Kementerian Kominfo dan BPHN (Kementerian Hukum dan HAM) dikabarkan telah menyusun naskah akademis RUU Revisi UU ITE. Namun hingga tulisan ini dibuat (18/10), naskah akademis itu masih misteri.
Siaran pers No. 55/PIH/KOMINFO/5/2010 yang dikeluarkan oleh kementerian Komunikasi dan Informatika pada tanggal 1 Mei 2010 menyebutkan bahwa pada bulan Mei 2010 silam, Kementerian Kominfo sedang bekerjasama dengan Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) untuk menyusun naskah akademik RUU Revisi UU ITE (Informasi dan Transakasi Elektronik).
Hari berganti hari, bulan berganti bulan. Saat tulisan ini dibuat, sudah bulan Oktober 2010. Tak lama lagi tahun berganti. Hingga tulisan ini dibuat (18/10) tidak ada informasi dari Kementerian Kominfo dan BPHN mengenai naskah akademis dari RUU Revisi UU ITE tersebut.
Informasi itu sangat diperluakan masyarakat, karena fakta di lapangan masyarakatlah yang telah menjadi korban dari UU ITE tersebut, utamanya Pasal 27 Ayat 3, tentang pencemaran nama baik.
Berikut daftar warga negara yang pernah menjadi korban pasal karet pencemaran nama baik UU ITE
1. Prita Mulyasari, seorang perempuan yang pertama menjadi korban dari UU ini. Ia dituduh melakukan pencemaran nama baik karena menuliskan ketidakpuasannya terhadap pelayanan RS Omni Internasional.
2. Bambang Kisminarso. Polisi sempat menahannya berserta anaknya M. Naziri atas tuduhan telah menghina anak presiden dalam pelanggaran ketentuan pencemaran nama baik melalui Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Sebabnya, ia mengajukan pengaduan kepada komisi pengawasan pemilu daerah bahwa para pendukung putra presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah membagi- bagikan uang kepada para calon pemilih.
3. Narliswandi Piliang atau Iwan Piliang juga sempat berurusan dengan pihak kepolisian karena dituduh mencemarkan nama baik salah satu anggota DPR melalui internet. tulisannya yang berjudul Hoyak Tabuik Adaro dan Soekanto membuat DPR dari Fraksi PAN Alvin Lie berang.
4. Erick J Adriansjah. Saat terjadinya kasus itu, ia adalah Account Executive Equity di Bahana Securities di Jakarta. Erick ditahan Unit V Cyber Crime Mabes Polri karena dianggap melanggar UU ITE, Pasal 27 ayat 3 dan Pasal 28 ayat 1 (penyebaran berita bohong melalui sistem elektronik).
Apakah Pasal karet pencemaran nama baik akan dicabut, direvisi atau dipertahankan dalam UU ITE?
Apakah semua ketentuan mengenai pidana di UU ITE dan dipindahkan di RUU TIPITI (Tindak Pidana Teknologi Informasi)? Sehingga UU ITE hanya mengatur mengenai transaksi elektronik saja.
Semua masih misteri, karena kedua institusi publik itu, Kementerian Kominfo dan BPHN belum menginformasikan mengenai naskah akademis dan juga draft RUU Revisi UU ITE. Akankah masyarakat kembali ditinggalkan?
18 Okt 2010
Source:http://www.satuportal.net/content/naskah-akademis-ruu-revisi-uu-ite-masih-misteri
Membantu Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank Dalam Penerapan Sustainable Finance (Keuangan Berkelanjutan) - Environmental & Social Risk Analysis (ESRA) for Loan/Investment Approval - Training for Sustainability Reporting (SR) Based on OJK/GRI - Penguatan Manajemen Desa dan UMKM - Membantu Membuat Program dan Strategi CSR untuk Perusahaan. Hubungi Sdr. Leonard Tiopan Panjaitan, S.sos, MT, CSRA di: leonardpanjaitan@gmail.com atau Hp: 081286791540 (WA Only)
Monday, October 18, 2010
Friday, October 15, 2010
Hutan Kota BNI, Komitmen Pada Ruang Terbuka Hijau
Pertama di Indonesia
BNI terus berkomitmen dalam memposisikan dirinya sebagai bank yang peduli pada pembangunan berkelanjutan. Setelah sebelumnya Kampoeng BNI menjadi icon BNI Go Green dalam hal program kemitraan, BNI terus konsisten mendukung segala usaha pihak-pihak untuk melakukan pelestarian alam. Hal ini dibuktikan dengan dukungan CSR BNI untuk mendirikan hutan kota di Banda Aceh.
Melalui kerjasama tiga pihak antara BNI, Pemko Banda Aceh dan Yayasan Bustanussalatin, pembangunan hutan kota telah mulai digulirkan sejak awal 2010. Hutan Kota BNI berdiri di atas lahan seluas 6,16 ha yang berlokasi di Gampong (Desa) Tibang, Syiah Kuala, Kota Banda Aceh. Letak hutan kota BNI sangat strategis karena hanya membutuhkan waktu 15 menit dari pusat kota Banda Aceh menuju lokasi. Yang menarik adalah bahwa area hutan kota BNI merupakan bekas area yang pernah dihantam gelombang tsunami tahun 2004. Pada saat itu, lahan dan area disekitarnya rata tersapu ombak tsunami.
Hutan Kota BNI terbilang unik karena selain berbatasan dengan daratan (jalan lokal di sisi selatan dan jalan besar sisi timur) juga berbatasan dengan tambak-tambak masyarakat yang kini sudah ditumbuhi oleh bakau (sisi barat dan utara). Bakau-bakau tersebut ditanam sebagai bagian dari proyek rehabilitasi lahan.
Menurut Adila Suwarno, perwakilan Yayasan Bustanussalatin, pembangunan hutan kota BNI berlangsung dalam empat tahap yang direncanakan selesai dalam jangka waktu dua tahun. Setelah dua tahun diharapkan Hutan Kota BNI sudah dapat berdiri sendiri dan menjadi icon upaya peningkatan kualitas hidup dan penghijauan baik di Banda Aceh maupun di Indonesia. Pengerjaan tahapan sbb:
Berikut adalah foto-foto lokasi hutan kota BNI dan bentuk hutan yang diharapkan dalam waktu dua tahun ke depan.
Gbr-1:
Pembangunan hutan kota BNI melibatkan partisipasi masyarakat lokal terutama dari komunitas ibu-ibu kader lingkungan setempat. Yang lebih membanggakan, lokasi hutan kota BNI seringkali dikunjungi oleh beberapa pihak yang tertarik dengan konsep pembangunan ini. Kunjungan Panitia Penilaian Penghargaan Adipura tanggal 27 Maret 2010, penanaman pohon oleh Persaki (Persatuan Sarjana Kehutanan Indonesia) tanggal 23 Mei 2010 membuktikan bahwa gema hutan kota BNI sudah dirasakan oleh masyarakat luas.
Hutan Kota BNI nantinya diharapkan dapat direplikasi baik oleh Pemko di kota lain maupun organisasi dan korporasi yang peduli pada isu-isu ruang terbuka hijau.
Sumber Foto: M Azis (KMP) dan Adila Suwarno
BNI terus berkomitmen dalam memposisikan dirinya sebagai bank yang peduli pada pembangunan berkelanjutan. Setelah sebelumnya Kampoeng BNI menjadi icon BNI Go Green dalam hal program kemitraan, BNI terus konsisten mendukung segala usaha pihak-pihak untuk melakukan pelestarian alam. Hal ini dibuktikan dengan dukungan CSR BNI untuk mendirikan hutan kota di Banda Aceh.
Melalui kerjasama tiga pihak antara BNI, Pemko Banda Aceh dan Yayasan Bustanussalatin, pembangunan hutan kota telah mulai digulirkan sejak awal 2010. Hutan Kota BNI berdiri di atas lahan seluas 6,16 ha yang berlokasi di Gampong (Desa) Tibang, Syiah Kuala, Kota Banda Aceh. Letak hutan kota BNI sangat strategis karena hanya membutuhkan waktu 15 menit dari pusat kota Banda Aceh menuju lokasi. Yang menarik adalah bahwa area hutan kota BNI merupakan bekas area yang pernah dihantam gelombang tsunami tahun 2004. Pada saat itu, lahan dan area disekitarnya rata tersapu ombak tsunami.
Hutan Kota BNI terbilang unik karena selain berbatasan dengan daratan (jalan lokal di sisi selatan dan jalan besar sisi timur) juga berbatasan dengan tambak-tambak masyarakat yang kini sudah ditumbuhi oleh bakau (sisi barat dan utara). Bakau-bakau tersebut ditanam sebagai bagian dari proyek rehabilitasi lahan.
Menurut Adila Suwarno, perwakilan Yayasan Bustanussalatin, pembangunan hutan kota BNI berlangsung dalam empat tahap yang direncanakan selesai dalam jangka waktu dua tahun. Setelah dua tahun diharapkan Hutan Kota BNI sudah dapat berdiri sendiri dan menjadi icon upaya peningkatan kualitas hidup dan penghijauan baik di Banda Aceh maupun di Indonesia. Pengerjaan tahapan sbb:
- Tahap 1 (Januari – Mei 2010): Penyiapan lahan dan Infrastruktur dasar serta penanaman pohon (sudah selesai dilaksanakan).
- Tahap 2 (Juni – Desember 2010): Pembangunan jalur sirkulasi, taman tematik dan pemeliharaan pohon (sedang berjalan).
- Tahap 3 (Januari – Juni 2011): Penyediaan fasilitas umum dan fasilitas sosial.
- Tahap 4 (Juli – Desember 2011): Instalasi listrik terbaharukan dan papan informasi.
Berikut adalah foto-foto lokasi hutan kota BNI dan bentuk hutan yang diharapkan dalam waktu dua tahun ke depan.
Gbr-1:
Pembangunan hutan kota BNI melibatkan partisipasi masyarakat lokal terutama dari komunitas ibu-ibu kader lingkungan setempat. Yang lebih membanggakan, lokasi hutan kota BNI seringkali dikunjungi oleh beberapa pihak yang tertarik dengan konsep pembangunan ini. Kunjungan Panitia Penilaian Penghargaan Adipura tanggal 27 Maret 2010, penanaman pohon oleh Persaki (Persatuan Sarjana Kehutanan Indonesia) tanggal 23 Mei 2010 membuktikan bahwa gema hutan kota BNI sudah dirasakan oleh masyarakat luas.
Hutan Kota BNI nantinya diharapkan dapat direplikasi baik oleh Pemko di kota lain maupun organisasi dan korporasi yang peduli pada isu-isu ruang terbuka hijau.
Sumber Foto: M Azis (KMP) dan Adila Suwarno
Thursday, October 14, 2010
Tanah Muara Baru Turun Paling Parah
Delapan tahun terakhir sejak 2002 terjadi penurunan permukaan tanah secara signifikan, khususnya di kawasan Muara Baru, Jakarta Utara, yang mencapai 116 sentimeter (cm).
"Secara umum terjadi penurunan muka tanah di wilayah Jakarta Barat, Jakarta Utara, dan Jakarta Pusat. Tapi, paling dalam di kawasan Muara Baru jika dibanding dengan daerah-daerah lain di Jakarta," kata Herry Andreas, peneliti geodesi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), dalam jumpa pers tentang penanganan dan penanggulangan penurunan muka tanah di Ruang Rapim Utama Balai Kota DKI, Jumat (1/10).
Selain di tiga wilayah kota madya itu, kata Herry, penurunan muka tanah juga terjadi hingga daerah dataran tinggi Cibubur, Jakarta Timur, dengan kedalaman bervariasi. Selain itu, terjadi penurunan muka tanah di Cengkareng Barat kedalaman 65 cm, Jalan MH Thamrin turun 15 cm, kawasan Kelapa Gading turun 47 cm, dan daerah Cibubur sekitarnya 11 cm.
Di Jalan Kramat Jaya, Jakarta Utara, penurunan ruas jalan menuju Islamic Center itu rata-rata 4 cm tiap tahun, sehingga sering ditinggikan lewat proyek hotmix.
Kepala Dinas Perindustrian dan Energi DKI Yusuf Effendi Pohan dalam jumpa pers mengatakan, penurunan tanah di Jakarta terjadi karena empat faktor yakni pengambilan air tanah berlebihan, eksploitasi minyak dan gas, beban bangunan, gaya tektonik dan konsolidasi alamiah lapisan tanah. (Ssr/OL-5)
02 Okt 2010
Source:http://www.mediaindonesia.com/read/2010/10/02/172247/89/14/Tanah-Muara-Baru-Turun-Paling-Parah
"Secara umum terjadi penurunan muka tanah di wilayah Jakarta Barat, Jakarta Utara, dan Jakarta Pusat. Tapi, paling dalam di kawasan Muara Baru jika dibanding dengan daerah-daerah lain di Jakarta," kata Herry Andreas, peneliti geodesi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), dalam jumpa pers tentang penanganan dan penanggulangan penurunan muka tanah di Ruang Rapim Utama Balai Kota DKI, Jumat (1/10).
Selain di tiga wilayah kota madya itu, kata Herry, penurunan muka tanah juga terjadi hingga daerah dataran tinggi Cibubur, Jakarta Timur, dengan kedalaman bervariasi. Selain itu, terjadi penurunan muka tanah di Cengkareng Barat kedalaman 65 cm, Jalan MH Thamrin turun 15 cm, kawasan Kelapa Gading turun 47 cm, dan daerah Cibubur sekitarnya 11 cm.
Di Jalan Kramat Jaya, Jakarta Utara, penurunan ruas jalan menuju Islamic Center itu rata-rata 4 cm tiap tahun, sehingga sering ditinggikan lewat proyek hotmix.
Kepala Dinas Perindustrian dan Energi DKI Yusuf Effendi Pohan dalam jumpa pers mengatakan, penurunan tanah di Jakarta terjadi karena empat faktor yakni pengambilan air tanah berlebihan, eksploitasi minyak dan gas, beban bangunan, gaya tektonik dan konsolidasi alamiah lapisan tanah. (Ssr/OL-5)
02 Okt 2010
Source:http://www.mediaindonesia.com/read/2010/10/02/172247/89/14/Tanah-Muara-Baru-Turun-Paling-Parah
Metana Peternakan Berdampak Besar terhadap Pemanasan Global
Metana (CH4) peternakan dinilai menjadi penyebab terbesar pemanasan global karena memiliki suhu panas lebih besar dibandingkan dengan panas gas sebuah kawasan industri.
"Metana tersebut dihasilkan oleh kotoran ternak," kata Ketua Departemen Diklat Ikatan Alumni Insitut Teknologi Bandung/ITB Jawa Timur, Puguh Iryantoro, di Surabaya, Sabtu (25/9).
Menurut dia, metana memiliki kandungan panas 28 kali lipat karbon dioksida (CO2), sementara kotoran ternak dapat menghasilkan energi panas, cahaya, dan listrik. "Padahal, dilihat dari potensi metana di Indonesia, khususnya di Jawa Timur, sangatlah besar. Apalagi, provinsi ini memiliki sekitar 3 juta ekor sapi," ujarnya.
Untuk itu, jelas dia, daripada kotoran ternak sapi dari besaran populasi di Jatim tersebut tidak dimanfaatkan lebih baik dipakai untuk menghasilkan energi terbarukan. "Sebenarnya, pembuatan energi terbarukan tersebut sangat mudah," katanya.
Ia mencontohkan setiap 12 ekor sapi bisa menciptakan energi terbarukan sekitar 700 watt. Dari besaran energi itu dapat digunakan oleh empat kepala keluarga (KK). "Upaya ini bisa memudahkan masyarakat memiliki ketersediaan energi yang dapat dipakai untuk penerangan rumah dan keperluan memasak pada kebutuhan sehari-hari," katanya.
Mengenai pembuatan energi tersebut, tambah dia, perbandingan antara kotoran sapi dan airnya masing-masing 1 meter kubik. Kemudian, air dan kotoran sapi itu diletakkan dalam satu wadah yang diberikan tambahan mikroba.
"Untuk mendapatkan metana yang baik, kotoran sapi dan air di wadah dibiarkan selama sekitar lima hari. Potensi keberhasilan dari setiap percobaan membuat energi terbarukan 90 persen," katanya.
Ia optimistis upaya pembuatan energi terbarukan dari kotoran sapi dapat membantu PLN menyediakan pasokan energi listrik bagi masyarakat Jatim. Apalagi, sampai sekarang rasio elektrosifikasi di provinsi ini hanya mencapai 68 persen atau sisa 34 persen rumah tangga di Jatim yang belum teraliri listrik.
Terkait dengan besaran dana untuk permodalan pembuatan energi terbarukan, dia mengatakan nilainya sangat terjangkau. Tiap instalasi hanya membutuhkan sekitar Rp15 juta meliputi pembiayaan instalasi biogas dan satu unit genset. "Ke depan, kami berencana membuat energi terbarukan dari sampah rumah tangga," katanya. (Ant/OL-2)
26 Sep 2010
Source:http://www.mediaindonesia.com/read/2010/09/26/170862/89/14/Metana-Peternakan-Berdampak-Besar-terhadap-Pemanasan-Global
"Metana tersebut dihasilkan oleh kotoran ternak," kata Ketua Departemen Diklat Ikatan Alumni Insitut Teknologi Bandung/ITB Jawa Timur, Puguh Iryantoro, di Surabaya, Sabtu (25/9).
Menurut dia, metana memiliki kandungan panas 28 kali lipat karbon dioksida (CO2), sementara kotoran ternak dapat menghasilkan energi panas, cahaya, dan listrik. "Padahal, dilihat dari potensi metana di Indonesia, khususnya di Jawa Timur, sangatlah besar. Apalagi, provinsi ini memiliki sekitar 3 juta ekor sapi," ujarnya.
Untuk itu, jelas dia, daripada kotoran ternak sapi dari besaran populasi di Jatim tersebut tidak dimanfaatkan lebih baik dipakai untuk menghasilkan energi terbarukan. "Sebenarnya, pembuatan energi terbarukan tersebut sangat mudah," katanya.
Ia mencontohkan setiap 12 ekor sapi bisa menciptakan energi terbarukan sekitar 700 watt. Dari besaran energi itu dapat digunakan oleh empat kepala keluarga (KK). "Upaya ini bisa memudahkan masyarakat memiliki ketersediaan energi yang dapat dipakai untuk penerangan rumah dan keperluan memasak pada kebutuhan sehari-hari," katanya.
Mengenai pembuatan energi tersebut, tambah dia, perbandingan antara kotoran sapi dan airnya masing-masing 1 meter kubik. Kemudian, air dan kotoran sapi itu diletakkan dalam satu wadah yang diberikan tambahan mikroba.
"Untuk mendapatkan metana yang baik, kotoran sapi dan air di wadah dibiarkan selama sekitar lima hari. Potensi keberhasilan dari setiap percobaan membuat energi terbarukan 90 persen," katanya.
Ia optimistis upaya pembuatan energi terbarukan dari kotoran sapi dapat membantu PLN menyediakan pasokan energi listrik bagi masyarakat Jatim. Apalagi, sampai sekarang rasio elektrosifikasi di provinsi ini hanya mencapai 68 persen atau sisa 34 persen rumah tangga di Jatim yang belum teraliri listrik.
Terkait dengan besaran dana untuk permodalan pembuatan energi terbarukan, dia mengatakan nilainya sangat terjangkau. Tiap instalasi hanya membutuhkan sekitar Rp15 juta meliputi pembiayaan instalasi biogas dan satu unit genset. "Ke depan, kami berencana membuat energi terbarukan dari sampah rumah tangga," katanya. (Ant/OL-2)
26 Sep 2010
Source:http://www.mediaindonesia.com/read/2010/09/26/170862/89/14/Metana-Peternakan-Berdampak-Besar-terhadap-Pemanasan-Global
Pengaruh La Nina hingga Juni 2011
Fenomena La Nina yang menjadi faktor dominan terjadinya musim hujan berkepanjangan tahun 2010 akan berlanjut hingga Juni 2011.
"Hujan yang terus menerus saat ini karena faktor La Nina, pengaruhnya akan terjadi hingga Juni 2011 mendatang. Musim kemarau 2011 diprediksi juga pendek, sekitar dua bulan," kata Koordinator Peningkatan Kapasitas Riset Dewan Nasional Perubahan Iklim, Agus Supangkat di Kampus ITB Bandung, Jumat (24/9).
Menurut Agus, fenomena La Nina yang terjadi saat ini mengakibatkan hujan terus menerus pada bulan-bulan yang seharusnya musim kemarau yakni dari Mei hingga September 2010.
Padahal, pada September dalam musim yang normal merupakan musim transisi dari kemarau ke penghujan. Sehingga diperkirakan pengaruhnya cukup besar bagi curah hujan dalam beberapa bulan ke depan.
"Pada 2011 juga La Nina masih kuat, musim kemarau hanya akan terjadi pada Juli dan Agustus, setelah itu hujan lagi. Pengaruhnya merata di kawasan tropis, terutama di wilayah Asia," kata Agus.
Ia menyebutkan, pengaruh La Nina merata di seluruh Indonesia. Hujan turun di mana-mana di Indonesia, termasuk di beberapa negara di Asia lainnya.
Siklus La Nina biasanya muncul 7-10 tahun sekali, namun dalam beberapa tahun terakhir muncul lebih awal. Fenomena itu, kata Agus, dipengaruhi oleh aliran sistem air dari Samudera Pasifik.
"Indonesia kebetulan terlewati aliran sistem air (arlindo) dari Pasifik ke Samudera Hindia, jadi itu sangat berpengaruh terhadap musim di Indonesia," kata Agus Supangkat.
Sementara itu fenomena La Nina jelas membuat curah hujan cukup tinggi sehingga bagi kawasan rawan bencana banjir untuk tetap siaga. (Ant/OL-2)
24 Sep 2010
Source:http://www.mediaindonesia.com/read/2010/09/24/170644/89/14/Pengaruh-La-Nina-hingga-Juni-2011
"Hujan yang terus menerus saat ini karena faktor La Nina, pengaruhnya akan terjadi hingga Juni 2011 mendatang. Musim kemarau 2011 diprediksi juga pendek, sekitar dua bulan," kata Koordinator Peningkatan Kapasitas Riset Dewan Nasional Perubahan Iklim, Agus Supangkat di Kampus ITB Bandung, Jumat (24/9).
Menurut Agus, fenomena La Nina yang terjadi saat ini mengakibatkan hujan terus menerus pada bulan-bulan yang seharusnya musim kemarau yakni dari Mei hingga September 2010.
Padahal, pada September dalam musim yang normal merupakan musim transisi dari kemarau ke penghujan. Sehingga diperkirakan pengaruhnya cukup besar bagi curah hujan dalam beberapa bulan ke depan.
"Pada 2011 juga La Nina masih kuat, musim kemarau hanya akan terjadi pada Juli dan Agustus, setelah itu hujan lagi. Pengaruhnya merata di kawasan tropis, terutama di wilayah Asia," kata Agus.
Ia menyebutkan, pengaruh La Nina merata di seluruh Indonesia. Hujan turun di mana-mana di Indonesia, termasuk di beberapa negara di Asia lainnya.
Siklus La Nina biasanya muncul 7-10 tahun sekali, namun dalam beberapa tahun terakhir muncul lebih awal. Fenomena itu, kata Agus, dipengaruhi oleh aliran sistem air dari Samudera Pasifik.
"Indonesia kebetulan terlewati aliran sistem air (arlindo) dari Pasifik ke Samudera Hindia, jadi itu sangat berpengaruh terhadap musim di Indonesia," kata Agus Supangkat.
Sementara itu fenomena La Nina jelas membuat curah hujan cukup tinggi sehingga bagi kawasan rawan bencana banjir untuk tetap siaga. (Ant/OL-2)
24 Sep 2010
Source:http://www.mediaindonesia.com/read/2010/09/24/170644/89/14/Pengaruh-La-Nina-hingga-Juni-2011
Subscribe to:
Posts (Atom)
Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Marke
| Carbon Policy Lab Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Market Indonesi...
-
PT Konsorsium Televisi Digital Indonesia (KTDI) menggelar uji coba siaran televisi digital di wilayah Jabotabek. Siaran uji coba itu merupak...
-
JAKARTA - PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) sangat sepakat mengenai ketentuan Bank Indonesia (BI) untuk membuat standarisasi sistem pembayaran pada...