Thursday, December 3, 2009

GreenFest 2009: Kampanye Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim Belum Berimbang

Kampanye beradaptasi dan mengurangi risiko dampak pemanasan global selama ini lebih bertumpu pada masyarakat, kurang ditujukan kepada pemerintah, sehingga kampanye belum berimbang. Green Festival 2009 pada 5-6 Desember 2009 mendatang di Lapangan Parkir Timur Senayan, Jakarta, mendorong agar pemerintah berpartisipasi aktif menjaga kesinambungan aksi masyarakat yang ”dikejar-kejar” supaya hidup hemat energi, ramah lingkungan, dan sebagainya.

”Suatu contoh, masyarakat diimbau memilah sampah dan sebagian sudah melakukannya. Tetapi, pemerintah melalui dinas kebersihannya kembali menjadikan satu, belum mampu memilah sampah,” kata General Manager Yayasan Unilever Sinta Kaniawati, Senin (30/11), di Jakarta.

Menurut Sinta, semestinya aksi masyarakat mendukung gerakan ramah lingkungan disambut secara berkesinambungan oleh pemerintah. Saat ini pemerintah belum berniat menyediakan infrastruktur pemilahan sampah dengan sempurna.

Jajaran pemerintah pun berkewajiban menjadi contoh bagi masyarakat untuk menjalankan prinsip-prinsip hidup ramah lingkungan.

”Kampanye yang ingin disampaikan melalui Greenfest (Green Festival) nanti, setiap lapisan masyarakat yang mengunjungi, akan tertarik dan mau melakukan satu aksi. Entah aksi itu berupa lebih menghemat listrik, menghemat air, mengolah sampah, dan lain-lainnya,” kata Sinta.

Secara terpisah, Direktur Eksekutif Yayasan Pelangi Indonesia Moekti Soejachmoen mengatakan, saatnya kini menyampaikan komunikasi dalam kampanye seperti Greenfest secara berimbang. Aksi yang diharapkan tumbuh dari kalangan masyarakat tidak dapat dipisahkan dengan aksi pemerintah.

”Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan target menurunkan emisi 26 persen. Langkah konkret semestinya dijalankan masyarakat dan pemerintah secara bersama-sama,” kata perempuan yang akrab dipanggil Kuki ini.

Menurut Kuki, 26 persen emisi yang ingin direduksi itu terbagi 14 persen dari sektor kehutanan, 6 persen dari sektor energi, dan 6 persen dari sektor sampah. Tetapi, angka-angka itu masih dirasakan janggal, khususnya reduksi emisi dari sektor sampah.

”Emisi dari sampah berupa metana dari unsur sampah organik. Tetapi, sekarang sampah plastik yang tidak mengeluarkan emisi metana yang jumlahnya terus bertambah,” kata Kuki.

Reduksi emisi 6 persen untuk sektor energi, menurut Kuki, masih bisa ditingkatkan lagi. Efisiensi energi untuk bidang transportasi masih sangat kurang.

Moda transportasi angkutan umum kurang diutamakan. Pemborosan energi terjadi dengan makin banyaknya penggunaan kendaraan pribadi dan di sisi lain menimbulkan kemacetan.

”Reduksi emisi 14 persen melalui sektor kehutanan masih dihadapkan pada masalah tata guna dan tata ruang. Pemerintah harus membuat aturan main yang benar,” ujar Kuki.

Menurut dia, pemerintah saat ini juga banyak dihadapkan pada persoalan lahan yang tidak dimanfaatkan. Semestinya, lahan-lahan itu diolah dan memberi manfaat yang optimal.

Melalui Greenfest kedua kali ini, Kuki mengharapkan, keseimbangan bentuk kampanye menjadi opsi-opsi yang mudah dijalankan masyarakat dan pemerintah. Pada akhirnya, itu akan bermanfaat bagi kesinambungan berbagai tindakan nyata untuk menyelamatkan Bumi yang makin sekarat ini. (NAW)

Kecukupan Air Di Pulau Jawa Tinggal Separuh

Kecukupan air untuk berbagai keperluan penduduk di Pulau Jawa pada tahun 2025 diperkirakan hanya mencapai 320 meter kubik per kapita per tahun. Jumlah ini hanya separuh dari yang dibutuhkan sehingga akan terjadi tingkat kerawanan yang sangat parah.

Hal ini dikemukakan M Ikhwanuddin Mawardi dalam orasi pengukuhan sebagai profesor riset bidang hidrologi dan konservasi tanah pada Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Rabu (2/12) di Jakarta.

Selain itu, Netty Widyastuti juga dikukuhkan sebagai profesor riset BPPT untuk bidang bioteknologi umum dan Kardono sebagai profesor riset untuk bidang teknologi lingkungan.

”Penanganan krisis air perlu komprehensif,” kata Mawardi.

Dia mengemukakan, setidaknya ada delapan pokok pikiran sebagai langkah komprehensif untuk menangani persoalan krisis kebutuhan pokok masyarakat tersebut, di antaranya meliputi pelaksanaan dan pengawalan kebijakan nasional, seperti menetapkan tutupan vegetasi seluas 30 persen di setiap wilayah provinsi dan kabupaten.

Juga disarankan pengaturan jumlah dan distribusi penduduk di Jawa sebab pada tahun 2007 tingkat kepadatan penduduk di Jawa mencapai 864 orang per kilometer persegi atau 0,12 hektar per kapita, di bawah standar dunia yang disarankan 4,18 hektar per kapita.

”Sebanyak 81,1 juta penduduk pada tahun 2007 harus dikeluarkan dari Jawa kalau ingin memenuhi standar hidup nyaman,” kata Mawardi.

Tinggal 4 persen

Mawardi mengatakan, luas kawasan hutan atau tertutup vegetasi untuk setiap wilayah pemerintahan saat ini mencapai 18 persen, jauh dari ketentuan nasional 30 persen. Bahkan, Mawardi mengutip data Badan Planologi Departemen Kehutanan yang menyebutkan, berdasarkan hasil pengolahan citra satelit luas yang tertutup hutan di Jawa hanya tinggal 4 persen. Hal itu memengaruhi keberlanjutan sumber daya air.

”Menurunnya daya dukung sumber daya air harus diatasi dengan efisiensi penggunaan air,” kata Mawardi.

Beberapa contoh efisiensi penggunaan air adalah pola tanam pertanian tidak dengan pengairan sepanjang musim dan dengan daur ulang air irigasi pertanian. Penggunaan biotoilet atau toilet kering di tingkat rumah tangga bisa juga mengurangi jumlah penggunaan air.

Dalam pengukuhan sebagai profesor riset BPPT itu, Kardono menyampaikan orasi berjudul, ”Arah Pengembangan Teknologi Mitigasi Polusi Udara dan Gas Rumah Kaca di Indonesia”.

”Salah satu teknologinya, dengan menyimpan gas karbon dioksida bercampur air ke dalam tanah dengan tekanan tinggi, sekaligus menekan minyak agar keluar dari batuan. Upaya ini untuk memerangkap karbon dioksida,” kata Kardono.

Netty Widyastuti menyampaikan orasi berjudul ”Pengembangan Teknologi Bioproses Jamur Tiram (Pleirotus ostreatus) dan Jamur Shitake (Lentinus edodes) sebagai Sumber Gizi dan Bahan Pangan Fungsional. (NAW)

Jaringan Serat Optik Dibangun

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Senin (30/11) di Jakarta, meresmikan pembangunan fisik jaringan serat optik yang akan menghubungkan Mataram, Nusa Tenggara Barat, dengan Kupang, Nusa Tenggara Timur. Jaringan ini merupakan bagian dari pembangunan tulang punggung serat optik bawah tanah dan bawah laut yang menjadi infrastruktur dasar bagi layanan teknologi komunikasi dan informasi di Indonesia.

Proyek serat optik Mataram-Kupang sepanjang 1.041 kilometer (km) itu diresmikan Presiden di Istana Negara, Jakarta, melalui video conference yang menyambungkan Presiden dengan Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring, Direktur Utama PT Telkom Rinaldi Firmansyah, Gubernur Nusa Tenggara Barat Muhammad Zainul Madjdi, dan perwakilan masyarakat di Mataram.

Direktur Utama PT Telkom Rinaldi Firmansyah menjelaskan, infrastruktur tulang punggung serat optik yang terintegrasi di Kawasan Timur Indonesia diharapkan menjadi solusi komprehensif terhadap keterbatasan kapasitas dan keterisolasian Kawasan Timur Indonesia.

Jaringan serat optik yang merupakan bagian dari konfigurasi Palapa Ring tersebut ditargetkan siap beroperasi pada November 2010.

Palapa Ring adalah megaproyek pembangunan tulang punggung serat optik yang terdiri dari 35.280 km serat optik bawah laut dan 21.708 km serat optik bawah tanah pada tujuh cincin yang mencakup 33 provinsi dan 440 kabupaten/kota. Di Kawasan Timur Indonesia, Palapa Ring sepanjang 10.812 km akan menghubungkan Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua.

Menteri Komunikasi dan Informatika memaparkan, pembangunan jaringan serat optik Mataram-Kupang dibiayai oleh PT Telkom. Tahap pembangunan berikutnya adalah jaringan Manado-Makassar akan dibiayai oleh Konsorsium Palapa Ring.

Konsorsium Palapa Ring saat ini terdiri dari tiga perusahaan penyelenggara telekomunikasi, yakni PT Telkom, PT Indosat, dan PT Bakrie Telecom. Perusahaan lain, PT Excelcomindo Pratama, juga bergabung, tetapi untuk sementara tidak aktif. (DAY)

Industri Kelapa Sawit: Prinsip Kelestarian Alam Tetap Utama

Pemerintah bersedia melakukan apa pun untuk mendukung pengembangan kelapa sawit nasional, tetapi tetap mengedepankan prinsip kelestarian alam. Berbagai insentif dan regulasi akan diberikan untuk mempercepat pertumbuhan produksi minyak kelapa sawit mentah.

Demikian disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa dan Menteri Pertanian Suswono seusai membuka Konferensi Minyak Sawit Indonesia (Indonesia Palm Oil Conference/IPOC) 2009 di Nusa Dua, Bali, Rabu (2/12).

Hadir dalam acara itu, antara lain, Wakil Menteri Pertanian Bayu Krisnamurthi, Dirjen Perkebunan Deptan Achmad Mangga Barani, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia Joefly J Bahroeny, dan Ketua Dewan Minyak Sawit Indonesia Daud Dharsono.

Isu lingkungan relatif dominan terkait pengembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Hal ini karena sebagian besar lahan yang digunakan adalah areal hutan. Menko Perekonomian menegaskan, Indonesia mengadopsi prinsip kelestarian dalam pengelolaan sumber daya alam.

”Saya yakinkan Anda, kami punya hukum dan regulasi untuk menyeimbangkan aspek ekonomi dan sosial dengan isu lingkungan dalam mengembangkan industri (CPO) ini,” kata Hatta dalam konferensi yang dihadiri 165 peserta dari 13 negara.

Indonesia adalah produsen CPO terbesar di dunia dengan volume 19,2 juta ton tahun 2009. Tahun 2008 ekspor CPO Indonesia 16 juta ton senilai 12,4 miliar dollar AS. Indonesia memasok 47 persen kebutuhan CPO dunia. Indonesia dan Malaysia menguasai 85 persen pasar CPO dunia.

Sekitar 2,7 hektar dari 7,9 juta hektar perkebunan kelapa sawit yang ada di Indonesia adalah perkebunan rakyat.

Mentan menjelaskan, pemerintah telah menerbitkan izin prinsip 9,7 juta hektar perkebunan kelapa sawit, 1,8 juta hektar di antaranya belum ditanami.

Indonesia, kata Mentan, memiliki potensi lahan kelapa sawit sesuai keadaan iklim seluas 18 juta hektar. ”Tetapi, pemanfaatannya harus disesuaikan dengan tata ruang. Tidak mungkin mengabaikan lingkungan,” ujarnya.

Pemerintah, kata Bayu, menyiapkan lima kawasan industri terpadu untuk CPO, yaitu di Sumatera, Kalimantan, Jawa, dan Papua, untuk mengakselerasi pertumbuhan agroindustri. Sekitar 3 juta tenaga kerja terserap langsung di bisnis kelapa sawit.

Joefly menegaskan, harga CPO yang relatif murah dibanding minyak nabati lain menjadi peluang bagi Indonesia melakukan ekspansi pasar. (Ham)

GreenFest 2009: Pemanasan Global Jadi Isu Sentral Green Festival 2009

Pemanasan global kembali menjadi isu sentral dalam Green Festival 2009, 5 dan 6 Desember 2009 di Parkir Timur Senayan, Jakarta. Kali ini pengunjung akan diajak melakukan langkah nyata demi mengurangi dampak pemanasan global.

Green Festival yang diselenggarakan untuk kedua kalinya ini didukung tujuh perusahaan, yakni Pertamina, PT Unilever Indonesia Tbk, Panasonic, Sinar Mas, MetroTV, Radio FeMale, dan Kompas. Green Festival 2009 mengusung tema ”Apa yang sudah kamu lakukan…?”

”Kalau Green Festival tahun lalu lebih fokus kepada pengenalan tentang pemanasan global dan edukasi, tahun ini kami mengajak masyarakat melakukan sesuatu dalam mengurangi dampak pemanasan global,” ujar Ketua Pelaksana Program Green Festival, yang juga General Manager Public Relations Kompas Gramedia, Nugroho F Yudho, dalam jumpa pers, Rabu (2/12) di Jakarta.

Ada empat area utama di Green Festival, yaitu Experience Tunnel, Zona, Workshop, dan Entertainment.

Di area pertama pengunjung diajak mengalami langsung konstruksi es di kutub yang mencair akibat pemanasan global. Pengalaman lain di area ini adalah berdiri di atas tanah kering dan pecah-pecah, udara yang panas, tumbuhan kering, serta hutan yang gundul. Di akhir area ada paparan tentang aneka hal yang bisa dilakukan untuk mengurangi pemanasan global.

Di area Zona, ada lima tema yang diusung, yakni listrik, sampah, kendaraan, air, dan pohon. Aneka penjelasan tentang yang bisa dilakukan untuk menyelamatkan Bumi dari dampak pemanasan global akan dipaparkan di setiap area sesuai tema.

Di area Workshop ada penjelasan tentang upaya pencegahan dampak pemanasan global dengan narasumber dari Green Initiative Forum dan The Climate Project Indonesia.

Pada area Entertainment disajikan aktivitas anak-anak. Area ini didukung oleh majalah Bobo, NGkids, kidnesia.com, Jalan Sesama, dan lainnya. Benny dan Mice meramaikan dengan aneka karikatur tentang kebiasaan buruk manusia.

Panitia menyediakan 10.000 keping CD berisi aneka informasi yang ada di sana. Jika tidak kebagian CD, informasinya dapat diunduh dengan flash disk pengunjung. Kegiatan ini terbuka dan gratis untuk umum. (ART)

Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Marke

  | Carbon Policy Lab Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Market Indonesi...