Budaya cashless society atau era sistem pembayaran tanpa uang tunai terus berkembang di masyarakat. Ini terlihat dari meningkatnya penggunaan uang elektronik (e-money) di masyarakat dalam 3 tahun terakhir.
Ke depannya, Bank Indonesia (BI) menyatakan penggunaan uang elektronik bakal meningkat menggeser penggunaan uang kertas dan logam sebagai alat pembayaran tradisional. Masyarakat Indonesia terus menuju era cashless society.
Deputi Gubernur BI S. Budi Rochadi mengatakan, saat ini e-money semakin mengambil peranan sebagai alat pembayaran di masyarakat, bahkan kecenderungannya akan mengalahkan penggunaan kartu kredit.
BI pun sebenarnya sangat berharap masyarakat bakal meninggalkan penggunaan uang kertas atau logam sebagai alat pembayaran. Karena biaya pencetakan uang cukup mahal. Anggarannya merupakan nomor 2 setelah anggaran operasi moneter BI.
Bagaimana strategi BI untuk menyadarkan masyarakat akan pentingnya penggunaan uang elektronik? Berikut petikan wawancara detikFinance bersama Budi Rochadi di Gedung BI, Jalan Thamrin, Jakarta, Kamis (11/11/2010).
Sistem pembayaran ke depan bagaimana Pak. Apakah era cashless society di Indonesia terus berkembang?
Kita tidak perlu mendorong (cashless society), tetapi masyarakat akan butuh, tanpa didorong pun akan jalan. Kita bisa lihat misalnya jalan tol, nah pembayaran jalan tol kan panjang sekali nah ada upaya untuk membuat e-toll itu kan Bank Mandiri. Itu kita bisa lihat bahwa di e-toll itu gerbangnya selalu saja kosong. Masyarakat belum sadar bahwa dengan memakai e-money maka transaksi akan lebih cepat.
Kemarin kita katakan kenapa masyarakat tidak pakai e-money. Orang akan lebih berpikir, kita tidak perlu didorong tapi nantinya takut memihak juga ke bank. Misalnya e-toll kan Mandiri tuh, kalau pakai flash kan BCA, nah sebenarnya bank-bank bisa melakukan promosi sendiri.
Ke depan bentuk sistem pembayaran?
Ke depan e-money akan mengambil peranan. Sekarang ini e-money sudah lebih tinggi dari transaksi kartu kredit, ya ini diperlukan oleh masyarakat. Walau jumlahnya kecil kan frekuensinya kian meningkat.
Berapa persen pengguna e-money saat ini?
Ada 6,4 juta instrumen e-money di September 2010. Ini sudah selama 3 tahun belum lama dan pertumbuhannya 33%.
Untuk kartu kredit dalam perkembangannya banyak ditemukan praktik penyalahgunaan seperti gestun (gesek tunai). Lalu di ATM kemarin juga ada fraud atau pembobolan?
Gestun berbeda dengan fraud. Gestun bukan fraud melainkan penyalahgunaan prosedur, atau salah penggunaan prosedur bukan fraud nah yang lain itu kemarin itu kita sudah melakukan menggunakan chip untuk kartu kredit dulu. Sudah aman dan tidak ada lagi fraud kartu kredit.
Kemudian untuk kartu debet, BI juga kabarnya mewajibkan bank untuk beralih ke teknologi chip guna keamanan. Kapan itu akan dilakukan?
Kartu debet itu implementasi sudah bisa dilakukan mulai pada triwulan I-2011, kan kalau kartu debet jumlahnya banyak. Itu butuh waktu, bank sendiri kan ada yang hanya sekian juta ada yang sedikit ada yang banyak pemegang kartu debet. Nah ini kan tidak bisa dipaksakan kalau dipaksakan ya kita ingin tahun ini juga. Tetapi biarkan ASPI (Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia) ini yang melakukan dan duduk bersama. Di PBI memang tidak ada waktu, semua dilakukan secara bertahap.
Masyarakat justru tak setuju kalau BI menutup merchant-merchant tempat gestun?
Gestun ini kan sebenernya yang dirugikan itukan issuer (penerbit) kartu kredit ya yang dapat manfaatkan merchant yang jualan meskipun kita tidak melihat ada fraud tapi penggunaan ini harus ditertibkan. Bank-bank sudah mulai aktif melakukan penarikan dan pembersihan ini.
Kenapa gestun ini tidak dilegalkan saja?
Ya dengan jumlah tertentu mungkin saja.
Di AS kan sudah ada tuh kira-kira bisa di Indonesia?
Yah di Indonesia cukup di ATM sudah bisa mungkin kita atur bunga saja agar tidak terlalu tinggi biar bisa ke ATM. Gestun kan masalah suku bunga.
Jadi mau di-arrange suku bunganya?
Nanti kita lihat saja. Kita sih ingin seperti itu, bank turunkan bunganya.
Soal chip untuk kartu debet apakah semua bank sudah berkomitmen?
Implementasi baru tiga bank. Karena kan biayanya lebih besar. Ini menyangkut EDC (Electronic Data Capture), ATM ,dan sistem-sistemnya. ATM itukan ada yang bisa ditambahkan fungsinya dan ada juga yang tidak bisa. Yang tidak bisa itu akan diganti.
Berapa nilai investasi yang harus dikeluarkan bank?
Nilai investasi itu tergantung level teknologi mana. Ini kan susah dan pilihan bank memperbaiki IT atau mempercanggih atau tidak secara umum dilihat saja bank yang IT-nya bagus. Misalnya BCA ini kan investasinya besar.
Ke depan dengan dengan semakin banyaknya penggunaan kartu sebagai alat pembayaran. BI berharap penggunaan uang akan semakin berkurang?
Iya ke depannya seperti itu. Dan anggaran pencetakan uang akan lebih hemat.
Berapa selama ini yang dikeluarkan BI untuk mencetak uang?
Ya tidak boleh diberi tahu, tapi biayanya cukup besar. Kedua terbesar setelah ongkos operasi moneter tapi perbedaannya jauh sekali.
Saat ini makin banyak jasa-jasa pengiriman uang yang juga termasuk ranah BI di sistem pembayaran. Contohnya Kegiatan Usaha Pengiriman Uang (KUPU). Bagaimana pengawasannya?
Iya (KUPU) meningkat pesat. Cenderung masyarakat banyak menggunakan itu. Itu kan harus izin BI nah dulu cukup memberitahukan saja, tapi sekarang harus ada izin.
Apakah sekarang banyak yang tak berizin?
Jumlah KUPU, banyak tapi hanya 58 hanya berizin.
Ada fraud juga tidak di situ?
Ya ada, banyak TKI yang kirim uang, eh ternyata dibawa kabur. Nah di UU Transfer Dana ini ternyata harus berbadan hukum.
Apakah banyak KUPU yang ditutup BI?
Kalau ada UU kita punya force untuk menutup dan melapor ke Polisi.
Pak soal ASPI (Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia), apa tujuan BI membuat asosiasi seperti ini?
BI memandang perlu memfasilitasi perkembangan sistem pembayaran agar senantiasa sejalan dengan koridor kebijakan Bank Indonesia untuk menciptakan sistem pembayaran yang efisien, aman, nyaman dan handal. Ada aspek makro prudential yang harus menjadi patokan bagi industri, tanpa mengurangi ruang gerak industri untuk brkreasi menciptakan beragam inovasi. Dengan demikian, ASPI diharapkan mampu menjawab tantangan sistem pembayaran ke depan untuk meningkatkan efisiensi secara nasional dan memitigasi fraud, sehingga dapat menjaga kepercayaan terhadap instrumen pembayaran.
Jadi, kita atur makro atau aturan umum. Kan ada aturan yang harus masing-masing bank. Misalnya bank A kirim uang ke bank B, eh ternyata
bank B belum menerima. Nah ini kan terjadi perselisihan. Kita tidak atur teknis itu. Biar mereka yang atur, selama ini diatur BI. Susah sekali
kalau ubah aturan lewat PBI, karena harus lewat Rapat Dewan Gubernur dahulu. Nah inilah makanya biar mereka (ASPI) saja yang atur.
Jadi tujuannya untuk perlindungan nasabah. Di ASPI itu juga khusus untuk ini, saling bicara, kerjasama, dan efisien. Selain itu mempermudah
pengawasan sisi makronya.
Delapan Asosiasi tadi meliputi seluruh bank?
Bank Kustodian dan lembaga non bank. Seluruhnya termasuk.
Jadi peningkatan keamanan bagi nasabah agar tak ada penyalahgunaan?
Beragamnya inovasi sistem pembayaran yang terbentuk akan semakin meningkatkan kompetisi di antara pelaku, sehingga masyarakat diharapkan akan memperoleh pelayanan terbaik yang selalu menjunjung tinggi aspek perlindungan konsumen serta meminimalkan risiko.
12 Nov 2010
Source:http://www.detikfinance.com/read/2010/11/12/091454/1492727/459/indonesia-menuju-era-e-money-society?f992205459
Membantu Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank Dalam Penerapan Sustainable Finance (Keuangan Berkelanjutan) - Environmental & Social Risk Analysis (ESRA) for Loan/Investment Approval - Training for Sustainability Reporting (SR) Based on OJK/GRI - Penguatan Manajemen Desa dan UMKM - Membantu Membuat Program dan Strategi CSR untuk Perusahaan. Hubungi Sdr. Leonard Tiopan Panjaitan, S.sos, MT, CSRA di: leonardpanjaitan@gmail.com atau Hp: 081286791540 (WA Only)
Friday, November 12, 2010
Thursday, November 11, 2010
Dilema UU Tindak Pidana Pencucian Uang
DPR telah mengesahkan Undang-Undang No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU PPTPPU).
UU ini merupakan perubahan kedua untuk mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang di Indonesia. Setiap undang-undang baru tentu perlu dikritisi dalam konteks situasi Indonesia yang jauh lebih berarti dibandingkan dari perspektif internasional. Dalam UU PPTPPU, terdapat beberapa ketentuan baru yang perlu mendapat perhatian para pemangku kepentingan seperti pengusaha dan kalangan perbankan. Ketentuan baru tersebut berbeda dengan UU lama (UU No 15 Tahun 2002 yang diubah dengan UU No 25 Tahun 2003).
Perbedaannya pertama adalah titel UU. UU lama secara teoretis hukum (doktrin) merupakan lex spesialis systematic, yaitu UU administratif (bersifat regulatif) yang diperkuat dengan sanksi pidana. Adapun dengan titel baru (UU PPTPPU), secara teoretis (doktrin) mencerminkan UU pidana khusus (lex specialis) yang bersifat preventive measure dan repressive measures dalam satu paket. Konsekuensi perubahan titel adalah UU PPTPPU menempatkan TPPU sebagai tindak pidana khusus sehingga memerlukan perhatian, sikap, dan tindakan khusus dengan tujuan menghilangkan sumber dan operasional pencucian uang di Indonesia.
Perbedaan kedua, akibat dari perbedaan pertama, UU PPTPPU 2010 telah dengan sangat berani mendelegasikan wewenang publik (bersifat projustitia) kepada sektor privat, yaitu Lembaga Penyedia Jasa Keuangan (LPJK), termasuk perbankan, untuk melaksanakan “penundaan transaksi” (suspension of transaction) terhadap seseorang nasabah untuk paling lama 5 (lima) hari. Perubahan ketiga, UU PPTPPU telah memberikan wewenang kepada penyidik tindak pidana asal (lazimnya penyidik pegawai negeri sipil/PPNS ) di bawah koordinasi PPATK untuk melakukan penyidikan TPPU yang berkaitan dengan tindak pidana asalnya (misalnya tindak pidana pabean, imigrasi).
Pemberian wewenang terhadap penyidik tindak pidana asal (PPNS) sudah tentu akan merepotkan dunia usaha, terutama yang bergerak di bidang ekspor dan impor, karena mereka akan berhadapan dengan petugas kepabeanan dan perpajakan selain Polri, Kejaksaan, KPK, dan BNN. Perubahan keempat UU PPTPPU adalah ketentuan tentang rahasia bank dalam hal terdapat “transaksi keuangan yang mencurigakan” dapat dikesampingkan, bahkan sejak proses penyidikan sampai pemeriksaan di muka sidang pengadilan.
Pembukaan rekening bank seseorang yang dicurigai memiliki transaksi keuangan tersebut merupakan mandatory obligation, tidak dapat ditolak oleh lembaga penyedia jasa keuangan maupun oleh nasabah yang bersangkutan. Perubahan kelima, UU PPTPPU memberikan wewenang kepada PPATK untuk melakukan tindakan penghentian sementara transaksi selama 5 hari dan dapat diperpanjang sampai dengan 15 hari. Jadi total waktu di mana seseorang (yang dicurigai) tidak dapat melakukan transaksinya adalah 25 (dua puluh lima) hari. Perubahan keenam, perintah pemblokiran rekening tersangka/terdakwa dibatasi lamanya sampai dengan 30 (tiga puluh) hari sehingga total waktu penundaan, penghentian sementara transaksi sampai pada pemblokiran, adalah 55 (lima puluh lima) hari.
Ketentuan UU PPTPPU tidak jelas membedakan konsekuensi hukum antara tindakan penundaan transaksi, penghentian sementara, dan pemblokiran kecuali hanya mengatur siapa yang berwenang dan berapa lamanya, sedangkan hal-hal yang berkaitan dengan prinsip due process of law dan transparansi serta akuntabilitas tidak diatur secara terperinci sehingga tidak ada due diligence of power terhadap kinerja lembaga terkait indikasi pencucian uang. Perubahan ketujuh, UU PPTPPU memberikan wewenang kepada PPATK untuk meminta keterangan kepada pihak pelapor (LPJK) dan pihak lain terkait dugaan TPPU.
Ketentuan ini mencerminkan perubahan fungsi PPATK dari fungsi administratif kepada fungsi penegakan hukum sehingga dapat dikatakan bahwa lembaga PPATK bukan hanya supporting unit terhadap Polri dan kejaksaan, melainkan telah merupakan bagian atau lembaga tersendiri dalam sistem peradilan pidana (penegakan hukum) di Indonesia. Dari perspektif mikro pencegahan dan pemberantasan TPPU, UU No 8 Tahun 2010 ini telah menggambarkan kemajuan pesat dan komitmen politik pemerintah Indonesia dalam ikut serta melaksanakan ketertiban dan keamanan internasional khusus dari tindak pidana ini. Namun, dalam perspektif makro sistem ekonomi nasional dan langkah pemerintah untuk meningkatkan investasi domestik, terutama dari investor asing, keberadaan UU ini bisa menjadi kontraproduktif.
Ada beberapa faktor penyebab dari masalah kontra produktif ini. Pertama, sistem birokrasi di Indonesia sangat lemah dalam segi manajemen administrasi, koordinasi, dan pengawasan pelaksanaan tugas yang dibebankan oleh undang-undang. Kedua, sistem birokrasi di Indonesia masih sangat lemah dari sisi profesionalisme, integritas, dan akuntabilitas sehingga potensial muncul penyalahgunaan wewenang serta korupsi, kolusi, dan nepotisme. Ketiga, UU ini tidak menyediakan sarana hukum yang memadai untuk melakukan pencegahan terhadap kemungkinan moral hazard yang akan terjadi dalam implementasi UU ini.
Keempat, sistem birokrasi di Indonesia tidak berhasil dan tidak pernah berhasil menggunakan prinsip stick and carrot dan merrit sytem yang benar dalam langkah reformasi birokrasi sejak 1998 yang lampau. Kelima, Indonesia merupakan tempat strategis dalam peta politik global baik dari aspek ekonomi internasional, politik internasional dan keamanan maupun pertahanan regional. Ketiga aspek tersebut memerlukan kekuatan ekonomi nasional dan penegakan hukum yang konsisten dan berkesinambungan serta kewaspadaan nasional yang tinggi dari para pengambil kebijakan.
Perubahan-perubahan dan sekaligus kelemahan dari UU PPTPPU 2010 di atas merupakan stumbling block yang akan kontraproduktif dari ketiga aspek tersebut jika tidak segera dikeluarkan peraturan pemerintah atau sekurang-kurangnya peraturan Kepala PPATK untuk mengantisipasi kemungkinan moral hazards dalam implementasi UU tersebut. Solusi ini semakin penting mengingat iklim dunia usaha di Indonesia sampai saat ini belum menunjukkan kesungguhan menciptakan good corporate governance, persaingan usaha tidak sehat atau rentan terjadi suap di sektor publik seperti diatur dalam Konvensi PBB Antikorupsi Tahun 2003.
Kekhawatiran ini juga mengajak kita semua merenungkan pernyataan Joseph E Stiglitz (2003; 2006), Gelinas (2003), dan Falk (20032) serta sudah diperingatkan oleh ahli ekonomi Indonesia terkemuka bahwa globalisasi sebagai ideologi masyarakat internasional dewasa ini tidak memberikan kemakmuran yang sama antara negara maju, khususnya pengusung konsep globalisasi,dan negara berkembang.(*)
Penulis: Romli Atmasasmita
Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran
11 November 2010
Source:http://news.okezone.com/read/2010/11/11/58/392175/dilema-uu-tindak-pidana-pencucian-uang
UU ini merupakan perubahan kedua untuk mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang di Indonesia. Setiap undang-undang baru tentu perlu dikritisi dalam konteks situasi Indonesia yang jauh lebih berarti dibandingkan dari perspektif internasional. Dalam UU PPTPPU, terdapat beberapa ketentuan baru yang perlu mendapat perhatian para pemangku kepentingan seperti pengusaha dan kalangan perbankan. Ketentuan baru tersebut berbeda dengan UU lama (UU No 15 Tahun 2002 yang diubah dengan UU No 25 Tahun 2003).
Perbedaannya pertama adalah titel UU. UU lama secara teoretis hukum (doktrin) merupakan lex spesialis systematic, yaitu UU administratif (bersifat regulatif) yang diperkuat dengan sanksi pidana. Adapun dengan titel baru (UU PPTPPU), secara teoretis (doktrin) mencerminkan UU pidana khusus (lex specialis) yang bersifat preventive measure dan repressive measures dalam satu paket. Konsekuensi perubahan titel adalah UU PPTPPU menempatkan TPPU sebagai tindak pidana khusus sehingga memerlukan perhatian, sikap, dan tindakan khusus dengan tujuan menghilangkan sumber dan operasional pencucian uang di Indonesia.
Perbedaan kedua, akibat dari perbedaan pertama, UU PPTPPU 2010 telah dengan sangat berani mendelegasikan wewenang publik (bersifat projustitia) kepada sektor privat, yaitu Lembaga Penyedia Jasa Keuangan (LPJK), termasuk perbankan, untuk melaksanakan “penundaan transaksi” (suspension of transaction) terhadap seseorang nasabah untuk paling lama 5 (lima) hari. Perubahan ketiga, UU PPTPPU telah memberikan wewenang kepada penyidik tindak pidana asal (lazimnya penyidik pegawai negeri sipil/PPNS ) di bawah koordinasi PPATK untuk melakukan penyidikan TPPU yang berkaitan dengan tindak pidana asalnya (misalnya tindak pidana pabean, imigrasi).
Pemberian wewenang terhadap penyidik tindak pidana asal (PPNS) sudah tentu akan merepotkan dunia usaha, terutama yang bergerak di bidang ekspor dan impor, karena mereka akan berhadapan dengan petugas kepabeanan dan perpajakan selain Polri, Kejaksaan, KPK, dan BNN. Perubahan keempat UU PPTPPU adalah ketentuan tentang rahasia bank dalam hal terdapat “transaksi keuangan yang mencurigakan” dapat dikesampingkan, bahkan sejak proses penyidikan sampai pemeriksaan di muka sidang pengadilan.
Pembukaan rekening bank seseorang yang dicurigai memiliki transaksi keuangan tersebut merupakan mandatory obligation, tidak dapat ditolak oleh lembaga penyedia jasa keuangan maupun oleh nasabah yang bersangkutan. Perubahan kelima, UU PPTPPU memberikan wewenang kepada PPATK untuk melakukan tindakan penghentian sementara transaksi selama 5 hari dan dapat diperpanjang sampai dengan 15 hari. Jadi total waktu di mana seseorang (yang dicurigai) tidak dapat melakukan transaksinya adalah 25 (dua puluh lima) hari. Perubahan keenam, perintah pemblokiran rekening tersangka/terdakwa dibatasi lamanya sampai dengan 30 (tiga puluh) hari sehingga total waktu penundaan, penghentian sementara transaksi sampai pada pemblokiran, adalah 55 (lima puluh lima) hari.
Ketentuan UU PPTPPU tidak jelas membedakan konsekuensi hukum antara tindakan penundaan transaksi, penghentian sementara, dan pemblokiran kecuali hanya mengatur siapa yang berwenang dan berapa lamanya, sedangkan hal-hal yang berkaitan dengan prinsip due process of law dan transparansi serta akuntabilitas tidak diatur secara terperinci sehingga tidak ada due diligence of power terhadap kinerja lembaga terkait indikasi pencucian uang. Perubahan ketujuh, UU PPTPPU memberikan wewenang kepada PPATK untuk meminta keterangan kepada pihak pelapor (LPJK) dan pihak lain terkait dugaan TPPU.
Ketentuan ini mencerminkan perubahan fungsi PPATK dari fungsi administratif kepada fungsi penegakan hukum sehingga dapat dikatakan bahwa lembaga PPATK bukan hanya supporting unit terhadap Polri dan kejaksaan, melainkan telah merupakan bagian atau lembaga tersendiri dalam sistem peradilan pidana (penegakan hukum) di Indonesia. Dari perspektif mikro pencegahan dan pemberantasan TPPU, UU No 8 Tahun 2010 ini telah menggambarkan kemajuan pesat dan komitmen politik pemerintah Indonesia dalam ikut serta melaksanakan ketertiban dan keamanan internasional khusus dari tindak pidana ini. Namun, dalam perspektif makro sistem ekonomi nasional dan langkah pemerintah untuk meningkatkan investasi domestik, terutama dari investor asing, keberadaan UU ini bisa menjadi kontraproduktif.
Ada beberapa faktor penyebab dari masalah kontra produktif ini. Pertama, sistem birokrasi di Indonesia sangat lemah dalam segi manajemen administrasi, koordinasi, dan pengawasan pelaksanaan tugas yang dibebankan oleh undang-undang. Kedua, sistem birokrasi di Indonesia masih sangat lemah dari sisi profesionalisme, integritas, dan akuntabilitas sehingga potensial muncul penyalahgunaan wewenang serta korupsi, kolusi, dan nepotisme. Ketiga, UU ini tidak menyediakan sarana hukum yang memadai untuk melakukan pencegahan terhadap kemungkinan moral hazard yang akan terjadi dalam implementasi UU ini.
Keempat, sistem birokrasi di Indonesia tidak berhasil dan tidak pernah berhasil menggunakan prinsip stick and carrot dan merrit sytem yang benar dalam langkah reformasi birokrasi sejak 1998 yang lampau. Kelima, Indonesia merupakan tempat strategis dalam peta politik global baik dari aspek ekonomi internasional, politik internasional dan keamanan maupun pertahanan regional. Ketiga aspek tersebut memerlukan kekuatan ekonomi nasional dan penegakan hukum yang konsisten dan berkesinambungan serta kewaspadaan nasional yang tinggi dari para pengambil kebijakan.
Perubahan-perubahan dan sekaligus kelemahan dari UU PPTPPU 2010 di atas merupakan stumbling block yang akan kontraproduktif dari ketiga aspek tersebut jika tidak segera dikeluarkan peraturan pemerintah atau sekurang-kurangnya peraturan Kepala PPATK untuk mengantisipasi kemungkinan moral hazards dalam implementasi UU tersebut. Solusi ini semakin penting mengingat iklim dunia usaha di Indonesia sampai saat ini belum menunjukkan kesungguhan menciptakan good corporate governance, persaingan usaha tidak sehat atau rentan terjadi suap di sektor publik seperti diatur dalam Konvensi PBB Antikorupsi Tahun 2003.
Kekhawatiran ini juga mengajak kita semua merenungkan pernyataan Joseph E Stiglitz (2003; 2006), Gelinas (2003), dan Falk (20032) serta sudah diperingatkan oleh ahli ekonomi Indonesia terkemuka bahwa globalisasi sebagai ideologi masyarakat internasional dewasa ini tidak memberikan kemakmuran yang sama antara negara maju, khususnya pengusung konsep globalisasi,dan negara berkembang.(*)
Penulis: Romli Atmasasmita
Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran
11 November 2010
Source:http://news.okezone.com/read/2010/11/11/58/392175/dilema-uu-tindak-pidana-pencucian-uang
84% Transaksi Bank Mandiri Gunakan Fasilitas Elektronik
JAKARTA - PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) sangat sepakat mengenai ketentuan Bank Indonesia (BI) untuk membuat standarisasi sistem pembayaran pada perbankan. Hal ini dikarenakan Bank Mandiri dalam transaksinya lebih banyak menggunakan elektronic payment.
"Seperti yang saya bilang kita transaksi itu sudah 100 juta per bulan, itu 84 persen itu elektronik, sudah tidak dicabang," ujar Direktur Mikro dan Ritel Bank Mandiri Budi Gunadi Sadikin, Gedung BI, di Jakarta, Kamis (11/11/2010).
Menurutnya, sistem pembayaran elektronik memang harus ditingkatkan lagi dan nasabah harus juga diberi kemudahan dalam melakukan transaksinya kepada perbankan.
Dengan perkembangan teknologi saat ini, perbankan nasional harus mampu menyediakan kemudahan, efisiensi dan keamanan sistem pembayaran yang mereka lakukan. Sistem pembayaran elektronik merupakan solusi yang tepat untuk mempermudah akses transaksi nasabah, karena itu nasabah lebih berminat pada transaksi elektronik dibandingkan dengan transaksi langsung.
"Transaksi cabang kita sebulannya itu Rp13-15 juta, itu sudah kesusul dengan transaksi lewat SMS. SMS itu sudah 15-16 juta transaksi," jelasnya.
Untuk transaksi lewat ATM, jika dirata-ratakan setiap bulan, Bank Mandiri tercatat jumlah transaksi ATM sebanyak 50 juta. Sedangkan volume transaksi kartu lebih rendah. "Transaksi e-toll kalau data BI itu sudah 56 persen lebih, jadi udah lebih dari transaksi saingan kita transaksinya udah menembus 1,2-1,3 juta per bulan transaksi," pungkas.(adn)(rhs)
11 November 2010
Source:http://economy.okezone.com/read/2010/11/11/320/392443/84-transaksi-bank-mandiri-gunakan-fasilitas-elektronik
"Seperti yang saya bilang kita transaksi itu sudah 100 juta per bulan, itu 84 persen itu elektronik, sudah tidak dicabang," ujar Direktur Mikro dan Ritel Bank Mandiri Budi Gunadi Sadikin, Gedung BI, di Jakarta, Kamis (11/11/2010).
Menurutnya, sistem pembayaran elektronik memang harus ditingkatkan lagi dan nasabah harus juga diberi kemudahan dalam melakukan transaksinya kepada perbankan.
Dengan perkembangan teknologi saat ini, perbankan nasional harus mampu menyediakan kemudahan, efisiensi dan keamanan sistem pembayaran yang mereka lakukan. Sistem pembayaran elektronik merupakan solusi yang tepat untuk mempermudah akses transaksi nasabah, karena itu nasabah lebih berminat pada transaksi elektronik dibandingkan dengan transaksi langsung.
"Transaksi cabang kita sebulannya itu Rp13-15 juta, itu sudah kesusul dengan transaksi lewat SMS. SMS itu sudah 15-16 juta transaksi," jelasnya.
Untuk transaksi lewat ATM, jika dirata-ratakan setiap bulan, Bank Mandiri tercatat jumlah transaksi ATM sebanyak 50 juta. Sedangkan volume transaksi kartu lebih rendah. "Transaksi e-toll kalau data BI itu sudah 56 persen lebih, jadi udah lebih dari transaksi saingan kita transaksinya udah menembus 1,2-1,3 juta per bulan transaksi," pungkas.(adn)(rhs)
11 November 2010
Source:http://economy.okezone.com/read/2010/11/11/320/392443/84-transaksi-bank-mandiri-gunakan-fasilitas-elektronik
Sunday, November 7, 2010
'Tahun Depan Nggak Musim Lagi Perang Tarif'
Kompetisi para operator dalam meraup pasar di Indonesia menyeret pada perang
tarif. Namun tahun depan diprediksi perangnya bergeser menjadi perang pelayanan.
Demikian diungkapkan oleh GM Sales & Customer Service Regional Jabar Erick
Noviantoro saat berbincang dengan detikINET disela-sela pameran 'End Year Sale'
di Istana Plaza, Sabtu (6/11/2010).
"Sepertinya tahun depan bukan price war lagi. Tapi lebih pada perang pelayanan,"
katanya.
Erick, demikian pria ini akrab dipanggil melihat indikasi pada perang pelayanan
dari materi promosi yang dikeluarkan oleh para operator.
"Lihat saja di tv, iklannya tentang service. Mereka (kompetitor) membuat
gimmick untuk loyalty costumer. Bukan mengenai tarif lagi. Sudah seharusnya
memang kita tidak perang tarif lagi," jelasnya.
Entah siapa yang memulai, tapi perang tarif tidak bisa begitu saja distop. Perlu
ada campur tangan dari pemerintah agar kompetisinya menjadi kompetisi yang
sehat.
"Price war nggak akan berhenti tanpa campur tangan pemerintah," ungkapnya.
Telkomsel sendiri, seperti yang diungkapkan oleh Erick sebenarnya sejak dua tahun
lalu sudah mempersiapkan strategi service provider. Sebuah konsep strategi untuk
menambah pelanggan dengan meningkatkan kualitas pelayanan.
"Tapi kompetitor menyeret ke perang tarif. Ya sudah lah, kita ikuti saja. Padahal service provider ini merupakan komitmen kami untuk melayani pelanggan dengan lebih baik lagi," katanya.
Disinggung seperti apa implementasi service provider tersebut, Erick mengaku
saat itu pembahasan belum sampai pada tahap teknis.
"Belum sampai situ pembahasannya. Tapi dari awal kita sudah mengarah ke arah
peningkatan pelayanan," jelasnya. ( afz / rns )
06 Nov 2010
Source:http://www.detikinet.com/read/2010/11/06/174947/1488349/317/tahun-depan-nggak-musim-lagi-perang-tarif/?i991101105
tarif. Namun tahun depan diprediksi perangnya bergeser menjadi perang pelayanan.
Demikian diungkapkan oleh GM Sales & Customer Service Regional Jabar Erick
Noviantoro saat berbincang dengan detikINET disela-sela pameran 'End Year Sale'
di Istana Plaza, Sabtu (6/11/2010).
"Sepertinya tahun depan bukan price war lagi. Tapi lebih pada perang pelayanan,"
katanya.
Erick, demikian pria ini akrab dipanggil melihat indikasi pada perang pelayanan
dari materi promosi yang dikeluarkan oleh para operator.
"Lihat saja di tv, iklannya tentang service. Mereka (kompetitor) membuat
gimmick untuk loyalty costumer. Bukan mengenai tarif lagi. Sudah seharusnya
memang kita tidak perang tarif lagi," jelasnya.
Entah siapa yang memulai, tapi perang tarif tidak bisa begitu saja distop. Perlu
ada campur tangan dari pemerintah agar kompetisinya menjadi kompetisi yang
sehat.
"Price war nggak akan berhenti tanpa campur tangan pemerintah," ungkapnya.
Telkomsel sendiri, seperti yang diungkapkan oleh Erick sebenarnya sejak dua tahun
lalu sudah mempersiapkan strategi service provider. Sebuah konsep strategi untuk
menambah pelanggan dengan meningkatkan kualitas pelayanan.
"Tapi kompetitor menyeret ke perang tarif. Ya sudah lah, kita ikuti saja. Padahal service provider ini merupakan komitmen kami untuk melayani pelanggan dengan lebih baik lagi," katanya.
Disinggung seperti apa implementasi service provider tersebut, Erick mengaku
saat itu pembahasan belum sampai pada tahap teknis.
"Belum sampai situ pembahasannya. Tapi dari awal kita sudah mengarah ke arah
peningkatan pelayanan," jelasnya. ( afz / rns )
06 Nov 2010
Source:http://www.detikinet.com/read/2010/11/06/174947/1488349/317/tahun-depan-nggak-musim-lagi-perang-tarif/?i991101105
Kominfo: Lacak dan Laporkan Pelaku Jamming Robert
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menginstruksikan Balai Monitoring (Balmon) di daerah bencana, untuk melacak pelaku jamming dan melaporkannya ke kepolisian setempat.
"Saya instruksikan Balmon (Balai Monitoring) setempat untuk melacak dan menangkap pelakunya bekerjasama dengan aparat setempat," kata Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring, kepada detikINET saat berbincang di kantor Stasiun TVRI Kalimantan Timur, Jl Ery Suparjan, Samarinda, Sabtu (6/11/2010).
Menurut Tifatul, pihaknya telah menerima pengaduan dan keluhan terkait aksi jamming
yang sangat mengganggu kelancaran komunikasi di daerah bencana seperti di Kepulauan
Mentawai, Sumatera Barat dan kawasan Gunung Merapi, Jawa Tengah. Bahkan, aksi jamming di kawasan Merapi dilaporkan kian parah.
"Jamming jelas sangat mengganggu kelancaran komunikasi saat penanganan bencana
seperti ini," ujar Tifatul.
Dijelaskan Tifatul, jamming dilakukan warga di sekitar wilayah bencana untuk mengacaukan komunikasi radio Handy Talky (HT). Tidak hanya menimpa anggota
ORARI, jamming juga dialami anggota RAPI.
"Yang seperti ini,tidak bisa dibiarkan. Sekali lagi saya instruksikan,tangkap pelakunya dengan melaporkannya ke kepolisian setempat," tegas Tifatul. ( rns / rns )
06 Nov 2010
Source:http://www.detikinet.com/read/2010/11/06/161011/1488307/328/kominfo-lacak-dan-laporkan-pelaku-jamming/
"Saya instruksikan Balmon (Balai Monitoring) setempat untuk melacak dan menangkap pelakunya bekerjasama dengan aparat setempat," kata Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring, kepada detikINET saat berbincang di kantor Stasiun TVRI Kalimantan Timur, Jl Ery Suparjan, Samarinda, Sabtu (6/11/2010).
Menurut Tifatul, pihaknya telah menerima pengaduan dan keluhan terkait aksi jamming
yang sangat mengganggu kelancaran komunikasi di daerah bencana seperti di Kepulauan
Mentawai, Sumatera Barat dan kawasan Gunung Merapi, Jawa Tengah. Bahkan, aksi jamming di kawasan Merapi dilaporkan kian parah.
"Jamming jelas sangat mengganggu kelancaran komunikasi saat penanganan bencana
seperti ini," ujar Tifatul.
Dijelaskan Tifatul, jamming dilakukan warga di sekitar wilayah bencana untuk mengacaukan komunikasi radio Handy Talky (HT). Tidak hanya menimpa anggota
ORARI, jamming juga dialami anggota RAPI.
"Yang seperti ini,tidak bisa dibiarkan. Sekali lagi saya instruksikan,tangkap pelakunya dengan melaporkannya ke kepolisian setempat," tegas Tifatul. ( rns / rns )
06 Nov 2010
Source:http://www.detikinet.com/read/2010/11/06/161011/1488307/328/kominfo-lacak-dan-laporkan-pelaku-jamming/
Subscribe to:
Posts (Atom)
Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Marke
| Carbon Policy Lab Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Market Indonesi...
-
PT Konsorsium Televisi Digital Indonesia (KTDI) menggelar uji coba siaran televisi digital di wilayah Jabotabek. Siaran uji coba itu merupak...
-
JAKARTA - PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) sangat sepakat mengenai ketentuan Bank Indonesia (BI) untuk membuat standarisasi sistem pembayaran pada...