Monday, September 28, 2009

Ketagihan Internet Picu Obesitas

Jakarta, Jika Anda berniat menguruskan badan, jangan hanya mengurangi porsi makan di piring saja. Ssebaiknya kurangi juga waktu Anda di depan internet. Sebuah studi di Australia menyebutkan bahwa mereka yang banyak menghabiskan waktunya dengan internet berisiko terkena obesitas.

Dalam Journal of Medical Internet, peneliti melakukan survei terhadap 2.650 orang dewasa di Australia tentang aktivitas fisik, internet, main game komputer, membaca, menonton dan kegiatan lainnya yang dilakukan selama responden berada dalam waktu luang untuk mengetahui hubungannya dengan penyakit obesitas.

Peneliti pun mencoba fokus dan membandingkan 2 aktivitas utama, yaitu internet dan aktivitas fisik (olahraga, jalan kaki). Kedua aktivitas itu terbagi dalam kategori tidk pernah, jarang (kurang dari 3 jam tiap minggu) dan tinggi (lebih dari 3 jam tiap minggu).

Hasil survei pun menunjukkan bahwa mereka yang sering menggunakan internet dan komputer ternyata 1,5 hingga 2 kali lebih gemuk dibanding mereka yang tidak pernah berhadapan dengan komputer.

Mereka yang sering berurusan dengan internet juga dilaporkan lebih jarang melakukan aktivitas fisik. Bahkan mereka yang sering menggunakan internet tapi melakukan aktivitas fisik pun masih tetap lebih gemuk dibanding mereka yang tidak menggunakan internet sama sekali.

"Sebenarnya internet yang menyebabkan kelebihan berat badan atau kebanyakan orang gemuk lebih sering menggunakan internet? Yang pasti, studi ini menunjukkan bahwa internet dan komputer menjadi salah satu penyebab obesitas," ujar Corneel Vandelanotte, Ph.D., peneliti dari Institute for Health and Social Science Research at Central Queensland University seperti dikutip dari Health, Senin (28/9/2009).

Mereka yang lebih sering berhadapan dengan internet dan aplikasi lainnya di komputer cenderung malas bergerak dan lebih suka melakukan aktivitas tetap seperti membaca, menonton dan lainnya. Itulah yang menyebabkan obesitas, karena kalori yang masuk ke dalam tubuh tidak dikeluarkan terbakar dengan hanya diam di tempat. "Membaca, nonton TV dan main game tidak akan membakar kalori," ujar Corneel.

Untuk mencegah para pengguna internet dan komputer menjadi obesitas, sebaiknya masukkan olahraga atau aktivitas fisik lainnya ke dalam jadwal rutin setiap hari. Coba berikan batasan waktu untuk aktivitas di depan komputer atau aktivitas tetap lainnya dan seimbangkan dengan aktivitas fisik.

Semakin sedikit waktu Anda depan komputer atau internet dan semakin banyak waktu untuk beraktivitas fisik, Anda pun akan semakin sehat. The American College of Sports Medicine pun menyarankan mereka yang ingin kurus dan tetap sehat untuk melakukan olahraga 150 hingga 250 menit tiap minggunya.

28 September 2009
Source: http://health.detik.com/read/2009/09/28/163057/1210485/766/ketagihan-internet-picu-obesitas

"Green Tariff" Dukung Rencana Produksi Sel Surya

Jakarta, Kompas - Rencana pemerintah mendukung produksi sel surya dalam negeri tidak diimbangi keseriusan mempersiapkan kebijakan yang merangsang minat industri. Penerapan green tariff atau tarif khusus pembelian listrik sel surya dari skala rumah tangga menjadi salah satu regulasi yang diusulkan.

”Penerapan green tariff itu dilakukan dengan cara memasang dua meteran. Secara teknis, hal ini bukan masalah. Akan tetapi, untuk mencetuskan kebijakan seperti itu dibutuhkan keseriusan pemerintah jika ingin benar- benar mewujudkan produksi sel surya dalam negeri,” kata Abdul Kholik, selaku pendiri Asosiasi Perusahaan Energi Terbarukan Indonesia (Asperti), Minggu (27/9) di Jakarta.

Sebelumnya, Direktur Pusat Teknologi Konversi dan Konservasi Energi pada Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Arya Rezavidi menyampaikan, pemerintah saat ini kembali menunjukkan keseriusannya untuk merintis industri sel surya dalam negeri. Salah satu badan usaha milik negara (BUMN) akan ditunjuk untuk merealisasikan target produksi awal sel surya, dengan kapasitas 50 megawattpeak (MWp) per tahun.

Menurut Kholik, pemerintah sebenarnya telah berulang kali menyatakan keinginan untuk memiliki industri sel surya dalam negeri. Akan tetapi, hingga saat ini belum ada kebijakan pemerintah yang berpihak pada sektor industri dan masyarakat sebagai konsumen.

Kebijakan green tariff, menurut Kholik, mengacu negara lain yang menerapkan pembelian listrik lebih mahal daripada tarif listrik PLN jika masyarakat berhasil memproduksi listrik dengan sel surya. Caranya, masyarakat didorong untuk memasang sel surya untuk memenuhi kebutuhan listrik pada siang hari.

Jika terdapat sisa produksi listrik dari sel surya, sisa tersebut dapat dimasukkan ke dalam jaringan utama atau PLN. Melalui meteran, listrik yang keluar atau masuk ke jaringan PLN itu dicatat untuk dikonversikan dengan nilai rupiah.

”Keuntungan menerapkan kebijakan ini adalah pemerintah atau PLN tidak perlu lagi menanamkan investasi membuat pembangkit listrik baru sebagai upaya memenuhi lonjakan kebutuhan listrik pada masa-masa mendatang,” kata Kholik.

Selain itu, menurut Kholik, target produksi awal dengan kapasitas 50 MWp per tahun, industri sel surya harus memiliki jaminan penggunanya. Saat ini kapasitas terpasang sel surya masih sangat rendah, 10 MWp.

Penyerapan pasar sel surya per tahun saat ini masih sangat jauh dari target awal produksi yang diharapkan pemerintah. (NAW)

Senin, 28 September 2009 | 04:35 WIB
Source: http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/09/28/04353447/green.tariff.dukung.rencana.produksi.sel.surya

Indonesia Terus Kampanyekan Laut

Manado, Kompas - Sekretaris Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Indroyono Susilo mengatakan, Manado Ocean Declaration yang sebagian berisikan peranan laut dalam perubahan iklim dunia menjadi acuan penting Indonesia dalam membicarakan masalah kelautan secara global.

Sejauh ini gencarnya upaya mengampanyekan agar laut menjadi sektor penting dari pembicaraan perubahan iklim sudah dapat diterima banyak negara.

Berbicara kepada pers di Manado, Sulawesi Utara, Jumat (25/9), Indroyono Susilo, menguraikan, dari 199 paragraf draf kerangka kerja PBB untuk perubahan iklim yang akan dibahas dalam pertemuan PBB mengenai Perubahan Iklim (UNCCC), 7-18 Desember 2009 di Kopenhagen, Denmark, 18 paragraf di antaranya membicarakan sektor kelautan.

Progresif

Masuknya agenda kelautan dalam agenda UNFCCC merupakan langkah maju dan cukup progresif karena sebelumnya sektor laut tidak pernah dibicarakan dalam forum besar PBB.

”Sebelumnya ada 20 paragraf, tetapi dikurangi. Hal itu tidak masalah sebab sebelumnya laut tidak pernah diperhatikan orang, apalagi oleh negara-negara besar,” katanya.

Indonesia sendiri telah memanfaatkan sejumlah forum internasional untuk berkampanye soal laut. Langkah Indonesia tersebut juga didukung oleh negara-negara pulau kecil yang mendesak negara-negara di luar mereka untuk sepakat mengurangi emisi.

Ia menjelaskan, Aliansi Negara-negara Pulau Kecil (AOSIS) yang beranggotakan 42 negara itu rentan menghadapi bencana berupa banjir dan badai besar sebagai akibat dari perubahan iklim, yang terpicu pemanasan global yang sekarang berlangsung.

Menurut Indroyono, AOSIS meminta semua negara harus sepakat menahan agar kenaikan temperatur atmosfer bumi hanya sekitar 1,5 derajat celsius dari temperatur masa praindustri, sekitar dua abad lalu.

Saat ini rata-rata suhu bumi telah meningkat sekitar 0,8 derajat celsius dari zaman praindustri. (zal)

Senin, 28 September 2009 | 03:42 WIB
Source: http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/09/28/03424244/indonesia.terus.kampanyekan.laut

Citra Satelit Penurunan Tanah Jakarta

Tahun 2006 Japan Aerospace Exploration Agency atau JAXA kembali meluncurkan satelit baru, The Advanced Land Observing Satellite. Satelit ini mampu memantau permukaan bumi secara tiga dimensi.

Satelit The Advanced Land Observing Satellite (ALOS) ini menggantikan tugas satelit Jepang, Japan Earth Resource Satellite 1 (JERS-1), yang berakhir tahun 1998, setelah bertugas enam tahun.

Satelit ini terdiri dari dua sensor optik, yaitu AVNIR-2 (the advanced visible and near infrared radiometer type 2), PRISM (panchromatic remote sensing instrument for streo mapping) dan satu sensor synthetic aperture radar PALSAR (a phased array type L-band shyntetic aperture radar).

Satelit ALOS beredar mengitari bumi pada ketinggian 691.5 kilometer. Satelit ini mengamati daerah yang sama dalam selang waktu 46 hari.

ALOS-PALSAR bekerja pada panjang gelombang 23,6 sentimeter (cm) dengan pita frekuensi (bandwith) 28 Mhz. Satelit ini mampu memberi koherensi lebih baik untuk daerah hutan atau daerah dengan banyak pepohonan. Salah satu kegunaan satelit ALOS-PALSAR adalah untuk mengamati pergeseran muka tanah, baik horizontal maupun vertikal, dengan jangkauan daerah sangat luas (100 x 100 km). Satelit ini dapat memberi informasi mitigasi bencana akibat penurunan tanah. Metode pengukuran perubahan muka tanah ini disebut Interferometric Synthetic Aperture Radar (InSAR).

Pada prinsipnya, metode ini menggunakan pasangan data satelit yang mengambil data tidak bersamaan waktunya dan mengamati perbedaan fase gelombang pada selang waktu itu. Dengan menghitung perbedaan fase ini dapat ditentukan pergeseran muka tanah.

Hasil ALOS-PALSAR

Hasil pengolahan data ALOS-PALSAR di pusat remote sensing Jepang (RESTEC) menunjukkan penurunan tanah di Jakarta dan sekitarnya sekitar 2 hingga 24 cm, tahun 2007-2008. Di Jakarta bagian utara, pada gambar 1, ada sekitar tiga titik pengamatan mengalami penurunan tanah maksimum 12-24 cm. Tanjung Priok terjadi penurunan tanah sekitar 8 cm dan di daerah Jakarta pusat 4 hingga 6 cm selama pengamatan.

Apabila ditelaah, untuk daerah Jakarta dan sekitarnya dapat dianalisa bahwa faktor utama penyebab penurunan tanah ada dua macam, yaitu pertama akibat pengambilan air bawah tanah (groundwater).

Menurut harian Kompas, Jumat 27 Februari 2009, saat ini 53 persen konsumen air di Jakarta menggunakan air tanah dan 47 persen menggunakan air PAM. Pengambilan air bawah tanah dilakukan terus-menerus untuk kebutuhan rumah tangga, apartemen, mal, perhotelan, dan aktivitas-aktivitas industri.

Penggunaan air tanah secara berlebihan dan berlangsung terus-menerus berdampak menurunkan permukaan tanah— apabila level air bawah tanah menurun drastis, tekanan pada lapisan aquitards (lapisan jenuh air yang mempunyai kelulusan air sangat kecil) di dalam tanah bertambah besar.

Akibat peningkatan tekanan pada lapisan ini, terjadilah proses pemadatan tanah di sekitar lapisan ini dan tanah menjadi turun secara permanen. Meski- pun terjadi hujan, lapisan ini tidak akan dapat diisi lagi oleh air karena lapisan tanah atau batuannya menjadi sangat-sangat sempit setelah terjadi pemadatan. Air tak mungkin melewatinya. Akibatnya, air hujan akan menjadi air permukaan yang memunculkan genangan dan apabila dalam jumlah besar mengakibatkan banjir.

Faktor kedua adalah perubahan penggunaan lahan (landuse), lahan yang semula berupa pertanian, taman atau lahan kosong berubah menjadi bangunan besar, permukiman, dan perindustrian sebagai akibat pertambahan penduduk. Ini menyebabkan area infiltrasi air hujan berkurang sehingga debit air tanah yang diambil tidak seimbang dengan debit infiltrasi hujan ke dalam tanah.

Fenomena penurunan tanah dapat mengakibatkan timbulnya masalah baru, seperti masalah lingkungan dan kerusakan pada fondasi bangunan dan infrastruktur lain, seperti jalan, jembatan, dan perkantoran.

Untuk mencegah masalah akibat penurunan tanah di Jakarta ada beberapa hal yang perlu dilakukan, yaitu (1) Pemantapan kembali regulasi pengambilan air tanah dan regulasi alih fungsi lahan untuk pendirian bangunan-bangunan yang tingkat pembebanannya relatif tinggi. (2) Untuk pelestarian daerah yang telah turun permukaannya perlu injeksi gas-gas buangan, seperti CO ke dalam perut bumi. (3) Karena air merupakan kebutuhan pokok, dan Jakarta merupakan salah kota yang tingkat kepadatan penduduknya termasuk tinggi, diperlukan peningkatan jumlah sumur resapan untuk konservasi air tanah. (4) Pembuatan kawasan hutan-hutan kecil berbentuk taman bermain dengan relief agak tinggi di beberapa titik, bermanfaat untuk menampung air hujan dan bisa digunakan sebagai cadangan air bawah tanah di Jakarta.

Meski demikian, hanya pemerintahan yang baik dan bersih serta memiliki tanggung jawablah yang dapat menghindarkan risiko ancaman penurunan tanah di Jakarta.

Senin, 28 September 2009 | 03:41 WIB

Penulis: ASHAR MUDA LUBIS - Mahasiswa Program DoktorChiba University JapanGeophysics Laboratory Graduate School of Science Chiba University

Source:http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/09/28/03412272/citra.satelit.penurunan.tanah.jakarta

Satu Kuartal Produsen BlackBerry Jual 8,3 Miliar Perangkat

Jakarta - Seiring kesuksesan BlackBerry, Research in Motion (RIM) mengeruk keuntungan miliaran dolar pada kuartal kedua tahun fiskal 2010. Bagaimana tidak? Selama kuartal ini, perusahaan asal Kanada itu telah memasarkan sekitar 8,3 miliar perangkat!

Memang, RIM tak menjabarkan dengan pasti jenis perangkat atau ponsel pintar apa saja yang paling banyak mereka distribusikan ke berbagai belahan dunia tersebut.

Namun yang pasti, dengan gelontoran produknya itu, produsen ponsel yang fenomenal berkat BlackBerry ini berhasil menangguk pendapatan sebesar US$ 3,53 miliar untuk kuartal II tahun fiskal 2010, atau naik 3% dari angka US$ 3,42 miliar dari kuartal sebelumnya.

Sejumlah 3,8 miliar pelanggan baru servis BlackBerry tercatat juga berhasil digaet pada kuartal ini. Di akhir kuartal, jumlah pelanggan layanan BlackBerry mencapai angka 32 miliar.

"RIM menapak kuartal kedua di fiskal tahun ini dan musim liburan dengan portofolio produk yang impresif, dan siap melanjutkan momentum bisnis serta dukungan pemasaran yang kuat dari partner kami di seluruh dunia," umbar Jim Balsillie, Co-CEO Research In Motion dikutip detikINET dari keterangan resmi perusahaan, Senin (28/9/2009).

Smartphone dan layanan BlackBerry sendiri saat ini sudah tersedia di 500 operator seluler dan partner distribusi di lebih dari 170 negara. ( ash / faw )

Senin, 28 September 2009
Source: http://www.detikinet.com/read/2009/09/28/163521/1210474/328/produsen-blackberry-jual-83-miliar-perangkat

Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Marke

  | Carbon Policy Lab Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Market Indonesi...