Wednesday, December 22, 2010

BNI Peroleh AREA Award 2010

Bertempat di Ritz Charlton Hotel Mega Kuningan Jakarta, Selasa 14/12/2010, BNI memperoleh AREA Award 2010 atas program-programnya dalam Green Leadership. Pemberian penghargaan ini merupakan pengakuan pihak luar atas kontribusi BNI dalam pembangunan berkelanjutan. Green Leadership Award diterima oleh Sakariza Hemawan, Group Head Corporate Sustainability BNI.  Award yang diperoleh BNI merupakan yang kedua kali setelah tahun 2009 mendapatkan award yang sama.


Salah satu proyek yang dinilai oleh penyelenggara AREA (Asia Pacific Entrepreneurship Award) adalah Hutan Kota BNI di Desa Tibang Syiah Kuala Banda Aceh. Proyek hutan kota ini memadukan sumber daya alam lokal termasuk biodiversitas dengan pemberdayaan masyakarat sekitar. Hutan Kota BNI juga menambah ruang terbuka hijau di perkotaan. Pemberian penghargaan dikemas dalam bentuk gala dinner dengan keynote speech dari Menteri Koperasi Sjarifuddin Hasan. 
Acara ini juga dihadiri oleh jajaran konglomerat Indonesia seperti Pemilik Grup MNC Media Hary Tanoesoedibjo, CEO Adaro Energy Garibaldi Thohir, Direksi Esia, CEO Garuda Emirsyah Satar, Direksi Bank Mandiri, Pemilik Cipaganti Group dan lain-lain. (LTP)

Transaksi Kartu Kredit Bakal Pakai PIN

Bank Indonesia (BI) sedang mengkaji penerapan sistemdynamic authentification atau pengamanan tambahan berupa personal identification number atau PIN di setiap transaksi kartu kredit. Ini merupakan bagian dari upaya bank sentral dalam menyempurnakan sistem keamanan alat bayar tersebut.
Kepala Biro Pengembangan dan Kebijakan Sistem Pembayaran Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran BI Aribowo mengatakan, kelak pengguna kartu kredit harus terlebih dahulu memasukkan nomor PIN sebelum transaksinya diproses. "Kita akan mewajibkan bank untuk menerapkan hal ini," ujar dia, Senin (20/12/2010).
Pemberlakuan PIN ini merupakan respons BI atas maraknya pembobolan kartu kredit dengan modus lama, yakni dengan cara mengutak-atik tiga angka terakhir yang tercetak di balik kartu kredit, hingga menemukan kombinasi yang pas. "Ini jenis penipuan lama dan berkembang kembali sejak kartu kredit menggunakan sistem chip," ujar dia.
Namun, Aribowo belum bisa memastikan kapan kebijakan ini akan diterapkan. Pasalnya, BI belum mengecek kesiapan bank menjalankan sistem tersebut. "Ini butuh investasi besar karena banyak yang harus disiapkan bank dalam pengamanan kartu kredit. Kami akan terapkan secara bertahap," tuturnya.
Berdasarkan data BI, hingga Oktober 2010, nilai kejahatan kartu kredit mencapai Rp 3,26 miliar atau turun 92,75 persen dari akhir tahun lalu. Sekretaris Jenderal Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) Steve Martha mengatakan, secara teknis ide BI bisa diterapkan. Namun, ada tiga hal yang harus diperhatikan BI.
Pertama, tidak semua kartu kredit menggunakan PIN sehingga harus ada pengiriman nomor PIN kepada nasabah. "Bagaimana keamanan nomor PIN waktu dikirimkan kurir, harus dipikirkan," ujarnya.
Kedua, persiapan mesin electronic data capture (EDC). Saat ini tidak semua mesin EDC mampu menerapkan nomor PIN sehingga harus ada perbaikan software.
Ketiga, edukasi masyarakat tentang keamanan dengan PIN. Sebab, jika menggunakan kartu kredit dengan PIN, nasabah harus menuju mesin kasir. Padahal, saat ini nasabah tinggal menunjukkan kartu kredit dan tanda tangan. "Ini bisa mengurangi jumlah pengguna kartu kredit karena merasa tidak nyaman dengan hal tersebut," ujar Steve. (Kontan/Roy Franedya)
21 Desember 2010

RI Tidak Perlu Takut Mencontoh China

”Belajarlah hingga ke negeri China.” Ungkapan ini sudah lama diketahui masyarakat. Namun, sebagian kalangan di Indonesia juga masih melihat China sebagai negara sosialis komunis yang kaku dan kurang bersahabat. Padahal, sekarang China sudah berubah dan pembangunan ekonominya maju pesat.
Perubahan cara berpikir masyarakat China setelah transformasi ekonomi yang dilakukan Deng Xiao Ping tahun 1978 merupakan tahapan penting dari keberhasilan ekonomi China sekarang.

Perubahan pola pikir masyarakat China yang penting di antaranya adalah ”menjadi kaya merupakan hak kaum sosialis dan kemiskinan bukan bagian dari sosialisme”.
Oleh karena itu, tahun 1980, saat China mengembangkan wilayah Shenzhen sebagai Kawasan Ekonomi Khusus, poster- poster untuk memotivasi masyarakat sekaligus mengubah cara berpikir mereka disebar di mana-mana yang berbunyi: Time is Money, Efficiency is Life.
Sama seperti di Indonesia, China pun sebelumnya memiliki penyakit kronis, yakni praktik korupsi. Namun, hal itu secara perlahan bisa diatasi dengan memberikan shock therapy melalui penerapan hukuman mati bagi koruptor berat.
”Cara lain yang ditempuh China, menempatkan para pejabat pemerintah yang sudah gaek dan berpotensi melakukan korupsi ke posisi yang ’mulia’, tetapi tidak strategis. Posisinya, kemudian digantikan oleh orang-orang muda yang energik dan inovatif,” kata Prof Xue Weng dari Tshinghua University di Beijing.
Sejak reformasi ekonomi tahun 1997, China mengalami kemajuan pesat. Dari negara yang relatif miskin, China mampu menjadi negara dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata dua digit per tahun dan terpesat di dunia. Selain menjadi eksportir terbesar, China juga menjadi raksasa ekonomi terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat dengan total produk domestik bruto (PDB) nominal 5,7 triliun dollar AS sampai Oktober 2010.
China juga memiliki cadangan devisa terbesar di dunia, yakni 2,65 triliun dollar AS atau sekitar 30 persen dari total cadangan devisa dunia. Padahal, tahun 2007, cadangan devisanya masih 1,53 triliun dollar AS.
Industrialisasi di China telah berhasil mengentaskan orang miskin secara signifikan, sementara pendapatan per kapita rata-rata penduduk China saat ini 3.800 dollar AS dengan jumlah penduduk 1,3 miliar jiwa.
Sedangkan pendapatan per kapita rata-rata penduduk Indonesia saat ini 3.000 dollar AS dengan jumlah penduduk 238 juta jiwa, sementara cadangan devisa 91,8 miliar dollar AS.
”Sebenarnya kalau pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa lebih cepat lagi, pendapatan per kapita penduduk kita bisa lebih besar,” kata Ketua Komite Ekonomi Nasional (KEN) Chairul Tanjung ketika berkunjung ke Beijing, China, 12-15 Desember 2010.
Proses modernisasi di China terus berlangsung hingga saat ini, bahkan ketika sebagian besar negara di dunia dilanda krisis keuangan global pada tahun 2008-2009, pertumbuhan ekonomi China tercatat paling tinggi, yakni 8,7 persen.
Saat ini pertumbuhan ekonomi China sudah mencapai 11 persen. Selama 17 tahun terakhir, China merupakan negara penerima investasi asing langsung (FDI) terbesar di dunia.
Tahun 2009, jumlah FDI di China 96 miliar dollar AS. FDI dimaksimalkan pemanfaatannya untuk menopang strategi pengembangan masing-masing wilayah provinsi/daerah khusus dengan penekanan pada produksi dan ekspor, dimulai dari pesisir pantai timur, dan secara bertahap menjangkau wilayah tengah dan barat yang secara ekonomi masih tertinggal.
Kunci keberhasilan pembangunan ekonomi China paling tidak karena tiga aspek. Pertama, visi dan perencanaan pembangunan jangka panjang yang solid melalui program Rencana Pembangunan Lima Tahun yang berkesinambungan.
Kedua, strategi pengembangan pengetahuan dasar. Ketiga, kemajuan ekonomi China antara lain karena ditopang birokrasi yang kuat dan efektif yang dimotori Partai Komunis China (PKC).
Selain itu, produktivitas sumber daya manusia di China sangat tinggi yang berakar pada nilai-nilai utama bangsa China yang menekankan pada ketekunan, kerajinan, hemat, inovatif, disiplin yang tinggi, serta peran warga negara asing keturunan China (huakio). Hal itu semua menjadi faktor pendukung yang sangat positif majunya pembangunan China.
”Tiga kunci pembangunan itu bisa dimiliki dan diterapkan setiap negara tanpa membedakan sistem politik dan pemerintahannya,” kata Wang Huisheng, Chairman of State Development and Investment Corporation, lembaga yang mengelola perusahaan BUMN di China.
Sistem politik dan Pemerintah China lebih mengedepankan state capitalism ketimbang market capitalism yang dilandasi secara kuat oleh semangat pragmatisme dalam mewujudkan tujuan pembangunannya.
Sedangkan negara atau pemerintah serta PKC sangat dominan dalam pengembangan, pengalokasian, serta pengelolaan sumber-sumber alam dan keuangan dalam kegiatan perekonomian nasional ataupun internasional. BUMN China merupakan tulang punggung berbagai aktivitas ekonomi tersebut.
Di Indonesia, sistem ekonomi yang dianut adalah sistem ekonomi Pancasila, tetapi praktik riil aktivitas ekonomi lebih liberal dibandingkan China karena di Indonesia pasar bebas dibiarkan bergerak secara liar.
Di China, produk komoditas utama tetap diproteksi negara meskipun ada tuntutan agar patuh pada ketentuan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Hal yang sama juga dilakukan beberapa negara besar lainnya, seperti di antaranya Jepang.
China terapkan Repelita
Sejak tahun 1953-1957, China telah merumuskan strategi pembangunan lima tahunan. Pola pembangunan seperti itu pernah diterapkan Indonesia ketika pemerintah dikendalikan rezim Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto.
Di China, strategi pembangunan selalu dibahas, dievaluasi, dan diperkokoh setiap tahun dalam Kongres Nasional Partai Komunis dengan memerhatikan dinamika dan tantangan perkembangan domestik dan dunia.
Tahun 2010, merupakan akhir dari pelaksanaan Repelita ke-11 China. Repelita itu dijalankan dengan tetap bertumpu dan diarahkan pada pencapaian visi dan tujuan pembangunan tahun 2050 di mana China sudah harus menjadi negara maju.
Perencanaan pembangunan nasional China tak bisa dilepaskan dari peran Komisi Nasional Pembangunan dan Reformasi (National Development and Reform Commission/NDRC).
NDRC adalah lembaga superministry yang diberi kewenangan menjabarkan visi, misi, dan kebijakan PKC ke dalam perencanaan pembangunan nasional sekaligus memberikan petunjuk/arah bagi berbagai program dan strategi pembangunan ekonomi China, baik jangka pendek, menengah, maupun panjang.
Perencanaan dan program kementerian-kementerian lain serta pemerintah daerah harus mengacu pada perencanaan NDRC tersebut.
Hal tersebut juga ditopang kebijakan penempatan para pejabat PKC (komisaris) di beberapa jenjang manajemen, baik di lingkungan pemerintah pusat maupun daerah, BUMN, ataupun universitas pemerintah. Hal itu dilakukan untuk menjamin dan mengawasi visi dan program pembangunan nasional agar tidak menyimpang dari garis grand strategy nasional.
Pola tersebut agak mirip dengan yang dilakukan Soeharto saat berkuasa selama 32 tahun. Ketika itu, jaringan dan hubungan tiga jalur antara ABRI, birokrasi, dan Golkar (ABG) sangat kuat sehingga pelaksanaan pembangunan yang tecermin dalam Repelita bisa dikontrol.
Waktu itu banyak di antara petinggi ABRI yang ditempatkan sebagai inspektur jenderal atau komisaris di sejumlah departemen dan BUMN.
Upaya KEN yang jauh-jauh datang ke China dalam rangka penyusunan masterplan ekonomi Indonesia akan menjadi sia-sia jika tidak mendapat dukungan dari semua pemangku kepentingan di Indonesia.
Sekarang saatnya semua kalangan di pemerintah, para politisi di DPR, para pengusaha, serta para tokoh masyarakat bersatu padu mendorong percepatan pembangunan ekonomi di Indonesia. Kalau kita masih saling curiga, apalagi saling menjatuhkan, momentum pertumbuhan ekonomi akan lepas begitu saja.
Penulis: Tjahja Gunawan Diredja
21 Desember 2010

Saturday, December 18, 2010

Indonesia Kehilangan Potensi Bisnis "Broadband" Rp 40 Triliun

Indonesia diperkirakan kehilangan potensi sekitar Rp 40 triliun dalam lima tahun terakhir karena lambat menggelar jaringan internet pita lebar (broadband). Kerugian khususnya terlambatnya pembangunan jaringan serat optik ke rumah-rumah dan perkantoran bisnis.
"Setidaknya ada opportunity lost (potensi kerugian) sekitar Rp 40 triliun dari bisnisbroadband di Indonesia," kata Executive Chairman Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) Sumitro Roestam pada acara Indonesia Broadband Award 2010 di FX Plaza, Jakarta, Kamis (17/12/2010) kemarin.
Menurut Sumitro, jika akses broadband tersedia merata di Tanah Air, potensi bisnis dapat dihitung dari pertumbuhan ekonomi dikalikan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) nasional setiap tahunnya.
Sementara itu, GM Business Development Indosat Mega Media (IM2) Hermanudin mengatakan, infrastruktur broadband saat ini baru tergarap sekitar 30 persen. "Ini yang benar-benar sudah digunakan pelanggan," kata Hermanuddin.
Senada dengan itu, Group Head Product Development Mobile-8 Telecom Sukaca Purwokardjono menyatakan, potensi pertumbuhan layanan broadband sangat menjanjikan. Karena itu, sangat disayangkan jika pemerintah belum sepenuhnya memberi perhatian pembangunan broadband tidak mendapat perhatian khusus dari pemerintah.
"Kami tidak bisa sendirian, perlu dukungan penuh dari pemerintah. Industri membutuhkan kemitraan pemerintah," katanya. Menurut catatan, Mobile-8 dan Smart Telecom memiliki 350.000 pelanggan broadband dengan nilai pendapatan rata-rata per pelanggan (ARPU) sebesar Rp 80.000 per bulan.
Pada acara yang diselenggarakan Majalah Broadband tersebut juga diberikan "Broadband Award 2010" kepada sejumlah perusahaan. Operator telekomunikasi PT Telkomsel meraih penghargaan kategori "Best Broadband Network Serives" dan "Best BlackBerry Service", Indosat meraih "Best CSR Program Operator of The Year", IM2 meraih "Best Product Broadband Services", SmartFren meraih "Best CDMA Broadband Operator", dan SpeedUp meraih "Best USB Modem Broadband Services". Sementara "Best People Achievement Broadband" diberikan kepada Dirut Telkomsel Sarwoto Atmosutarno, Dirut Smart Sutikno Wijaya, dan Dirut IM2 Indar Atmanto.
17 Desember 2010

Monday, December 13, 2010

Updated Statement about WikiLeaks from PayPal General Counsel, John Muller

Media reports today regarding a statement made by our vice president of platform, mobile and new ventures, Osama Bedier, at the LeWeb conference in Paris, have created confusion about PayPal’s decision to permanently restrict the account that was raising funds for WikiLeaks. We want to set the record straight.

As a global payment service that moves billions of our customers’ funds across borders and across jurisdictions, we are required to comply with laws around the world. Compliance with these laws is something we take very seriously. PayPal’s Acceptable Use Policy states that we do not allow any organization to use our service if it encourages, promotes, facilitates or instructs others to engage in illegal activity. This policy is part of an agreement we’ve made with our account holders and with the companies that allow us to process global payments. It’s also an important part of our commitment to protect our customers and to ensure our business can continue operating around the world.

In 2008 and 2009, PayPal reviewed and restricted the account associated with WikiLeaks for reasons unrelated to our Acceptable Use Policy. As soon as proper information was received from the account holder, the restrictions were lifted.

The account was again reviewed last week after the U.S. Department of State publicized a letter to WikiLeaks on November 27, stating that WikiLeaks may be in possession of documents that were provided in violation of U.S. law. PayPal was not contacted by any government organization in the U.S. or abroad. We restricted the account based on our Acceptable Use Policy review. Ultimately, our difficult decision was based on a belief that the WikiLeaks website was encouraging sources to release classified material, which is likely a violation of law by the source.

While the account will remain restricted, PayPal will release all remaining funds in the account to the foundation that was raising funds for WikiLeaks.

We understand that PayPal’s decision has become part of a broader story involving political, legal and free speech debates surrounding WikiLeaks’ activities. None of these concerns factored into our decision. Our only consideration was whether or not the account associated with WikiLeaks violated our Acceptable Use Policy and regulations required of us as a global payment company. Our actions in this matter are consistent with any account found to be in violation of our policies.

08 Desember 2010
Source:https://www.thepaypalblog.com/2010/12/updated-statement-about-wikileaks-from-paypal-general-counsel-john-muller/

Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Marke

  | Carbon Policy Lab Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Market Indonesi...