Saturday, November 6, 2010

Perusahaan Berwawasan Lingkungan Malah Untung

Anggapan yang mengatakan bahwa kebijakan perusahaan yang ramah lingkungan akan mengeluarkan ongkos yang besar ternyata tak terbukti. Dengan kebijakan ramah lingkungan, ternyata Bakrie Telecom justru bisa menghemat Rp 20 miliar per tahun.

"Mungkin kelihatannya kecil tapi bagi perusahaan publik seperti BTel, ini akan meningkatkan kapitalisasi," ujar Presiden Direktur Bakrie Telecom Anindya Bakrie, di acara peluncuran inisiatif 'Hijau Untuk Negeri', di Blitz Megaplex Pacific Place, Jakarta, Kamis 4 November 2010.


Beberapa penghematan yang ditempuh BTel meliputi pengurangan penggunaan sumber daya alam (reduce), penggunaan kembali semua material (reuse), dan program daur ulang limbah elektronik, kertas, dan bahan lainnya (recycle).

Untuk penghematan di bidang energi, BTel menggunakan sistem pendinginan BTS free cooling box yang diharapkan bisa memberikan efisiensi energi hingga 50 persen.

Menurut General Manager Corporate Brand Esia yang juga menjadi penanggung jawab inisiatif Hijau Untuk Negeri, Galuh Neftita, sistem pendinginan free cooling memanfaatkan ventilasi luar yang dilengkapi dengan material antijamur dan antilumut.

Bila sebelumnya, BTS musti dikondisikan dengan suhu hingga 15 derajat celsius, dengan metode pendinginan baru itu, BTS-BTS BTel bisa tahan beroperasi maksimal hingga temperatur 40 derajat celsius.

Akibatnya, perusahan bisa mengurangi biaya listrik hingga Rp 10,5 miliar per tahun. Adapun kontribusi bagi lingkungan adalah pengurangan emisi gas rumah kaca sebesar 5 juta kg per tahun, atau setara dengan penggunaan 1000 mobil.

Penghematan BTel lainnya didapat dari penggunaan material RUIM dan voucher isi ulang baru. Menurut Wakil Presiden BTel Erik Meijer, kini 85 persen voucher isi ulang Esia adalah voucher elektrik yang tak memerlukan bahan khusus.

Untuk voucher fisik pun, BTel telah mengurangi penggunaan kertas dan plastik, di mana ukuran voucher isi ulang telah diperkecil hingga 80 persen. BTel mengklaim, penghematan dari sektor ini, bisa mencapai jutaan rupiah. Sementara, Erik menjelaskan, material kartu plastik yang bisa dihemat, bila dijajarkan bisa mencapai panjang setengah perjalanan ke bulan.

Untuk pengurangan penggunaan kertas dan listrik kantor, BTel bisa menghemat hingga Rp 1,5 miliar per tahun. Adapun kontribusi bagi lingkungan, artinya setara dengan pemakaian 300 mobil dan penyelamatan bagi 200 pohon.

Erik mengatakan, BTel juga akan mendorong inisiatif ini kepada mitra-mitranya. Erik optmistis, ini bisa dilakukan mengingat perusahaan-perusahaan mitra juga mulai menyadari pentingnya kebijakan yang ramah lingkungan.

Misalnya saja vendor terbesar pemasok ponsel Esia, Huawei, ternyata juga sudah lebih dahulu menjadi anggota inisiatif Global eSustainability Initiative (GeSI). Bahkan mulai tahun depan, BTel juga akan bekerja sama dengan distributor Huawei di Indonesia, Dian Graha Electric, untuk mengumpulkan handset-handset bekas untuk didaur ulang. BTel menargetkan hingga 2012 akan bisa mendaur ulang sekitar 50 ribu ponsel bekas.

Menurut Chairman of the Board Global e-Sustainability Initiative, Luis Neves, saat ini industri telematika menyumbang sekitar 2 persen dari emisi karbon global. Dan angka itu diprediksi akan meningkat menjadi 3 persen pada 2020.

Namun, telematika juga bisa dioptimalkan sebagai sektor yang dapat mengurangi emisi karbon global hingga 15 persen pada 2020. Angka 15 persen, kata Neves, setara dengan 600 miliar Euro atau sekitar Rp 7500 triliun. "Sektor telematika bisa melakukan banyak hal untuk mengatasi isu perubahan iklim," katanya.

04 November
Source:http://teknologi.vivanews.com/news/read/186809-perusahaan-berwawasan-lingkungan-malah-untung

Pengembang Aplikasi Siap Lawan RUU Konvergensi

Wacana mengenai Rancangan Undang-Undang (RUU) Konvergensi Telematika tengah ramai dibahas. Kabarnya, RUU yang menggabungkan UU Telekomunikasi dan lain-lain menjadi sebuah RUU Telematika ini akan menyertakan aplikasi sebagai salah satu poin penyelenggaraan telematika.  

Untuk aplikasi ini sendiri, definisinya tentu cukup luas sehingga bisa termasuk aplikasi untuk mobile. Itu artinya, jika jadi diberlakukan, maka setiap aplikasi yang akan dijual harus memiliki izin dan dipungut Biaya Hak Penyelenggaraan (BHP).

Menanggapi hal ini salah satu pelaku di industri aplikasi, Kemal Arsjad dengan tegas menyatakan ketidaksetujuannya. "Kami mengembangkan aplikasi dan mengurus segala sesuatunya sendiri. Membayar pajak dan lain-lain. Tidak ada perhatian dari pemerintah. Kenapa sekarang kita masih harus dibebani lagi?," ucapnya saat dihubungi detikINET, Kamis (07/10/2010).

Sedikit emosi, Managing Director perusahaan pengembang aplikasi BlackBerry Better-B ini menyatakan pendapatnya bahwa ini sama halnya seperti praktik pemungutan liar. Terlebih lagi, tidak jelas feedback apa yang bisa didapat oleh industri melalui kebijakan semacam ini.

"Saya rasa ini aneh dan lucu, di saat industri tengah berkembang, pemerintah bukannya mendukung namun malah diatur-atur. Dan pemerintah sendiri tidak mengajak para pelaku di industri ini untuk duduk membahasnya bersama," sesalnya.

Menurutnya, pemerintah sebaiknya membuktikan dukungannya kepada industri semacam ini dengan menyediakan infrastruktur yang tentunya berasal dari anggaran mereka, bukan malah memungut dari industri.

"Pemerintah sebaiknya beri keringanan dalam bentuk investasi atau dalam hal pajak. Andai diberlakukan, lihat saja nanti, saya akan kumpulkan teman-teman untuk mengadakan perlawanan, ini bukan lagi taraf diskusi. Wong selama ini kita aja ga pernah diajak diskusi kok," cetusnya.  

Sementara itu, secara terpisah Kepala Pusat Informasi Kementerian Komunikasi dan Informasi, Gatot S Dewabroto mengatakan draft RUU yang beredar belum final dan masih akan direvisi. Kita lihat saja bagaimana perkembangannya nanti! ( rns / wsh ) 

07 Okt 2010
Source:http://www.detikinet.com/read/2010/10/07/162203/1458240/399/pengembang-aplikasi-siap-lawan-ruu-konvergensi

Lewat Gmail, Google Kabarkan Hasil Gugatan Buzz

Sebuah cara yang cukup aneh dilakukan Google setelah mencapai kesepakatan dalam gugatan class action terhadap Google Buzz. Kompensasi atas gugatan itu disampaikan lewat Gmail.

Email itu diterima oleh pengguna Gmail pekan pertama November 2010. Isinya, seperti dikutip detikINET dari email tersebut, Rabu (3/11/2010), sekadar menginformasikan bahwa gugatan pengguna atas Buzz sudah diselesaikan.

Pengguna di Indonesia tak bisa berbuat banyak dengan email tersebut. Karena, kesepakatan atas gugatan itu hanya berlaku bagi pengguna Gmail yang berada di Amerika Serikat.

Selain itu, Google tak menyediakan kompensasi dalam bentuk uang atau ganti rugi langsung lain. Mereka berkomitmen akan menyumbangkan USD 8,5 juta ke sebuah dana independen yang akan mendukung organisasi yang mempromosikan edukasi soal privasi dan kebijakan di web.

Cara Google menyebarkan pengumuman lewat Gmail ini sungguh aneh. Rupanya hal itu diwajibkan oleh pihak pengadilan sebagai bentuk pengumuman pada penggugat, yaitu pengguna Gmail di AS.

Meskipun email yang ini diperkirakan asli, pengguna sebaiknya terus waspada dengan upaya penipuan yang mengatasnamakan Google atau pihak lain di kemudian hari.

Berikut isi email itu secara lengkap:

Google rarely contacts Gmail users via email, but we are making an exception to let you know that we've reached a settlement in a lawsuit regarding Google Buzz (http://buzz.google.com), a service we launched within Gmail in February of this year.

Shortly after its launch, we heard from a number of people who were concerned about privacy. In addition, we were sued by a group of Buzz users and recently reached a settlement in this case.

The settlement acknowledges that we quickly changed the service to address users' concerns. In addition, Google has committed $8.5 million to an independent fund, most of which will support organizations promoting privacy education and policy on the web. We will also do more to educate people about privacy controls specific to Buzz. The more people know about privacy online, the better their online experience will be.

Just to be clear, this is not a settlement in which people who use Gmail can file to receive compensation. Everyone in the U.S. who uses Gmail is included in the settlement, unless you personally decide to opt out before December 6, 2010. The Court will consider final approval of the agreement on January 31, 2011. This email is a summary of the settlement, and more detailed information and instructions approved by the court, including instructions about how to opt out, object, or comment, are available at http://www.BuzzClassAction.com.


03 Nov 2010
Source:http://www.detikinet.com/read/2010/11/03/144505/1484144/399/lewat-gmail-google-kabarkan-hasil-gugatan-buzz/

Menkominfo Kaget Reaksi RUU Konvergensi

Menkominfo Tifatul Sembiring mengaku kaget dengan beragam reaksi di jejaring sosial media terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) Konvergensi. Sebab, ia tak merasa telah memaksakan pungutan pajak gelap.

"Saya kaget dengan reaksi di sosial media soal RUU Konvergensi. Dikiranya mau malak pajak," keluhnya saat dimintai komentar soal RUU Konvergensi di sela acara 'Hijau untuk Negeri' di Blitz Megaplex, Pacific Place, Jakarta, Kamis (4/11/2011)

"Padahal, masalah pajak sudah diatur oleh Depkeu (Departemen Keuangan). Sedangkan PNBP (pendapatan negara bukan pajak) itu masuk ke kas negara. Jadi tidak ada kaitannya," lanjut dia.

Reaksi terhadap draft RUU Konvergensi muncul akibat pasal yang menyatakan semua penyelenggara telematika akan dikenai Biaya Hak Penyelenggaraan (BHP) serta harus berizin. Padahal, definisi penyelenggara telematika di draft RUU tersebut mencakup juga penyelenggara aplikasi.

Jika demikian, kalangan pembuat aplikasi seperti Facebook atau software lainnya dikhawatirkan tercakup juga dalam pihak yang harus dikenai BHP. Hal ini menimbulkan reaksi keras dari pelaku industri.

Terkait hal ini, Tifatul menegaskan, bahwa tujuan dari RUU Konvergensi ini hanya ingin mengantisipasi perkembangan teknolgi dengan aturan regulasi.

"RUU Konvergensi ini akan mengakomodir regulasi tentang telekomunikasi, broadcasting, dan internet. Seperti TV digital, kita sudah fix pakai teknologi Eropa, sedangkan mobile TV-nya belum. Kemudian tentang izin baru untuk digital TV sekaligus IPTV," tandas menteri.

04 Nov 2010
Source:http://www.detikinet.com/read/2010/11/04/180006/1486199/399/menkominfo-kaget-reaksi-ruu-konvergensi

APJII Akan Ajukan Keberatan Pada RUU Konvergensi

Sebuah rancangan Undang-Undang Konvergensi Telematika yang mengatur dunia telekomunikasi dan informatika telah diajukan pemerintah. Aturan itu pun diharapkan bisa masuk Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada akhir 2010.

Menanggapi hal itu, Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pun menyatakan keberatannya terhadap beberapa poin di dalam aturan tersebut yang dianggap tak layak.

"Pertama kami tidak setuju bila aplikasi harus diatur pemerintah. Kedua, APJII juga keberatan dengan biaya BHP yang diajukan," ujar Roy Rahajasa Yamin, Ketua Umum APJII kepada detiKINET, Kamis (7/10/2010).

Keberatan yang dilontarkan APJII pun terbilang cukup beralasan. Pasalnya, masih menurut Roy, pemerintah tidak berhak mengatur aplikasi yang beredar, terlebih lagi mengingat pertumbuhannya yang begitu pesat.

Begitu pun dengan Biaya Hak Penyelenggaraan (BHP) yang diajukan, "Kita kan sudah dibebankan dengan biaya frekuensi, jadi tidak seharusnya dikenakan biaya BHP lagi," tandas Roy.

RUU Konvergensi, merupakan rancangan undang-undang yang saat ini sedang digarap oleh pemerintah. Draft aturan tersebut berisikan beberapa peraturan terkait layanan informasi dan komunikasi antara lain, layanan suara, layanan data, layanan berbasis konten, e-commerce dan/atau layanan lainnya yang disediakan melalui aplikasi-aplikasi.

07 Okt 2010
Source:http://www.detikinet.com/read/2010/10/07/164623/1458274/399/apjii-akan-ajukan-keberatan-pada-ruu-konvergensi

Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Marke

  | Carbon Policy Lab Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Market Indonesi...