Saturday, October 3, 2009

Ratusan Stasiun TV Lokal di Jabar Antre Dapat Izin

Ratusan stasiun televisi lokal baru di Jawa Barat menunggu Izin Penyelenggaraan Penyiaran. Tingginya gairah mendirikan televisi lokal ini tidak terlepas dari rencana bakal direalisasikannya sistem penyiaran berjaringan.

Berdasarkan data Bidang Infrastruktur Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jabar, terdapat 129 stasiun televisi lokal yang mengajukan Izin Penyelenggaraan Penyiaran kepada KPI dan pemerintah. Dari jumlah ini, hanya 47 yang dinyatakan memenuhi syarat kelayakan dari KPI dan menunggu proses perizinan lanjutan.

Menurut komisioner Bidang Infrastruktur KPID Jabar, Z Al Faqih, Jabar mencatatkan diri sebagai provinsi dengan pengajuan izin lembaga penyiaran terbanyak di Indonesia.

”Secara ekonomi, wilayah Jawa Barat cukup maju. Orang pun tertantang mendirikan radio dan televisi untuk mendapat keuntungan,” katanya Minggu (27/9).

Di Bandung, ibu kota Provinsi Jabar, sebagai contoh, akan ada tambahan setidaknya 7 stasiun televisi lokal. Ini akan semakin melengkapi daftar pilihan masyarakat mengingat sebelumnya sudah ada 6 stasiun televisi lokal yang lebih dulu muncul di sana.

Tingginya minat mendirikan stasiun televisi lokal ini, diakui Faqih, tidak terlepas dari rencana akan segera diterapkannya sistem penyiaran berjaringan. ”Peraturan Menteri No 32/2007 menyebutkan, pelaksanaan penyiaran berjaringan ini pada 2009. Ini tak bisa ditunda lagi,” tuturnya.

Demi kepastian hukum, lanjutnya, sistem penyiaran berjaringan harus segera dilaksanakan. Ini sesuai dengan semangat UU No 32/2002 tentang Penyiaran yang menekankan keragaman kepemilikan dan isi.

”Dengan berjaringan, akan terjadi pembagian investasi dan sumber daya. Isi lokal pun akan diberi ruang. Yang terjadi selama ini, kebutuhan masyarakat dan keragaman kan masih sulit diakomodasi stasiun televisi nasional,” tuturnya. Sistem televisi berjaringan mensyaratkan setiap televisi nasional melakukan kerja sama dengan televisi lokal dalam melakukan relay siaran.

Menurut pengajar Ilmu Komunikasi Universitas Islam Bandung, Atie Rachmiatie, masyarakat daerah bisa menaruh harapan banyak kepada televisi lokal untuk mendapatkan hiburan dan informasi yang mendidik.

Ini tidak terlepas dari masih buruknya kualitas siaran mayoritas televisi swasta nasional saat ini. ”Isi siaran televisi di Jakarta hanya menghabiskan emosi, tetapi tidak ada nilai pendidikannya,” tuturnya. Tahun ini, misalnya, setidaknya muncul 61 pengaduan dari masyarakat tentang isi siaran yang semua terkait televisi swasta nasional. (JON)

Friday, October 2, 2009

Terumbu Karang di Ambang Kehancuran

Keadaan terumbu karang di dunia termasuk Indonesia terus memburuk karena temperatur yang makin menghangat. Kondisi tersebut mendorong terjadinya pemutihan (bleaching) secara massal dan pengasaman (acidification) di masa datang sehingga akan mengancam pemulihan dan pertumbuhan ke depan. Demikian siaran pers sejumlah LSM pegiat lingkungan di Jakarta, Kamis (1/10).

Siaran pers tersebut mengutip keterangan ilmuwan yang mengeluarkan peringatan keras tentang masa depan terumbu karang di tengah lambannya proses negosiasi perubahan iklim. Ketika negosiasi perubahan iklim berjalan sangat pelan dan banyak negara masih terkungkung dengan berbagai perbedaan politik, informasi ilmiah terakhir menunjukkan keadaan yang mendesak, demikian siaran pers tersebut.

Sebuah makalah yang terbit pekan ini menyoroti keadaan terumbu karang dunia yang sedang berada di ujung tombak. Karya ilmiah para ahli terumbu karang dan iklim ini menegaskan kembali temuan dari pertemuan bulan Juli yang diadakan oleh The Royal Society (pemegang otoritas keilmuan terkemuka di Inggris).

"Kesimpulan mereka sangat mengejutkan. Dari sudut pandang ekosistem yang menakjubkan ini, perubahan iklim sudah berlangsung terlalu jauh," kata Dr Charlie Veron, ahli terumbu karang terkemuka seperti dikutip dari siaran pers itu.

Pemutihan adalah ancaman yang semakin besar terhadap terumbu karang, ketika tahun 1997/1998 satu kejadian tunggal mampu memusnahkan sekitar 16 persen terumbu karang dunia dalam sekejap. Kejadian ini diikuti dengan penumbuhan kembali karang-karang baru. Namun pemutihan yang terjadi sekarang, yang disebabkan oleh panas, terjadi terlalu sering menyebabkan karang yang belum pulih sepenuhnya dihantam kembali.

Konsentrasi CO2 sebesar 350 ppm di atmosfir adalah ambang batas bagi terumbu karang, kata Veron. Di luar itu, pemanasan yang merusak terjadi terlalu sering dan ekosistem mulai menurun. Sekarang berada di batas tingkat 387ppm dan terumbu karang mulai hancur.

Sementara itu, Dr Mark Spalding, ilmuwan laut senior di The Nature Conservancy (TNC) mengatakan, bukan hanya terumbu karang yang mulai mati, tapi justru sesuatu yang mereka bawa.

Terumbu karang adalah ekosistem yang sangat sensitif. Selama bertahun-tahun banyak yang telah dilemahkan oleh aktivitas manusia seperti pengambilan ikan yang berlebihan dan pencemaran pesisir, dan ini membuat tumbuhan laut itu amat rawan perusakan,kata Alex Rogers dari International Programme on the State of the Ocean.

"Pemutihan terumbu karang, reaksi dari temperatur musim panas yang terlalu tinggi, telah menambah masalah yang ada dan telah merusak banyak terumbu karang. Tapi bukan hanya itu.
Ancaman dari pengasaman karena laut menyerap CO2, dengan bukti-bukti bahwa pertumbuhan karang telah melambat karena perubahan kimiawi di laut," katanya.

Sebagai salah satu pengawasan dampak berbahaya dari perubahan iklim, hal mendesak masyarakat global dapat menyelesaikan perbedaan mereka dan menyetujui sebuah kerangka kerja yang kuat untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dunia, demikian siaran pers tersebut.

Kamis, 1 Oktober 2009 | 17:43 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com -http://sains.kompas.com/read/xml/2009/10/01/17430825/terumbu.karang.di.ambang.kehancuran

Protokol Copenhagen Punya Harapan Lebih Baik

Langkah berbagai negara untuk menyusun kesepakatan yang baru mengenai perubahan iklim mulai mendapat harapan yang lebih baik. Amerika Serikat menyatakan mau turut mengurangi emisi gas rumah kaca yang mereka hasilkan.

"Harapan bagi Protokol Copenhagen bakal lebih cerah daripada Protokol Kyoto. Jika negara adidaya itu mau turut berpartisipasi mengurangi pencemaran guna menahan laju perubahan iklim, negara-negara lain akan lebih mudah diajak untuk berperan serta," kata Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo, dalam pembukaan Governors Global Climate Change Summit di Los Angeles, Amerika Serikat, Rabu (30/9).

Governors Global Climate Change Summit adalah salah satu pertemuan pendahuluan tingkat pemerintah daerah dari seluruh negara sebelum menyusun kesepakatan lingkungan tingkat dunia di Copenhagen, Denmark, atau yang lebih dikenal sebagai Protokol Copenhagen, pada Desember 2009 mendatang. Protokol Copenhagen disusun guna menggantikan Protokol Kyoto yang tidak pernah ditandatangani Amerika Serikat.

Pada kesempatan yang sama, Administrator of The US Enviromental Protection Agency, Lisa P Jackson mengatakan, pemerintahan AS di bawah Presiden Barack Obama memberi perhatian besar pada pengembangan energi bersih yang rendah karbon. Saat ini sedang disusun undang-undang mengenai energi bersih untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.

"Tidak ada alasan lagi untuk menunda langkah guna menangani perubahan iklim . AS akan menentukan target untuk menurunkan emisi gas rumah kaca pada 2020," kata Lisa.

Dorongan bagi Presiden Barack Obama untuk turut berpartisipasi dalam penanganan perubahan iklim juga disuarakan oleh Gubernur Washington Chris Gregoire dan Gubernur California Arnold Schwarzenegger. Chris Gregoire mengatakan, semua gubernur sudah bertindak di wilayah mereka untuk me ngatasi perubahan iklim. Saat ini, perlu tindakan kongkret dari pemerintah nasional AS untuk mengatasi pemanasan global.

"Perlu kolaborasi global untuk mengatasi perubahan iklim karena dampaknya akan dan sudah dirasakan oleh warga di berbagai negara. Jika perlu, harus ada revolusi dan otot yang kuat untuk menurunkan emisi karbon. Pemerintah subnasional sudah bertindak, kini giliran pemerintah nasional bertindak," kata Arnold, yang merupakan mantan binaragawan dan aktor Hollywood.

Sementara itu, Fauzi Bowo menyuarakan mengenai pentingnya pelibatan pemerintah kota dan provinsi dalam penanganan perubahan iklim dalam Protokol Copenhagen. Pemerintah daerah dinilai memegang peranan kunci untuk menurunkan emisi gas rumah kaca di setiap wilayah.

Di sisi lain perlu ada transparansi teknologi dalam efisiensi energi dan pengurangan penggunaan bahan bakar karbon. Fauzi Bowo meminta agar negara maju tidak mengeksklusifkan teknologi semacam ini dan tidak menjualnya dengan harga terlalu mahal karena bakal menghambat negara berkembang untuk turut mengurangi emisi gas rumah kaca.

Fauzi Bowo juga meminta kemudahan prosedur dalam perdangangan karbon atau carbon trade. Carbon trade adalah insentif yang diberikan kelompok negara-negara maju pada negara berkembang yang beru saha menurunkan emisi gas karbon.

"Usaha Jakarta untuk mendapatkan insentif dari carbon trade banyak yang gagal hanya karena masalah prosedur, bukan substansi. Padahal, bus Transjakarta dan tempat pengolahan sampah terpadu Bantargebang sudah mampu mengurangi polusi karbondioksida dan gas metan, yang menjadi pemicu pemanasan global," kata Fauzi Bowo.

Kamis, 1 Oktober 2009 | 20:44 WIB

Laporan wartawan Kompas Caesar Alexey dari Los Angeles

LOS ANGELES, KOMPAS.com -  http://sains.kompas.com/read/xml/2009/10/01/20441161/protokol.copenhagen.punya.harapan.lebih.baik

Jangan Puas Sebatas Pengakuan Batik


Upaya Pelestarian Harus Serius

Upaya pelestarian batik jangan hanya puas sebatas pengakuan sebagai warisan budaya tak benda oleh UNESCO. Semua pihak harus terus berjuang agar batik bisa semakin berkontribusi positif secara multidimensi bagi masyarakat Indonesia. Ket.Foto: Membatik telah menjadi tradisi turun-temurun yang hingga kini masih banyak ditekuni oleh para ibu rumah tangga, sebagaimana yang ditemui di Dusun Giriloyo, Wukirsari, Imogiri, Bantul, DI Yogyakarta, Rabu (30/9). Setelah wayang dan keris, batik akhirnya mendapat pengakuan dari Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) sebagai warisan budaya milik Indonesia di dunia, yang akan ditetapkan besok, 2 Oktober 2009.

Demikian pendapat sejumlah kalangan mengenai rencana pengukuhan batik Indonesia dalam Daftar Representatif Budaya Tak Benda Warisan Manusia oleh Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) yang direncanakan pada Jumat (2/10) di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab.

Doddy Soepardi, dari Dewan Pembina Yayasan Batik Indonesia, dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu (30/9), optimistis bahwa setelah ditetapkan UNESCO, batik akan semakin berkembang.

Seandainya penetapan UNESCO sesuai rencana, batik menjadi warisan budaya Indonesia ketiga yang diakui dunia. Sebelumnya adalah wayang (2003) dan keris (2005) yang ditetapkan UNESCO sebagai karya agung budaya lisan dan tak benda warisan manusia.

Menteri Ad Interim Kebudayaan dan Pariwisata Mohammad Nuh mengatakan, dengan adanya pengukuhan dunia kepada batik Indonesia, tidak perlu lagi ada keraguan dari masyarakat soal kepemilikan batik.

Menurut Nuh, sekitar sejam setelah diumumkan secara resmi oleh UNESCO, rencananya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan mendeklarasikan pengukuhan batik tersebut.

Kurator Museum Batik Yogyakarta, Prayoga, mengatakan, penetapan UNESCO perlu disertai dengan pelestarian seni batik, terutama teknik membatik, regenerasi, dan memerhatikan kehidupan para pembatiknya. Selama ini kepedulian kepada batik baru sebatas pada pemakaian busana bermotif mirip batik.

Padahal sebagian besar pakaian tersebut justru tidak dibuat melalui proses batik. ”Pakaian bermotif batik itu sebagian besar adalah hasil printing atau sablon, bukan batik,” ujar Prayoga.

Ketua Harian Yayasan Batik Jawa Barat Komarudin Kudiya di Bandung mengatakan, dengan adanya pengakuan UNESCO, kebesaran batik kembali terangkat. ”Ini adalah saat yang tepat untuk kembali mencintai dan melindungi karya batik Indonesia,” kata Komarudin.

Komarudin menyatakan sangat bangga dengan pengakuan UNESCO. Ini menandakan, Indonesia adalah bangsa yang menghargai seni dan budayanya sendiri. Namun, ia mengharapkan semua pihak tidak berpuas diri. Dikatakan, pekerjaan rumah untuk melindungi dan melestarikan batik masih terbentang panjang. (ELN/IRE/ARA/CHE)

Kamis, 1 Oktober 2009 | 03:51 WIB

Jakarta, Kompas -  http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/10/01/03511526/jangan.puas.sebatas.pengakuan.batik

Industri Kreatif dan Kaum Muda

Praktik industri kreatif mengalami eskalasi pascakrisis ekonomi yang terjadi pada 1997. Salah satu titik yang banyak memunculkan usaha jenis ini adalah Kota Bandung. Sebagai suatu hukum, kondisi sosial-ekonomi di Kota Bandung saat itu telah merangsang masyarakat, khususnya kaum muda yang memang memiliki sejarah panjang dalam persoalan kreativitas, untuk menemukan ide-ide solutif guna mengakhiri kebuntuan kondisi yang tengah mereka hadapi.

Sebagai hasil, dari tangan cekatan kaum muda lahir dan berkembanglah unit-unit usaha di bidang fashion (distribution outlet/distro, clothing), musik (independent recording lable/indie lable) dan usaha lain yang digerakkan kreativitas kaum muda. Di samping dua bidang tersebut, sektor lain yang dikategorikan industri kreatif adalah arsitektur, periklanan, barang seni (lukisan, patung), kerajinan, desain, permainan interaktif, seni pertunjukan, penerbitan-percetakan, layanan komputer dan peranti lunak, radio dan televisi, riset dan pengembangan, serta film-video-fotografi.

Kelompok ini membangun industri kreatifnya tidak semata mempertimbangkan aspek peluang bisnis ataupun keuntungan, tetapi juga nilai kolektivitas, propaganda, serta perlawanan dan perjuangan. Realitas sosial yang sarat dengan permasalahan telah memantik mereka untuk mempersatukan diri dan berjuang menciptakan tatanan masyarakat yang lebih baik menurut kacamata mereka.

Media perjuangan

Industri kreatif, terutama di bidang fashion, musik, dan penerbitan, dijadikan kelompok ini sebagai media perjuangan sekaligus pendukung perjuangan dari segi finansial. Atas dasar itulah, tak jarang kita menemukan kaus-kaus dengan gambar ataupun tulisan yang mempertanyakan setiap kejanggalan dalam realitas keseharian yang mereka hadapi.

Di Amerika Serikat, dalam sejarahnya hadir kelompok musik Rage Against the Machine (RATM) dengan lirik-lirik lagunya yang pedas mengkritik pemerintah. Bahkan, lebih dari itu, eksistensi mereka kerap dikaitkan dengan kelompok petani bersenjata yang memperjuangkan hak atas tanah di Meksiko, Zapatista.

Sementara di Jakarta kita mengenal komunitas punk Taring Padi dan Marjinal yang banyak memproduksi kaus-kaus satire serta lagu-lagu yang liriknya bermuatan nilai kemanusiaan dan perlawanan. Di bidang penerbitan dan toko buku, muncul kemudian label-label baru, seperti Resist Book dan Insist Press di Yogyakarta, Ultimus di Bandung, dan masih banyak yang lain.

Meskipun demikian, jumlah kelompok anak muda yang menjadikan industri kreatifnya sebagai metode perjuangan sangat terbatas. Sebagian besar memaknai industri kreatif tak lebih dari gerbang awal memasuki dunia bisnis. Dalam merintis kariernya, bukanlah hal yang tabu bagi kalangan mayoritas ini untuk mempraktikkan teori bisnis kapitalisme.

Hari ini arus utama industri kreatif telah masuk dalam labirin kapitalisme. Wacana industri kreatif telah diambil alih dan terus diproduksi oleh kapitalis untuk menggerakkan pemuda yang energik dan sarat kreativitas guna menjadi agen kaum pemodal supaya dominasi dan hegemoninya atas dunia tetap terkukuhkan.

Kini industri kreatif yang digerakkan pemuda sebagai jawaban atas ketiadaan lapangan kerja akibat kegagalan pemerintah yang prokapitalis dan berpotensi kuat menjadi media perjuangan dalam menuntut keadilan sosial telah didorong menjadi semacam cairan infus untuk memulihkan kondisi kapitalisme yang tengah sakit dilanda krisis global.

Krisis global

Krisis sejatinya merupakan "anak kandung" dari kapitalisme. Sepanjang sejarahnya, prinsip ekonomi yang tidak berkeadilan yang dibangun kapitalis telah sekian kali membawa umat manusia ke jurang krisis. Sebagai contoh adalah krisis global yang hari ini melanda dunia, yang konon disebut-sebut para ahli sebagai krisis terparah sejak krisis hebat yang terjadi tahun 1930.

Krisis kali ini berpusat langsung di jantung kapitalis dunia, yaitu Amerika Serikat. Yang menjadi lantaran adalah kredit macet di sektor perumahan kelas dua (subprime mortgage) yang diperparah oleh kekacauan pasar modal akibat spekulasi para pialang.

Hakikat dari krisis ini adalah terjadinya kelebihan produksi akibat radikalisasi industri dan meningkatnya kualitas pertentangan sesama kapitalis. Ketidakberdayaan pasar dalam menyerap komoditas kapitalis yang disebabkan oleh menurunnya daya beli masyarakat, yang juga lantaran pengisapan kapitalis, telah menciptakan kondisi di mana modal tidak bergulir menjadi keuntungan karena tertahan dalam bentuk barang.

Kedudukan AS sebagai pusat perputaran uang dunia kemudian secepat kilat menyebarluaskan krisis yang terjadi di dalam negerinya ke seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia. Baik di AS maupun di belahan bumi lain, unit-unit usaha terguncang dan sejumlah langkah antisipatif diambil guna menghindarkan mereka dari kebangkrutan.

Kondisi ini telah membuat rakyat di seluruh dunia semakin sengsara sehingga lebih sensitif dan bisa dengan sangat mudah mengekspresikan kesusahannya dengan jalan demonstrasi. Pemerintah dan kapitalislah yang banyak dipersalahkan dalam maraknya kasus pemutusan hubungan kerja, melambungnya harga kebutuhan pokok, dan lain-lain.

Menghadapi kondisi krisis, kaum muda yang identik dengan energi yang berlebih dan tingkat kelabilan yang lebih tinggi jelas merupakan ancaman terhadap kapitalis. Setelah serangan di sektor budaya dilakukan kapitalis sejak lama melalui media informasi, hari ini potensi perlawanan pemuda dalam usaha produksi kreatif telah diredam melalui propaganda industri kreatif ala kapitalis dan kemudian menjadikan pemuda sebagai agen untuk menjalankan roda ekonominya.

Dengan propaganda industri kreatif yang sarat dengan nilai kapitalisme, pemuda dijauhkan dari nilai perjuangan dan perlawanan dalam industri kreatifnya.

Yang menjadi pertanyaan kemudian adalah bagaimana nasib rakyat yang tertindas saat gerakan pemuda yang dalam sejarahnya selalu menjadi pemantik dan pendorong perubahan sosial hari ini justru terjebak dalam labirin yang dibangun musuh, bahkan lebih jauh menjadi tentara musuh?

Jika tidak ingin kondisi bangsa lebih buruk, pemuda harus berjuang mengeluarkan industri kreatifnya dari labirin musuh tersebut, lalu mendudukkannya kembali sebagai alat perjuangan dan perlawanan.

01 Oktober 2009

Penulis: ANDI NURRONI - Staf Departemen Pendidikan Unit Kegiatan Studi Kemasyarakatan UPI
Source:http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/10/01/10594428/.industri.kreatif.dan.kaum.muda

Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Marke

  | Carbon Policy Lab Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Market Indonesi...