Saturday, November 6, 2010

Pengembang Aplikasi Siap Lawan RUU Konvergensi

Wacana mengenai Rancangan Undang-Undang (RUU) Konvergensi Telematika tengah ramai dibahas. Kabarnya, RUU yang menggabungkan UU Telekomunikasi dan lain-lain menjadi sebuah RUU Telematika ini akan menyertakan aplikasi sebagai salah satu poin penyelenggaraan telematika.  

Untuk aplikasi ini sendiri, definisinya tentu cukup luas sehingga bisa termasuk aplikasi untuk mobile. Itu artinya, jika jadi diberlakukan, maka setiap aplikasi yang akan dijual harus memiliki izin dan dipungut Biaya Hak Penyelenggaraan (BHP).

Menanggapi hal ini salah satu pelaku di industri aplikasi, Kemal Arsjad dengan tegas menyatakan ketidaksetujuannya. "Kami mengembangkan aplikasi dan mengurus segala sesuatunya sendiri. Membayar pajak dan lain-lain. Tidak ada perhatian dari pemerintah. Kenapa sekarang kita masih harus dibebani lagi?," ucapnya saat dihubungi detikINET, Kamis (07/10/2010).

Sedikit emosi, Managing Director perusahaan pengembang aplikasi BlackBerry Better-B ini menyatakan pendapatnya bahwa ini sama halnya seperti praktik pemungutan liar. Terlebih lagi, tidak jelas feedback apa yang bisa didapat oleh industri melalui kebijakan semacam ini.

"Saya rasa ini aneh dan lucu, di saat industri tengah berkembang, pemerintah bukannya mendukung namun malah diatur-atur. Dan pemerintah sendiri tidak mengajak para pelaku di industri ini untuk duduk membahasnya bersama," sesalnya.

Menurutnya, pemerintah sebaiknya membuktikan dukungannya kepada industri semacam ini dengan menyediakan infrastruktur yang tentunya berasal dari anggaran mereka, bukan malah memungut dari industri.

"Pemerintah sebaiknya beri keringanan dalam bentuk investasi atau dalam hal pajak. Andai diberlakukan, lihat saja nanti, saya akan kumpulkan teman-teman untuk mengadakan perlawanan, ini bukan lagi taraf diskusi. Wong selama ini kita aja ga pernah diajak diskusi kok," cetusnya.  

Sementara itu, secara terpisah Kepala Pusat Informasi Kementerian Komunikasi dan Informasi, Gatot S Dewabroto mengatakan draft RUU yang beredar belum final dan masih akan direvisi. Kita lihat saja bagaimana perkembangannya nanti! ( rns / wsh ) 

07 Okt 2010
Source:http://www.detikinet.com/read/2010/10/07/162203/1458240/399/pengembang-aplikasi-siap-lawan-ruu-konvergensi

Lewat Gmail, Google Kabarkan Hasil Gugatan Buzz

Sebuah cara yang cukup aneh dilakukan Google setelah mencapai kesepakatan dalam gugatan class action terhadap Google Buzz. Kompensasi atas gugatan itu disampaikan lewat Gmail.

Email itu diterima oleh pengguna Gmail pekan pertama November 2010. Isinya, seperti dikutip detikINET dari email tersebut, Rabu (3/11/2010), sekadar menginformasikan bahwa gugatan pengguna atas Buzz sudah diselesaikan.

Pengguna di Indonesia tak bisa berbuat banyak dengan email tersebut. Karena, kesepakatan atas gugatan itu hanya berlaku bagi pengguna Gmail yang berada di Amerika Serikat.

Selain itu, Google tak menyediakan kompensasi dalam bentuk uang atau ganti rugi langsung lain. Mereka berkomitmen akan menyumbangkan USD 8,5 juta ke sebuah dana independen yang akan mendukung organisasi yang mempromosikan edukasi soal privasi dan kebijakan di web.

Cara Google menyebarkan pengumuman lewat Gmail ini sungguh aneh. Rupanya hal itu diwajibkan oleh pihak pengadilan sebagai bentuk pengumuman pada penggugat, yaitu pengguna Gmail di AS.

Meskipun email yang ini diperkirakan asli, pengguna sebaiknya terus waspada dengan upaya penipuan yang mengatasnamakan Google atau pihak lain di kemudian hari.

Berikut isi email itu secara lengkap:

Google rarely contacts Gmail users via email, but we are making an exception to let you know that we've reached a settlement in a lawsuit regarding Google Buzz (http://buzz.google.com), a service we launched within Gmail in February of this year.

Shortly after its launch, we heard from a number of people who were concerned about privacy. In addition, we were sued by a group of Buzz users and recently reached a settlement in this case.

The settlement acknowledges that we quickly changed the service to address users' concerns. In addition, Google has committed $8.5 million to an independent fund, most of which will support organizations promoting privacy education and policy on the web. We will also do more to educate people about privacy controls specific to Buzz. The more people know about privacy online, the better their online experience will be.

Just to be clear, this is not a settlement in which people who use Gmail can file to receive compensation. Everyone in the U.S. who uses Gmail is included in the settlement, unless you personally decide to opt out before December 6, 2010. The Court will consider final approval of the agreement on January 31, 2011. This email is a summary of the settlement, and more detailed information and instructions approved by the court, including instructions about how to opt out, object, or comment, are available at http://www.BuzzClassAction.com.


03 Nov 2010
Source:http://www.detikinet.com/read/2010/11/03/144505/1484144/399/lewat-gmail-google-kabarkan-hasil-gugatan-buzz/

Menkominfo Kaget Reaksi RUU Konvergensi

Menkominfo Tifatul Sembiring mengaku kaget dengan beragam reaksi di jejaring sosial media terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) Konvergensi. Sebab, ia tak merasa telah memaksakan pungutan pajak gelap.

"Saya kaget dengan reaksi di sosial media soal RUU Konvergensi. Dikiranya mau malak pajak," keluhnya saat dimintai komentar soal RUU Konvergensi di sela acara 'Hijau untuk Negeri' di Blitz Megaplex, Pacific Place, Jakarta, Kamis (4/11/2011)

"Padahal, masalah pajak sudah diatur oleh Depkeu (Departemen Keuangan). Sedangkan PNBP (pendapatan negara bukan pajak) itu masuk ke kas negara. Jadi tidak ada kaitannya," lanjut dia.

Reaksi terhadap draft RUU Konvergensi muncul akibat pasal yang menyatakan semua penyelenggara telematika akan dikenai Biaya Hak Penyelenggaraan (BHP) serta harus berizin. Padahal, definisi penyelenggara telematika di draft RUU tersebut mencakup juga penyelenggara aplikasi.

Jika demikian, kalangan pembuat aplikasi seperti Facebook atau software lainnya dikhawatirkan tercakup juga dalam pihak yang harus dikenai BHP. Hal ini menimbulkan reaksi keras dari pelaku industri.

Terkait hal ini, Tifatul menegaskan, bahwa tujuan dari RUU Konvergensi ini hanya ingin mengantisipasi perkembangan teknolgi dengan aturan regulasi.

"RUU Konvergensi ini akan mengakomodir regulasi tentang telekomunikasi, broadcasting, dan internet. Seperti TV digital, kita sudah fix pakai teknologi Eropa, sedangkan mobile TV-nya belum. Kemudian tentang izin baru untuk digital TV sekaligus IPTV," tandas menteri.

04 Nov 2010
Source:http://www.detikinet.com/read/2010/11/04/180006/1486199/399/menkominfo-kaget-reaksi-ruu-konvergensi

APJII Akan Ajukan Keberatan Pada RUU Konvergensi

Sebuah rancangan Undang-Undang Konvergensi Telematika yang mengatur dunia telekomunikasi dan informatika telah diajukan pemerintah. Aturan itu pun diharapkan bisa masuk Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada akhir 2010.

Menanggapi hal itu, Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pun menyatakan keberatannya terhadap beberapa poin di dalam aturan tersebut yang dianggap tak layak.

"Pertama kami tidak setuju bila aplikasi harus diatur pemerintah. Kedua, APJII juga keberatan dengan biaya BHP yang diajukan," ujar Roy Rahajasa Yamin, Ketua Umum APJII kepada detiKINET, Kamis (7/10/2010).

Keberatan yang dilontarkan APJII pun terbilang cukup beralasan. Pasalnya, masih menurut Roy, pemerintah tidak berhak mengatur aplikasi yang beredar, terlebih lagi mengingat pertumbuhannya yang begitu pesat.

Begitu pun dengan Biaya Hak Penyelenggaraan (BHP) yang diajukan, "Kita kan sudah dibebankan dengan biaya frekuensi, jadi tidak seharusnya dikenakan biaya BHP lagi," tandas Roy.

RUU Konvergensi, merupakan rancangan undang-undang yang saat ini sedang digarap oleh pemerintah. Draft aturan tersebut berisikan beberapa peraturan terkait layanan informasi dan komunikasi antara lain, layanan suara, layanan data, layanan berbasis konten, e-commerce dan/atau layanan lainnya yang disediakan melalui aplikasi-aplikasi.

07 Okt 2010
Source:http://www.detikinet.com/read/2010/10/07/164623/1458274/399/apjii-akan-ajukan-keberatan-pada-ruu-konvergensi

Kiat Memahami Iklan Tarif Selular

Bagi masyarakat awam yang merasa dibuat bingung oleh gencarnya perang iklan yang dilancarkan oleh operator telepon selular, berikut kiat “membaca” iklan tarif telepon selular.

Tidak ada makan siang gratis (there is no such free lunch), maknanya utuk memperoleh sesuatu, termasuk layanan telekomunikasi, tidak ada yang gratisan, seberapa kecil angka rupiah yang ditawarkan, tetap saja pengguna harus membayar.

Yang ditagihkan kepada pengguna adalah durasi persambungan, bukan lamanya Anda bicara. Jadi, meskipun yang ditelepon, atau penelepon tidak berbicara, namun tagihan atau pengurangan deposit (bagi pengguna prepaid) akan berjalan terus sejak kedua telepon tersambung (connected).

Tagihan penggunaan telepon menggunakan dasar durasi, jarak, sifat sambungan dan jenis percakapan. Satuan waktu untuk mengukur durasi yang sekarang lazim digunakan adalah detik. Jarak dibagi menjadi dua: lokal dan jarak jauh (sambungan langsung jarak jauh /sljj). Sambungan lokal terjadi ketika nomor pemanggil dan yang dipanggil dua-duanya diterbitkan dari area (kota) yang sama dan ketika terjadi pemanggilan berada pada area yang sama pula. Misalnya, A dan B adalah dua nomor yang diterbitkan di kota Jakarta, pada waktu terjadi persambungan, A dan B ada di kota Jakarta. Sambungan SLJJ terjadi ketika A (dari Jakarta) menelepon B yang sedang berada di kota lain, misalnya Denpasar.

Sifat sambungan terdiri dari ON-NET dan OFF-NET. ON-NET adalah sambungan (lokal atau sljj) antara dua pelanggan sesama operator. Misalnya, A dan B sama – sama pelanggan operator “ABC”. Ketika A memanggil B, maka sambungan semacam ini disebut ON-NET. OFF-NET adalah sambungan (lokal atau sljj) antara dua pelanggan yang berbeda operator. Misalnya, C adalah pelanggan operator “ABC”, sedangkan D pelanggan operator “ZYX”. Ketika D memanggil C sambungan semacam ini disebut OFF-NET.

Jenis percakapan dapat digolongkan menjadi: mobile ke mobile, mobile ke fixed (Public Switch Telephone Network/Fixed Wireless Access), fixed (PSTN/FWA) ke mobile, dan fixed ke fixed. Yang termasuk layanan mobile adalah penyelenggara GSM dan 3G (Telkomsel, Indosat Matrix dan Mentari, XL, 3, NTS) dan CDMA (Mobile-8, SMART, Sampoerna). Yang termasuk fixed adalah penyelenggara telepon tetap (Telkom) dan telepon tetap dengan limited mobility (Flexi, StarOne, Esia).

Untuk melayani sambungan OFF-NET dibutuhkan interkoneksi (keterhubungan antar operator), dan atas penggunaan interkoneksi ini timbul biaya yang ditagihkan kepada pengguna.

Jadi, dalam keadaan normal, untuk sambungan ON-NET harga yang harus dibayar oleh pengguna adalah: tarif per detik x durasi persambungan x jarak. Pada beberapa operator telepon bergerak selular, untuk pecakapan ON-NET jarak tidak dihitung, karena dianggap dalam satu jaringan sendiri. Sehingga formula di atas menjadi: tarif per detik x durasi. Misalnya A menelepon B (dua-duanya pelanggan suatu operator) selama 5 menit, dan tarif per detik Rp. 15,- maka biaya yang harus dibayar A adalah: 15 x 5 x 60 = Rp. 4.500,-

Dalam suatu masa promosi, ketika ada operator mengiklankan Rp. 0,- dengan ketentuan “berlaku untuk 5 menit setelah berbicara 5 menit”, maka ini artinya operator bersangkutan memberi diskon 50%. Hitung-hitungannya, durasi persambungan 10 menit, yang mestinya membayar Rp. 9.000,- namun pelanggan hanya membayar Rp. 4.500,- yang setara untuk durasi 5 menit. Bagaimana bila durasi persambungan hanya 4 menit? Jawabnya, tidak ada diskon, alias tetap harus membayar 15 x 4 x 60 = Rp. 3.600,-. Atau bagaimana bila persambungan hanya 7 menit? Yang ditawarkan kan untuk percakapan 10 menit, bila Anda hanya menggunakan 7 menit, maka penggunaan semacam ini di luar dari yang ditawarkan, alias penelepon tetap saja harus membayar 15 x 7 x 60 = Rp. 6.300,-

Dalam suatu masa promosi, ketika ada operator mengiklankan “bicara 2 menit gratis 3 menit” maka ini sama saja operator tersebut memberikan discount 60%. Bagaimana bila durasi persambungan hanya 3 menit, ya yang 2 menit bayar penuh, yang satu menit tidak harus bayar, pengguna hanya memperoeh discount 33.3% saja. Bagaimana bila durasi persambungannya 6 menit, pemanggilan akan ditagih untuk 2 menit pertama, dan 1 menit sesudah menit ke 5, total 3 menit, atau pelanggan memperoleh discount 50%. Bagaimana bila durasi persambungnan 9 menit? Pemanggil akan ditagih untuk penggunaan selama 6 menit ( 2 menit pertama, ditambah 4 menit setelah menit ke lima). Dalam suatu masa promosi, ketika operator mengiklankan Rp. 0,00000000..1/ detik sepuasnya, dengan ketentuan berlaku setelah 90 detik pertama, untuk waktu penggunaan tertentu. Ide iklan semacam ini mirip seperti ketika kita makan di restauran yang menawarkan all you can eat. Dengan satu harga boleh makan sepuas dan sekenyangnya. Jika dicermati, meski kita boleh habiskan seluruh makanan, namun tidak pernah ada orang yang mampu menghabiskan semua hidangan yang tersedia. Bagaimana hitungannya? Tidak beda jauh dengan contoh di atas. Tarif yang diberlakukan untuk OFF-NET per detik Rp. 25,0 sedangkan untuk ON-NET tarif per detik Rp. 15,-. Contoh, untuk persambungan OFF-NET selama 120 menit atau 2 jam, maka yang harus dibayar pemanggil adalah: (25 x 3 x 60) + (117 x 60 x 0.0000000001) = Rp.4.500,000702 atau dibulatkan menjadi Rp.4.500,-. Bagaimana untuk persambungan 5 menit, 10 menit, 60 menit, dan menit – menit lainnya? Jawabnya sama, pemanggil membayar Rp. 4.500,-. Apakah operator tidak merugi? Bisa YA, bisa juga TIDAK. Jika restauran all you can eat saja masih bisa survive dan malah bertambah besar, rasanya operator telepon yang menawarkan promosi seperti ini tidak akan rugi. Bagaimana bisa? Ada sebuah riset yang mencatat statistik penggunaan telepon, ternyata rata-rata persambungan berkisa antara 3 sampai dengan 5 menit. Jika demikian, maka sebenarnya operator tersebut sedang menawarkan discount antara 20 – 40%.

20 April 2008
Source:http://maswigrs.wordpress.com/2008/04/20/kiat-memahami-iklan-tarif-telepon-selular/

Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Marke

  | Carbon Policy Lab Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Market Indonesi...