Thursday, September 17, 2009

Ilmuwan Temukan Listrik dari Pohon

Para peneliti telah menemukan satu cara untuk memperoleh listrik yang dihasilkan oleh pohon, demikian laporan media pekan ini.

Anak-anak di seluruh dunia yang pernah melakukan percobaan baterei lemon atau kentang mengetahu bahwa arus listrik dapat dihasilkan dengan menciptakan reaksi antara makanan itu dan dua logam yang berbeda.

Namun, para peneliti di Massachusetts Institute of Technology telah menemukan satu cara lain untuk menuai listrik dari pohon. Mereka menggunakan logam yang sama untuk kedua elektroda yang secara khusus disusun agar tidak membuat rancu dampaknya dengan dampak kentang.

Meskipun terbukti pohon dapat menjadi sumber listrik adalah langkah penting, satu pertanyaan tetap ada: Dapatkah voltase yang kecil dan dihasilkan oleh satu pohon digunakan buat sesuatu yang bermanfaat?

Setelah menghabiskan musim panas untuk memeriksa pepohonan, para peneliti itu menemukan bahwa pohon kayu berdaun lebar menghasilkan voltase yang tetap sampai beberapa ratus milivolt. Dengan menambahkan satu alat yang disebut pengubah pendorong voltase, tim penelitian tersebut dengan susah-payah berhasil memperoleh voltase yang dapat digunakan sebesar 1,1 voltase, cukup untuk menjalankan sensor bertenaga rendah.

Seorang anggota tim mengakui bahwa "tenaga listrik pohon" tidak sepraktis energi matahari, tapi dia percaya sistem tersebut dapat dipertimbangkan sebagai pilihan murah untuk menghasilkan tenaga listrik buat sensor pohon yang membantu mendeteksi kondisi lingkungan hidup atau kebakaran hutan.

Dengan menggunakan keluaran elektronik untuk menjaga kesehatan pohon adalah kemungkinan lain. Studi itu direncakan disiarkan di dalam jurnal "Transactions on Nanotechnology, Institute of Electrical and Electronics Enggineers".

KAMIS, 17 SEPTEMBER 2009 | 12:43 WIB

BEIJING, KOMPAS.com - http://sains.kompas.com/read/xml/2009/09/17/12431599/ilmuwan.temukan.listrik.dari.pohon

Wednesday, September 16, 2009

Rekonstruksi Pascagempa Ancam Kelestarian Hutan

BENCANA ALAM

Kerusakan akibat gempa di selatan Jawa Barat, 11 September lalu, menuntut pembangunan kembali. Namun, rekonstruksi pascagempa akan mendorong meningkatnya kerusakan hutan. Demikian menurut Direktur Eksekutif Greenomics Indonesia Elfian Effendi, Selasa (15/9).

”Satu hal yang perlu mendapat perhatian adalah penggunaan kayu pascagempa,” ujarnya.

Kepala Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional RW Matindas suatu kali memaparkan, pada peta kepadatan penduduk di Jawa, daerah yang masih berupa hutan hanya di 30 persen kawasan pesisir selatan Jawa Barat dan 75 persen di selatan Jawa Timur.

Menurut Elfian, kasus rekonstruksi Aceh harus menjadi pelajaran. Proses rekonstruksi di Aceh memunculkan masalah kerusakan hutan dan pembalakan liar. ”Proses rekonstruksi pascabencana harus berwawasan lingkungan,” ujarnya.

Dari analisis citra satelit terhadap kondisi hutan Aceh oleh Greenomics Indonesia, Agustus lalu terungkap terjadi penurunan cepat kualitas hutan pada kurun 2006-2008. Tutupan hutan Aceh berkurang 200.329 hektar selama tiga tahun itu.

Hal tersebut menyebabkan kerugian material 551,3 juta dollar AS per tahun dari potensi bisnis perdagangan karbon akibat terlepasnya cadangan karbon hutan Aceh yang tak kurang dari 50,08 juta ton.

Belum termasuk saat tanggap darurat dan rehabilitasi tahun 2005 saat tutupan hutan hilang 52.424 hektar. ”Mayoritas tegakan hutan alam Aceh yang hilang itu dieksploitasi secara ilegal,” ungkap Elfian.

Ia menilai, saat ini tercetak tiga rekor dunia baru sekaligus, yakni kehilangan tutupan hutan alam tercepat di dunia, pengguna kayu ilegal terbesar di dunia, dan sebagai penyumbang emisi karbon terbesar di dunia.

Rumah tradisional

Menurut Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi Departemen Kelautan dan Perikanan Soen’an Hadi Poernomo, pembangunan kembali rumah-rumah dan bangunan yang rusak hendaknya mengacu pada konstruksi tahan gempa dan rumah tradisional yang terbukti kokoh. Menurut pemantauan, rumah yang selamat adalah yang berbentuk panggung.

Hal tersebut karena kaki-kaki rumah tradisional diganjal batu kapur berbentuk kotak, setinggi 30 cm-50 cm dari muka tanah. Model ini secara teoretis serupa dengan rumah pesisir yang ada di AS atau Jepang; ditopang oleh tiang terputus, disambung dengan impitan pelat baja yang kuat di kiri dan kanannya. Bangunan demikian, apabila terjadi gempa, akan hanya terayun.

Soen’an mengungkapkan bahwa rumah tradisional Jawa Barat seperti itu di Garut Selatan hanya rusak ringan, pecah genteng, dan perabotan. Adapun rumah beton atau tembok, yang kaku terpaku di dalam tanah, saat terkena goyangan akan menderita kerusakan parah, pecah, roboh, dan hancur.

Pemberdayaan masyarakat pascagempa, menurut Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Surono, merupakan hal penting.

Ia menunjuk pembangunan kembali Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, pascagempa tektonik tahun 2006. Dalam dua tahun, Pemerintah Kabupaten Bantul dan masyarakatnya bersatu padu membangun kembali wilayah yang hancur akibat gempa. Menurut Surono, saat ini dampak bencana tersebut tidak tampak lagi. (YUN)

Indomaret Gunakan Kantong Plastik Ramah Lingkungan

INDOMARET kini memakai kantong plastik ramah lingkungan. Penggunaannya diluncurkan Marketing Director PT Indomarco Prismatama, Laurensius Tirta Widjaja pada hari Jum’at (4/09/09) di Jakarta. Pemakaian kantong oxi degradable (oxium) yang mudah terurai ini telah dimulai Indomaret sejak Juli 2009 secara bertahap. Hal ini menjadi komitmen Indomaret dalam menjaga kelestarian lingkungan dan mendukung program pemerintah tentang pengelolaan sampah. Kantong plastik oxium terbuat dari campuran zat degradable sehingga plastik akan hancur dalam 2 tahun.

Periode kehancurannya tergantung dari panas dan kelembaban penyimpanannya. Indomaret sebagai tempat yang menjual kebutuhan pokok dan sehari-hari memakai plastik rata-rata 48 kg per toko atau 173.952 kg per bulan dengan total 3.624 toko. Kebutuhan yang terus meningkat membuat penggantian kantong plastik konvensional dengan degradable tidak dapat ditunda-tunda, meski biayanya lebih besar dan masih ada kendala pasokan pabrik (INO).

Sumber: http://www.wargahijau.org/index.php?option=com_content&view=article&id=633:indomaret-gunakan-kantong-plastik-ramah-lingkungan&catid=6:green-corporation&Itemid=11

Hutan Lindung Rusak Parah, Solusinya Hanya Prihatin

Hutan konservasi Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) yang ada di wilayah Kabupaten Lebak, Banten, rusak parah akibat pembalakan liar.

"Saya merasa prihatin kerusakan hutan sekitar TNGHS dan mengancam keselamatan habitat ekosistem satwa langka itu," kata Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dushutbun) Kabupaten Lebak H Aan Kusdinar, di Lebak, Rabu (16/9).

Aan mengatakan, areal kerusakan hutan itu hingga kini belum begitu diketahui secara pasti karena merupakan kewenangan Balai Taman Nasional TNGHS yang berpusat di Sukabumi.

Karena itu, pihaknya ke depan menjalin koordinasi dengan Balai Taman Nasional TNGHS untuk mencegah kerusakan hutan lebih luas. Saat ini, kondisi hutan di sekitar hutan konservasi TNGHS kritis akibat adanya kegiatan penebangan liar.

Kerusakan hutan itu mulai blok Kecamatan Sobang hingga Cibeber, karena banyak warga yang melakukan penebangan pohon tanpa izin, seperti di kawasan Gunung Bongkok.

Kerusakan hutan tersebut, juga akibat adanya kegiatan eksplorasi penambangan emas tanpa izin di Kecamatan Cibeber. "Pertambangan emas tanpa izin ini tentu bisa merusak pelestarian lingkungan," katanya.

Jika kawasan hutan konservasi TNGHS tidak dilakukan penghijauan atau reboisasi, akan menjadi bencana alam. Selain itu, akan menimbulkan kerugian besar karena habitat flora dan fauna yang dilindungi menghilang.

Reboisasi hanya dilakukan melalui program Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GRHL). "Sebagian besar program GRHL itu dilakukan hutan produksi milik masyarakat," katanya.

Dia berharap Balai Taman Nasional TNGHS bersama Pemkab Lebak melakukan reboisasi penghijauan agar kondisi hutan tidak rusak.

"Tahun ini kami juga melakukan penghijauan dengan penanaman pohon keras seluas 200 hektare di lahan kritis pada areal hutan produksi," ujar Aan Kusdinar.

Rabu, 16 September 2009 | 09:43 WIB

LEBAK, KOMPAS.com -  http://sains.kompas.com/read/xml/2009/09/16/09435379/hutan.lindung.rusak.parah.solusinya.hanya.prihatin

Akibat El Nino, Musim Hujan Akan Terlambat

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi musim hujan pada akhir tahun ini akan mengalami keterlambatan di seluruh wilayah Indonesia.

Keterlambatan ini terjadi akibat fenomena El Nino yang masih akan terjadi secara global. Analisis BMKG menunjukkan fenomena El Nino masih akan berlangsung hingga awal tahun 2010 dengan intensitas El Nino lemah sampai moderat.

"Dalam kaitan ini memberikan indikasi, adanya peluang keterlambatan awal musim hujan periode 2009-2010 ," kata Deputi Bidang Klimatologi BMKG, dalam keterangan persnya kepada wartawan, di kantor BMKG, Kemayoran, Jakarta Pusat, Selasa ( 15/9 ).

Prakiraan datangnya musim hujan tersebut akan terjadi dalam kurun waktu yang berbeda-beda di berbagai Zona Musim (ZOM) di Indonesia. Prosesnya akan berlangsung secara berurutan, dimulai dari wilayah Indonesia bagian Barat, tengah, dan Timur. "Namun secara umum awal musim hujan 2009-2010 di 220 ZOM diprakirakan terjadi mulai bulan November dan Oktober 2009 ," kata dia.

Pada ZOM wilayah Sumatra, akan lebih dulu memasuki musim hujan yang akan terjadi pada bulan September. Sementara di pulau Jawa, musim hujan akan dimulai pada November. Sedangkan di ZOM kawasan Timur seperti Bali, NTB, dan NTT, musim hujan baru akan terjadi pada bulan Desember.

"Sifat hujan selama musim hujan ini, di sebagian besar ZOM diprakirakan termasuk normal dan bawah normal," jelasnya.

Kondisi keterlambatan tersebut, dengan sendirinya akan mempengaruhi musim tanam yang harus menunggu datangnya musim hujan. "Musim tanam juga berpeluang mundur mengikuti siklus datangnya hujan," imbuhnya.

Karena itu, Soeroso mengatakan, pihaknya juga sudah memberikan laporan kepada Departemen Pertanian untuk melakukan langkah-langkah antisipasi terhadap perubahan jadwal musim hujan tersebut. "Dari situ akan diteruskan kepada Dinas-dinas pertanian di daerah agar segera bisa diantisipasi," tandasnya.

Selasa, 15 September 2009 | 20:39 WIB

JAKARTA,KOMPAS.com -  http://sains.kompas.com/read/xml/2009/09/15/20394955/akibat.el.nino.musim.hujan.akan.terlambat

Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Marke

  | Carbon Policy Lab Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Market Indonesi...