat yang naik 200 persen serta Kementerian ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral) naik 96,4 persen. Kenaikan di ESDM diperlukan untuk pembangunan pembangkit listrik. Sedangkan perumahan rakyat ada kenaikan karena memang pemerintah ingin memperbanyak rumah murah,” tutur Lukita.

Pemerintah memastikan, kontribusi energi dalam pembentukan cadangan devisa nasional akan menurun mulai tahun 2014. Pengurangan sumber cadangan devisa dari penjualan energi ini dilakukan karena mengutamakan terpenuhinya seluruh kebutuhan energi di dalam negeri.(OIN)

24 Juni 2010

Tuesday, April 20, 2010

Limbah Sawit Dijadikan Karbon Aktif

Limbah sawit berupa serabut ataupun ampas dari pemerasan biji sawit berhasil diriset Pusat Penelitian Fisika pada Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia untuk dijadikan karbon aktif. Selanjutnya, karbon aktif itu dimanfaatkan sebagai campuran grafit bahan pembentuk anoda pada baterai dan komponen keping bipolar untuk teknologi sel bahan bakar atau fuel cell.

”Kesepakatan aplikasi teknologinya sudah kami peroleh dari suatu perusahaan pengolah sawit di Kabupaten Lebak, Banten,” kata Bambang Prihandoko, periset Pusat Penelitian Fisika LIPI, Jumat (16/4) di Jakarta.

Menurut Bambang, limbah sawit selama ini dimanfaatkan sebagai bahan bakar untuk proses pengolahan minyak sawit.

Pengembangan limbah sawit untuk dijadikan karbon aktif ini, selain untuk menyediakan bahan baku komponen baterai dan fuel cell, juga ingin digunakan untuk mereduksi emisi karbon dari pembakarannya.

”Realisasinya dalam waktu dekat ini. Produksi karbon untuk keperluan bahan baku komponen baterai dan fuel cell juga diproduksi di Cilegon oleh suatu perusahaan Jerman, tetapi memanfaatkan residu pada proses pengilangan minyak bumi,” kata Bambang.

Dia mengatakan, bahan baku untuk komponen baterai dan fuel cell perlu dipersiapkan sejak awal. Hal ini menunjang pula untuk pemanfaatan hasil riset yang ditempuh saat ini berupa pengembangan produksi baterai litium.

”Baterai litium dalam bentuk kecil dan tipis, tetapi memiliki kapasitas listrik besar, merupakan kebutuhan masa kini dan mendatang. Produksinya di dalam negeri masih kurang,” kata Bambang.

Secara terpisah, perekayasa pada Balai Besar Teknologi Energi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Herliyani Suharta mengatakan, rekayasa di bidang teknologi energi dengan memanfaatkan bahan alami terbarukan menunjang target reduksi emisi yang ditetapkan pemerintah sebesar 26 persen pada 2020.

”Selama ini, sebagian masyarakat masih buang-buang energi, misalnya dengan pembakaran kayu tanpa ditunjang teknologi yang memadai,” kata Herliyani.

Berdasarkan riset yang dia lakukan, Herliyani mengatakan, penghematan bahan bakar kayu sebetulnya bisa ditempuh melalui rekayasa tungkunya. Ia telah berhasil merekayasa tungku yang dapat menghemat lebih dari 20 persen kayu bakar untuk menghasilkan energi yang sama. (NAW)

17 April 2010
source:http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/04/17/04075278/limbah.sawit.dijadikan.karbon.aktif.

Friday, April 9, 2010

Pertamina Belum Siap Ikuti UU No 32/2009

Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pada April ini dikhawatirkan akan menimbulkan kriminalisasi terhadap kontraktor kontrak kerja sama atau KKKS minyak dan gas bumi.

Aturan itu juga bisa berdampak pada penurunan produksi migas nasional. Menurut Manajer Humas PT Pertamina EP Mohamad Harun, akhir pekan lalu di Jakarta, pihaknya belum siap mengikuti aturan yang termuat dalam UU Lingkungan Hidup.

Oleh karena itu, ujar Harun, pihaknya meminta penundaan pemberlakuan aturan baru itu agar bisa memperbaiki dan menambah fasilitas sesuai aturan yang ada.

”Kami mengomunikasikan tahapan-tahapan yang akan kami lakukan untuk mematuhi UU Lingkungan Hidup. Saat ini kami masih memperbaiki dan menambah fasilitas yang ada,” katanya.

Untuk menyesuaikan dengan aturan baru yang ada, kebutuhan investasi diperkirakan akan bertambah, yang pada akhirnya membebani cost recovery.

Sejauh ini, lanjut Harun, pihaknya masih menjalankan kegiatan operasi migas. Namun, jika nanti diperingatkan, pihaknya siap untuk menghentikan sementara kegiatan operasi.

Jika berhenti beroperasi, potensi penurunan produksi minyak PT Pertamina EP mencapai 61.000 barrel per hari.

Atas dasar itu, Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) meminta agar para KKKS migas tidak dikriminalisasi. Hal ini terkait dengan pemberlakuan UU Nomor 32 Tahun 2009.

Memberatkan sektor hulu

Menurut Kepala BP Migas Priyono, salah satu kendala pencapaian target produksi migas di masa mendatang adalah UU No 32 Tahun 2009, khususnya ketentuan yang terkait perizinan, baku mutu, jaminan pemulihan lingkungan, ancaman pencabutan izin usaha operasi migas, dan ancaman pidana bagi pelanggar.

”Hal ini akan sangat memberatkan sektor hulu migas karena secara potensial bisa mengakibatkan penurunan signifikan produksi migas nasional serta peningkatan biaya operasi yang bisa ditagihkan ke negara atau cost recovery yang cukup tinggi,” kata Priyono menambahkan.

Oleh karena itu, ujar Priyono, pihaknya akan meningkatkan koordinasi dengan aparat penegak hukum di daerah. ”Jangan segera dikenakan tindak pidana. Koordinasi dengan kejaksaan dan kepolisian dilakukan agar jangan sampai tindakan-tindakan penegakan hukum di daerah itu menunda produksi perminyakan,” ujarnya.

Jadi, kalau standar baku mutu belum sesuai dengan yang ditetapkan, perlu persiapan untuk mengadakan peralatan pendukung.

”Industri migas butuh waktu untuk persiapan dalam rangka mengikuti aturan. Kami telah meminta penundaan pemberlakuan aturan itu, dan saat ini masih dalam proses,” kata dia.

Priyono menjelaskan, meski terimbas dampak krisis ekonomi global, sektor hulu migas Indonesia masih melampaui target penerimaan negara yang ditetapkan di dalam APBN tahun 2009, yaitu menghasilkan 19,646 miliar dollar AS. Ini berarti sekitar 105 persen dari target APBN sebesar 18,815 miliar dollar AS. (EVY)

05 April 2010

PLT Angin 10 MW di Sukabumi Pasok PLN

Pembangkit listrik tenaga bayu atau angin yang beroperasi selama ini di Indonesia masih dalam tahap riset. Pengembangan ke tahap komersial dirintis di Taman Jaya Ciemas, Kabupaten Sukabumi. Pembangkit yang akan dibangun berkapasitas 10 megawatt. Pembangkit ini diproyeksikan terhubung dan memasok listrik pada jaringan kelistrikan pembangkit listrik nasional tahun ini.

Poempida Hidayatulloh, Ketua Komite Tetap Energi Berbasis Lingkungan Kadin (Kamar Dagang dan Industri) Indonesia, mengatakan hal itu pada seminar ”Towards the First Commercial Wind Farm in Indonesia” di Jakarta, Rabu (31/3).

Untuk pembangunan pembangkit listrik tenaga angin di Jampang Kulon yang berjarak sekitar 70 km dari Sukabumi itu, kata Yusuf Rahimi, Komisaris Viron Energy—perusahaan pembangun dan pengelola pembangkit tersebut, nota kesepakatan (MOU) telah ditandatangani antara pihaknya dan PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten.

Pada tahap pertama, pembangkit dengan total kapasitas 10 MW yang terdiri dari 5 unit yang berdaya 2 MW akan dibangun. Pembangunan nantinya akan dilanjutkan dalam beberapa tahap hingga total kapasitas yang terbangun mencapai 100 MW.

Tahap studi kelayakan pembangkit itu melibatkan Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan dan Energi Baru Terbarukan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Institusi ini tahun lalu telah merintis pembangunan pembangkit listrik tenaga angin di lokasi yang sama berkapasitas 25 kW dan sebatas untuk riset. Tahun ini, kapasitasnya akan ditingkatkan menjadi 100 kW dengan melibatkan PT Dirgantara Indonesia dan LIPI.

Sementara itu, untuk pembangunan PLTB 10 MW, dijelaskan Poempida yang juga Direktur Viron Energy, akan menggandeng Suzlon Energy dari India dan perusahaan lokal Adhi Karya. PLTB ini akan menyerap investasi 14 juta dollar AS dan kandungan lokalnya 30 persen.

Dengan potensi angin 7,3 meter per detik, pembangkit ini nantinya akan menghasilkan listrik 28 gigawatt jam per tahun. ”Daya listrik ini akan disalurkan pada grid PLN terdekat,” ujarnya.(YUN)

01 April 2010

Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Marke

  | Carbon Policy Lab Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Market Indonesi...