Saturday, August 22, 2009

Indramayu Bakal Tenggelam Tidak Lama Lagi

Tanjung Indramayu telah tenggelam akibat abrasi yang tidak bisa dikendalikan, baik oleh masyarakat sekitar maupun Pemerintah Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.


"Pengikisan pantai terus terjadi setiap tahunnya dari peta tahun 2004 masih terlihat ada Tanjung Indramayu. Di tanjung tersebut terdapat dua daratan yaitu Pancar Payung dan Pancar Belah, tetapi pada tahun 2009 sudah tidak tampak, semua berubah jadi lautan," kata Kepala Pelabuhan Indramayu, Sukiman, di Indramayu.

"Tanjung Indramayu memiliki panjang sekitar 3.600 meter dan lebar 1.800 meter telah berubah menjadi lautan, peristiwa tersebut sangat mengkhawatirkan daratan yang masih ada, kalau pihak terkait tidak berupaya mempertahankannya maka semua bibir pantai akan hilang," katanya.

"Untuk lima tahun ke depan bisa terjadi lebih parah, maka dari masyarakat serta pemerintah harus segera melakukan pencegahan lebih awal, supaya daratan yang ada bisa dipertahankan," katanya.

"Saat ini masyarakat di kawasan pantai utara Indramayu belum menyadari serta tidak pernah peduli terhadap pantai dan lingkungan di sekitarnya, maka dalam hitungan waktu yang singkat telah terjadi kerusakan pantai," katanya.

"Solusi untuk mengantisipasinya antara lain, menanam pohon bakau, mangrove, juga menghindari pengerukan bibir pantai yang sering terjadi di kawasan pantai Indramayu, dalam permasalahan ini masyarakat dan pemerintah harus bersama-sama untuk mempertahankan daratan tersebut," katanya.

"Dalam mempertahankan daratan masyarakat harus peduli terhadap lingkungan juga harus bisa memeliharanya, apabila hal tersebut tidak diperhatikan maka Indramayu akan tenggelam dalam waktu yang tidak lama lagi," katanya.

"Tanjung sangat diperlukan untuk sebuah pelabuhan karena fungsi dan manfaatnya sangat banyak seperti bisa menahan apabila terjadi angin dari timur, lahan bongkar muat kapal juga sebagai penahan gelombang," katanya.

"Selain Tanjung Indramayu, masih banyak daratan yang akan mengalami hal serupa seperti bibir pantai di daerah Sukra yaitu Sumur Adem di mana lahan tersebut dijadikan proyek pembangkit listrik tenaga uap," katanya.

"Yang paling jelas terlihat yaitu kawasan wisata bahari Tirtamaya yang berjarak sekitar 20 kilometer dari Kota Indramayu, pada tahun 1997 masih ada daratan untuk sarana pengunjung, tapi untuk saat ini daratan tersebut berubah menjadi lautan," katanya.

RABU, 5 AGUSTUS 2009 | 10:29 WIB

Source: http://www.wargahijau.org/index.php?option=com_content&view=article&id=624:indramayu-bakal-tenggelam-tidak-lama-lagi&catid=11:green-activities&Itemid=16

Ditemukan Sumber Gempa yang Belum Terdeteksi Dalam Peta Zonasi

Dari hasil kajian Pusat Mitigasi Bencana Institut Teknologi Bandung secara mendalam terhadap sumber-sumber gempa, baik subduksi (pertemuan lempeng), maupun shallow crusal (patahan dangkal) ditemukan patahan-patahan baru yang belum terdeteksi secara spesifik dalam peta zonasi gempa pada SNI-03-1726-2002.

"Ditemukan sumber-sumber gempa di zona Sumatera, Jawa, dan Nusa Tenggara," ungkap Kepala Pusat Mitigasi Bencana ITB I Wayan Sengara saat diskusi di Kantor BPPT Jakarta, Selasa (21/7).

I Wayan menjelaskan, sumber-sumber gempa subduksi Sumatera yang ditemukan yaitu di daerah Andaman, Aceh-Siemelue, Nias, Kepulauan Batu, Mentawai, Bengkulu, dan Sunda. Adapun untuk sumber gempa shallow crusal di wilayah Jawa dan Nusa Tenggara, yaitu patahan Lembang, patahan Cimandiri, Baribis, Opak, Doang, Sepanjang, Kangean, Flores, serta patahan-patahan lainnya di sekitar zona Sumatera, Jawa, dan Nusa Tenggara.

"Tiga patahan daerah Jawa, yaitu Cimandiri, Lembang, Opak, Baribis diperkirakan 10 persen kemungkinan terjadi gempa dalam waktu 50 tahun ke depan dengan kekuatan gempa relatif medium," ucapnya.

Pusat Mitigasi Bencana ITB juga memberikan rekomendasi jangka pendek untuk penyempurnaan peta zonasi gempa, yaitu menyelesaikan dan menyempurnakan keseluruhan hasil analisis dari berbagai sumber gempa untuk wilayah Sumatera, Jawa, dan Nusa Tenggara serta melakukan analisis sejenis untuk wilayah Indonesia Timur yang meliputi blok Irian dan blok Sulawesi-Kalimantan.

"Untuk jangka menengah, melakukan penelitian terhadap patahan-patahan yang dicurigai aktif," ujarnya.

Adapun jangka panjang, tambah I Wayan, memasang lebih banyak GPS monitoring pada patahan-patahan aktif sepanjang pulau di Indonesia untuk mendapatkan informasi data kecepatan pergerakan lempeng dan patahan.

"Langkah lain, mempercepat pelaksanaan pemasangan jaringan strong-motion accelerometer untuk menangkap getaran gempa kuat dari berbagai sumber gempa," ungkapnya.

Semua rekomendasi tersebut, kata dia, untuk masukan dalam perbaikan peta zonasi gempa yang masih mengacu pada peta SNI tahun 2002 agar seluruh infrastruktur yang akan dibangun dipersiapkan tahan gempa. "Kita berharap akhir tahun ini peta baru selesai dan diharapkan dilakukan penyempurnaan peta gempa secara berkala setiap 5 tahun sekali," tambah I Wayan.

SELASA, 21 JULI 2009 | 20:59 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — http://sains.kompas.com/read/xml/2009/07/21/20594246/ditemukan.sumber.gempa.yang.belum.terdeteksi.dalam.peta.zonasi.

Cacing Laut "Pengebom" Bercahaya


Ini bukan cacing biasa, tetapi cacing istimewa yang mengeluarkan cahaya warna-warni pada kedalaman laut lebih dari 3.500 meter.

Para peneliti dari Scripps Institution of Oceanography di Universitas California, San Diego, AS, menemukan keberadaannya ribuan kaki di bawah permukaan laut sisi barat dan timur laut Samudra Pasifik. Mereka menyebut kelompok cacing spesies baru Swima bombiviridis itu sebagai ”pengebom hijau”.

Ket Foto 1: Panah menunjukkan bom-bom hijau yang dilepaskan cacing untuk menghindari pemangsa. Ket Foto 2: Seekor pengebom hijau, Swima bombiviridis, yang diambil dari Monterey Bay, California. Beberapa bom hijaunya terlihat di tubuh cacing itu.

Bukan hanya tubuh yang bercahaya, tetapi bagian tubuh yang dilepaskannya pun hijau kemilau. Cacing berukuran 3/4 hingga 4 inci itu melepaskan bagian tubuhnya yang berwarna satu atau dua kali. Diameter bagian tubuh yang terlepas atau ”bom” itu antara 1-2 milimeter.

Para peneliti menginterpretasikannya sebagai mekanisme menghindari mangsa. Pasalnya, cacing-cacing itu langsung berenang menjauh seusai melepaskan ”bom”, yang bisa tergantikan lagi itu.

Ketua tim peneliti, Karen Osborn, menyatakan, cacing itu sebenarnya bukan binatang langka. Sering kali, melalui wahana bawah laut yang dikendalikan jarak jauh, mereka menemukan koloni serupa. Keunikannya, cara mengambil sampel di habitatnya itulah yang tidak mudah.

Kini tim peneliti memiliki sejumlah cacing di laboratorium. Salah satunya untuk mengetahui kandungan bahan kimia yang menghasilkan tubuh bercahaya.

Temuan itu, lanjut Osborn, menjelaskan seberapa banyak informasi yang dunia ketahui tentang organisme dan keanekaragaman laut dalam. (GSA)

SABTU, 22 AGUSTUS 2009 | 08:24 WIB

SAN DIEGO, KOMPAS.com - http://sains.kompas.com/read/xml/2009/08/22/0824318/cacing.laut.pengebom.bercahaya

Dari Timur ke Barat Berjajar Keong Mas

Tak hanya di Pulau Sumatera dan Jawa yang dikenal sebagai lumbung padi nasional, keong mas (Pomacea canaliculata) atau keong murbei pun bermasalah di Manokwari, Papua. Meskipun hidup leluasa di rawa dan danau, keong mas identik dengan hama yang menyerang hamparan padi muda.

Serangan keong memang tak secepat dan sedramatis serangga. Namun, hasilnya sama: penurunan produksi padi yang di beberapa tempat hampir mencapai 20 persen.

Menurut para peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), keong mas keluarga Pomacea masuk di Asia, termasuk Indonesia, pada pertengahan tahun 1980-an. Keong-keong itu didatangkan dari Amerika Selatan, yang juga dikenal sebagai negara pemasok fauna dan flora ke sejumlah negara tropis.

Awalnya, keong mas itu dikenalkan sebagai binatang piaraan karena menggemaskan dan sebagai pangan sumber protein.

Namun, tak lama kemudian, kabar buruk datang dari petani. Keong-keong berwarna keemasan menyerang hamparan padi di kawasan Jawa Barat. Pangkal batang menjadi target serangan mematikan.

Tak hanya di Indonesia, keong mas jenis Pomacea canaliculata (setidaknya sejauh ini dari jenis itu yang terdeteksi secara ilmiah) ternyata juga menginvasi sejumlah negara, seperti Filipina, Vietnam, Kamboja, Thailand, Myanmar, Taiwan, China, Jepang, negara-negara di kawasan Amerika Utara, dan Amerika Selatan. Hingga kini belum ada laporan yang menyebutkan pembasmian dapat dituntaskan.

Di Indonesia, penanganannya masih jauh dari tuntas. Tak sedikit petani yang mengatasinya secara manual: menangkap dan membuangnya atau menggunakan jebakan kayu berikut umpan. Kalau memakai musuh alami, umumnya dengan itik.

Pada situs web pustaka-deptan, Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Departemen Pertanian (Deptan) merekomendasikan, pelepasan itik sebagai pengendalian alami hama keong mas dapat dilakukan setiap pagi dan sore hari. Periode pelepasan adalah setelah padi ditanam hingga padi berumur 45 hari. Jumlah itik yang dilepaskan disarankan 25 ekor per hektar. Selain itu, dibarengi pemungutan keong mas secara berkala.

Di pasaran, ada juga obat kimia khusus hama keong (molluscicide), tetapi penggunaannya di kalangan petani masih terhambat harga. Harganya berkisar Rp 27.000 hingga Rp 50.000 per botol dengan penggunaan bisa sampai tiga botol per petak sawah—yang jelas hal ini menjadi ekstra ongkos produksi, menambah beban setelah kebutuhan mutlak, seperti pupuk dan pestisida.

”Tak banyak petani yang memakai. Setidaknya itu temuan kami di lapangan,” kata peneliti moluska Pusat Penelitian Biologi LIPI, Nova Mujiono, Jumat (21/8). Kunjungannya di sejumlah kabupaten di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat, antara bulan Juli dan Agustus 2009 menunjukkan, petani memilih cara manual.

Pengakuan petani, ada yang menangkap lalu memasukkannya ke dalam karung. Lalu, diletakkan di tengah jalan raya dan tergilas roda-roda kendaraan. Ada pula yang mengumpulkan untuk dimasak. Umumnya, setelah membuang bagian kepala dan perutnya.

Pada buku penanganan hama keong mas di sejumlah negara yang beredar di kalangan peneliti moluska global, di antaranya dituliskan resep-resep masakan berbahan keong mas. Meskipun resep dari Indonesia tidak ada, sejumlah penduduk di daerah telah lama mengenalnya. Di Sumatera Barat, keong mas yang dikenal sebagai kalambuai biasa dimasak gulai atau digoreng.

Peta sebaran

Terhitung sejak Mei 2009, kelompok peneliti moluska meneliti status taksonomi keong Pomacea spp. dan keong telanjang (slug) sebagai hama. ”Keong-keong itu masuk kategori spesies invasif,” kata penanggung jawab penelitian, Ristiyanti M Marwoto. Sebanyak delapan orang terlibat penelitian yang akan selesai Oktober 2009 itu.

Hasilnya, di antaranya akan diberikan kepada Balai Karantina. Tujuannya, mengenal lebih baik keong sebagai satwa invasif.

Spesies invasif mengacu pada jenis-jenis fauna dan flora asing (dari luar negeri ataupun pulau lain) yang berkembang dan mengganggu keanekaragaman hayati endemik. Di Indonesia, jumlahnya ribuan jenis.

Salah satu target penelitian adalah keberadaan peta sebaran keong mas di Indonesia. Berpuluh tahun diserang keong, Indonesia belum memiliki peta sebaran terkini dan metode andal membasminya.

Selain itu, penelitian akan menghasilkan data dasar kebenaran identifikasi jenis-jenis invasif sehingga penanggulangannya dapat optimal. ”Meskipun bentuknya bervariasi di sejumlah daerah, keong mas banyak sebagai hama,” kata Ristiyanti.

Keong telanjang pun ditemukan turut merusak hasil kebun sayur, seperti kubis, selada air, wortel, labu siam, dan bawang daun. Meskipun mengakui keong sebagai hama, para pekebun sayur hanya bisa mengupas dan membuang bagian yang rusak.

Cara semacam itu tidak mengurangi populasi keong telanjang. Telur-telur yang amat kecil tetap terbawa bonggol sayur dan berpotensi berkembang di tempat lain. Melalui cara seperti itulah, keong mas dan keong telanjang dimungkinkan masuk ke Indonesia, selain melalui impor.

Temuan ”lymnea”

Salah satu temuan terbaru penelitian di lapangan, setidaknya sesuai dengan laporan para petani, adalah keong kecil (lymnea) di sawah-sawah. Selama ini para peneliti tidak menganggap lymnea sebagai hama.

”Faktanya, kami melihat sendiri keong-keong kecil itu memakan batang padi bersama keong mas. Cerita petani menguatkan itu,” kata Nova, yang memotret koloni keong mas dan keong lymnea di pangkal batang. Hasil pengambilan sampel keong mas pada 1 meter sawah, menemukan sekitar 40 keong mas dewasa dan anakan.

Keong-keong tersebut, umumnya memakan pangkal batang padi yang berumur kurang dari 30 hari. Serangan terhadap padi muda dapat menyebabkan kematian tanaman. Penelitian LIPI hanyalah bagian kecil dari upaya melindungi sumber pangan. Dibutuhkan kerja sama dengan Departemen Pertanian, Balai Karantina, dan pemerintah daerah. Petani telah berperang puluhan tahun, tanpa dukungan berarti.

SABTU, 22 AGUSTUS 2009 | 08:38 WIB

Gesit Ariyanto, KOMPAS.com - http://sains.kompas.com/read/xml/2009/08/22/08382691/dari.timur.ke.barat.berjajar.keong.mas

G-20:Sektor Keuangan Diatur Ketat

G-20 Mendengarkan Pengalaman Indonesia

Para pemimpin Kelompok 20 (G-20) tampak makin serius mengatur dan menegakkan aturan di sektor finansial. Ini adalah salah satu topik yang dibahas G-20, di samping berbagai isu lain, yang bertujuan mencegah makin dalamnya resesi global.

Pertemuan hari pertama para pemimpin G-20, kumpulan negara maju dan berkembang, di London, Kamis (2/4), memasukkan rincian mengenai reformasi pengaturan sektor keuangan. Ini adalah isu yang gencar diusulkan oleh Perancis dan Jerman.


Presiden Amerika Serikat Barack Obama mengakui lemahnya peraturan sektor keuangan di AS memberi kontribusi pada krisis global. Kelemahan pengaturan itu membuat aksi spekulasi di sektor keuangan menjadi amat liar.

Sehari sebelumnya, Perancis dan Jerman mengancam tidak akan menandatangani komunike G-20 jika pengaturan sektor keuangan tidak dimasukkan. Kedua negara ini menilai bahwa krisis global dipicu liarnya sektor keuangan, bukan karena kurangnya stimulus ekonomi. Inggris dan AS, pusat dari pelaku aksi-aksi spekulasi, mendorong G-20 meningkatkan stimulus. Hal ini membuat Presiden Perancis Nicolas Sarkozy dan Kanselir Jerman Angela Merkel berang. Mereka menilai, biang keladi krisis adalah aksi-aksi spekulasi di sektor keuangan yang memunculkan fenomena kanibal dan ”saling makan”.

Harus dibantu

Isu pengaturan sektor keuangan juga menjadi keinginan negara berkembang yang ada di G-20, termasuk Indonesia. Hal itu juga menjadi imbauan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang isinya meminta pencegahan kesalahan di sektor keuangan. Presiden mengatakan bahwa hal itu juga dia sampaikan di G-20, termasuk untuk mewakili kepentingan negara berkembang.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, dalam pembahasan di pertemuan G-20 terjadi semacam ”rekonsiliasi” di antara para anggota soal pentingnya stimulus dan pengetatan regulasi keuangan.

Terkait dengan reformasi institusi keuangan global, Sri Mulyani mengatakan, suara Indonesia didengar karena memiliki pengalaman krisis 1997/1998. ”Pandangan Indonesia mengenai apa yang harus dikoreksi dari IMF dan Bank Dunia didengarkan dan telah ada perubahan fundamental operasi,” ujarnya.

Oleh banyak negara, IMF dan Bank Dunia dianggap sebagai beban, bukan solusi.

Menkeu juga mengatakan, pada pertemuan G-20, Indonesia memunculkan isu soal pentingnya dukungan dana bagi negara berkembang dan miskin yang terkena krisis. ”Pihak Eropa mengatakan, negara berkembang menjadi korban krisis yang bukan karena kesalahan sendiri. G-20 menilai, negara korban ini wajib dibantu,” ungkapnya.

Mekanisme bantuan sudah disepakati, yakni melalui Bank Dunia maupun bank pembangunan kawasan serta IMF. ”Bantuan ini pun diberi tanpa persyaratan, khususnya Meksiko yang dianggap memiliki reputasi dan kebijakan baik,” ujar Sri Mulyani.

Sehubungan dengan hal itu, G-20 sepakat menambah dana IMF lebih dari 500 miliar dollar AS menjadi 750 miliar dollar AS dari para anggota. Tujuannya, sebagaimana ditekankan Perdana Menteri Inggris Gordon Brown, agar IMF dapat membantu lebih banyak negara korban krisis.

Anggota G-20 sepakat pula mengenai paket penyediaan dana 250 miliar dollar AS bagi negara berkembang untuk membiayai perdagangan internasional.

FSF akan mengawasi

Soal isu peraturan dan pengawasan sektor keuangan, G-20 sepakat mengatur hedge fund (kumpulan dana investasi yang juga dipakai berspekulasi), yang selama ini terlepas dari pengawasan dan termasuk penyebab krisis global.

G-20 mengubah fungsi Forum Stabilitas Finansial (FSF), kelompok pemikir informal milik sejumlah bank sentral, menjadi lembaga pengawas sistem keuangan. FSF akan mempresentasikan proposal dan rekomendasi mengenai pengawasan perbankan serta pembatasan bonus para bankir. ”Perubahan status FSF ini akan meningkatkan cakupan kegiatan FSF,” ujar Ketua FSF yang juga Gubernur Bank Sentral Italia Mario Draghi.

G-20 juga akan menekankan pentingnya pengawasan terhadap tax haven (seperti Singapura). Tax haven akan dituntut kooperatif atau menghadapi sanksi dan dimasukkan ke dalam daftar hitam. Stephen Timms, pejabat sektor keuangan Inggris, mengatakan, kesepakatan mengenai tax haven sedang disusun.

Setidaknya ada 35 tax haven di luar negeri yang terdiri dari negara maupun teritori. Tax haven terbentang mulai dari Pulau Channel hingga Pulau Cayman di Karibia. Tax haven sedang dalam tekanan untuk memberikan lebih banyak lagi informasi kepada otoritas internasional agar menghentikan warga dunia yang ingin menghindari pajak dan menyembunyikan pendapatan mereka dengan menempatkan dana ke tax haven. (AP/AFP/Reuters/joe)

Oleh Nur Hidayati
London, Kompas - Jumat, 3 April 2009 | 02:44 WIB

Source:http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/04/03/02441173/sektor.keuangan.diatur.ketat

Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Marke

  | Carbon Policy Lab Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Market Indonesi...