Thursday, October 21, 2010

Bank Mandiri Terapkan Green Banking

PT Bank Mandiri Tbk tetap komit mendorong penyaluran kredit bagi pengembangan industri ramah lingkungan. Bekerja sama dengan lembaga keuangan Prancis Agence Francaise de Developpement Mechanism (AFD), bank nasional beraset paling gemuk itu kemarin mengadakan seminar bertema "Peluang Bisnis Ramah Lingkungan dan Carbon Credit".

Melalui seminar tersebut, Mandiri membuka mata debitornya mengenai pentingnya bisnis ramah lingkungan. Mereka berharap, para debitor dapat menangkap peluang bisnis dari pengembangan industri ramah lingkungan seperti transaksi perdagangan karbon (Clean Development Mechanism/CDM).

"Kita sudah siapkan kurikulum yang mencakup aspek ling-kungan serta potensi bisnisnya untuk mengembangkan pengetahuan pegawai perseroan dalam melakukan ekspansi kredit," jelas Direktur Corporate Banking Bank Mandiri Fransisca Nelwan Mok di Hotel Darma-wangsa, Jakarta, kemarin.

Hingga Juni 2010, penyaluran kredit Bank Mandiri ke sektor-sektor industri ramah lingkungan telah mencapai Rp 49,6 triliun. Jumlah tersebut terbagi atas Rp 35,4 triliun disalurkan ke sektor industri perkebunan, Rp 3,1 triliun untuk pembangunan pembangkit listrik. Rp 0,9 triliun untuk industri semen, Rp 2,7 triliun industri logam. Rp 3,9 triliun sektor transportasi dan Rp 3,6 triliun disalurkan ke industri kertas.

Dua debitor Mandiri yang telah mengembangkan industri ramah lingkungan di antaranya PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk yang menggunakan bahan baku alternatif dan pembangkit listrik biofuel, serta Sungai Budi Group dengan pemanfaatan limbah pabrik tepung tapioka.

Direktur Utama Bank Mandiri Zulkifli Zaini menuturkan, saat ini perusahaannya telah mendapatkan komitmen kerja sama dari AFD sebesar Rp 100 juta dolar AS, untuk pembiayaan proyek ramah lingkungan selama dua tahun ke depan.

"Ini baru tahap awal. Jika kita bisa memanfaatkan 100 juta dolar AS itu dalam dua tahun ini atau bahkan lebih cepat, AFD sudah memberikan sinyal untuk menambah dana tersebut," jelas Zulkifli.

Menurut Zulkifli, seminar itu merupakan salah satu sosialisasipihaknya terhadap nasabah-nasabah utama Bank Mandiri. Sekaligus memfasilitasi nasabah yang mungkin kesulitan dalam memahami proyek-proyek yang masuk dalam kriteria green banking (pembiayaan perbankan ke sektor ramah lingkungan).

"Nasabah kita pertemukan dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan AFD. Hal ini dimaksudkan agar mereka memperoleh informasi mengenai proyek apa saja/yang masuk dalam golongan green banking, serta benefit yang bisa mereka terima," imbuhnya.

Staf Ahli Kementerian Lingkungan Hidup Liana Bratasida menuturkan, pemerintah tidak bisa bekerja sendiri dalam mengurangi perubahan iklim global dan pengurangan emisi karbon. Oleh karenanya, diperlukanpartisipasi dari kalangan bisnis.

Menurut Liana, kalangan bisnis dan perbankan merupakan dua sektor yang bisa berpartisipasi bersama-sama pemerintah dalam upaya mengurangi emisi karbon. Pihaknya berharap seminar tersebut dapat menjembatani kepentingan dunia usaha dan negara industri maju, dengan komitmen pengurangan emisi karbon seperti kesepakatan dalam Protokol Kyoto (protokol yang .berisi komitmen negara-negara terkait untuk mengurangi emisi karbon dioksida dan lima gas rumah kaca lain).

"Melalui green banking, institusi perbankan sebagai salah satu sektor pembiayaan dapat menyalurkan kreditnya untuk mendorong tumbuhnya industri yang ramah lingkungan," tutup Fransisca. RAN

 20 Okt 2010
Source:http://www.bataviase.co.id/node/426229

Wednesday, October 20, 2010

Bikin NPL Naik, BI Khawatirkan Maraknya 'Gestun' Kartu Kredit

Bank Indonesia (BI) mulai khawatir praktek gesek tunai atau "Gestun" kartu kredit akan membebani Rasio Kredit Bermasalah (NPL) bank. Hingga Agustus 2010 NPL kartu kredit perbankan telah mencapai 8%.

"NPL yang mencapai 8% tersebut disinyalir akibat maraknya praktek gestun. Jika terus dibiarkan praktek tersebut maka bank akan semakin merugi," ujar Kepala Biro Pengembangan dan Kebijakan Sistem Pembayaran Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran BI Aribowo kepada detikFinance di Jakarta, Selasa malam (19/10/2010).

Ia menjelaskan, saat ini pemegang kartu kredit tercatat sebanyak 12,8 juta dan akan angkanya diperkirakan terus bertambah. BI menemukan banyak pemegang kartu kredit yang kini memanfaatkan praktek gestun itu.

"Dan belakangan dari jumlah tersebut banyak yang memanfaatkan transaksi gestun. Walau data belum secara lengkap, tetapi BI bersama asosiasi telah mengetahui hal tersebut," ungkapnya.

Aribowo mengungkapkan, data terakhir juga menyebutkan sampai Agustus 2010 total transaksi kartu kredit mencapai Rp 458 miliar dengan volume transaksi sebesar 562 ribu.

"Angka ini meningkat dibandingkan dengan bulan sebelumnya nilai transaksinya hanya sebesar Rp 448 miliar dan volumenya sebesar 550 ribu," jelas Aribowo.

Dengan terus meningkatnya transaksi kartu kredit, Aribowo mengatakan sudah seharusnya diwaspadai mengenai praktek gestun yang akan mengakibatkan lonjakan NPL.

"Maka dari itu, bank sentral bersama Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) terus memantau dan menindaklanjuti merchant yang melayani praktek tersebut," tukasnya.

Seperti diketahui, praktek gestun belakangan makin marak terjadi. Praktek ini dilakukan nasabah di merchant-merchant yang menyediakan fasilitas itu dengan penawaran bunga yang lebih rendah jika dibandingkan nasabah menarik dana dengan kartu kredit di ATM.

Bank Indonesia (BI) bekerjasama dengan Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) telah menutup 500 merchant karena melakukan praktek Gesek Tunai (Gestun) kartu kredit yang dilarang sesuai dengan ketentuan bank sentral.

20 Okt 2010
Source:http://www.detikfinance.com/read/2010/10/20/081525/1469578/5/bikin-npl-naik-bi-khawatirkan-maraknya-gestun-kartu-kredit?f9911013

Jual Beli Data Nasabah Kartu Kredit Marak, BI Minta Bank Perketat Outsourcing

Bank Indonesia (BI) kembali menemukan maraknya penyalahgunaan data nasabah kartu kredit. Data-data nasabah diperjualbelikan kepada sesama perusahaan outsourcing yang disewa bank penerbit kartu kredit.

"Banyak ditemukan data nasabah kartu kredit itu diperjualbelikan kepada sesama outsourcing. Outsourcing tersebut bekerja pada sebuah bank yang menerbitkan kartu kredit," ujar Kepala Biro Pengembangan dan Kebijakan Sistem Pembayaran Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran BI Aribowo kepada detikFinance di Jakarta, Selasa malam (19/10/2010).

Outsourcing sebuah bank tersebut, lanjut Aribowo menjual data para nasabah kepada outsourcing bank lain dan selanjutnya data tersebut akan digunakan untuk mengisi formulir aplikasi pengajuan kartu kredit si nasabah.

"Maka banyak keluhan dari masyarakat mengapa sering menerima telepon yang menawarkan kartu kredit ataupun surat yang datang kerumah dimana berisi aplikasi kartu kredit yang telah lengkap bahkan bersama kartu kreditnya," tuturnya.

Bagaimana bisa data nasabah itu jatuh ke tangan yang tak bertanggung jawab?


Aribowo mengungkapkan, hal itu biasanya terjadi ketika ada penawaran kartu kredit di sebuah pusat perbelanjaan. Para petugas outsourcing nakal itu biasanya mengiming-imingi nasabah dengan banyak hadiah namun diminta segera mengisi form aplikasi.

"Dan ternyata tidak lama si calon nasabah tersebut kebanjiran telepon yang menawarkan, bahkan memaksa. Itu kan sangat mengganggu," ungkapnya.

Padahal, lanjut Aribowo, hal tersebut dilarang sesuai dengan undang-undang kerahasiaan bank. Berdasarkan aturan itu, bank dilarang untuk membuka apalagi memberikan data nasabahnya ke pihak lain.

"BI akan terus melakukan sosialisasi kepada pihak bank agar menjaga ketat seluruh dengan seluruh outsourcing telah bekerjasama dengan bank tersebut," kata Aribowo.

Pada bagian lain Aribowo juga mengimbau kepada para pengguna kartu kredit untuk tidak menggunakan jasa pengacara (lawyer) dalam membereskan masalah tagihan kartu kredit.

"Itu sama sekali tidak benar, tagihan nasabah tidak akan lunas begitu saja," ungkapnya.

Menurut Aribowo, nasabah justru akan membayar dua kali yakni jasa pengacara dan tagihan kartu kredit. "Karena dalam perjanjian dengan bank nasabah bertanggung jawab penuh untuk membayar seluruh tagihan. Jadi pengacara tersebut tidak akan pernah bisa melunasi tagihan," jelasnya.

BI dan Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) sendiri telah berkali-kali melakukan sosialisasi dan edukasi kepada nasabah mengenai hal tersebut. "Namun memang banyak nasabah yang ternyata belum memahami hal tersebut. Untuk itu kita upayakan terus melakukan sosialisasi dan edukasi," tukasnya.

20 Okt 2010
Source:http://www.detikfinance.com/read/2010/10/20/071521/1469526/5/jual-beli-data-nasabah-kartu-kredit-marak-bi-minta-bank-perketat-outsourcing?f9911013

Tuesday, October 19, 2010

Video Penganiayaan di YouTube, Efek Citizen Journalism

Beredarnya video penganiayaan warga sipil Papua yang konon dilakukan oknum TNI di YouTube, dinilai pengamat media sosial sebagai bagian dari tren citizen journalism yang akan terus berlanjut. "Perkembangan media sosial seperti YouTube, Twitter, Facebook dan sebagainya perlahan menjadikannya seperti media pemberitaan resmi. Dia punya konten apa saja lalu di-publish. Media sosial kini dianggap layak dikutip, namun dengan catatan sumber beritanya tidak sembarangan," kata pengamat media sosial Nukman Luthfie saat dihubungi detikINET, Senin (18/10/2010).

Nah, bagaimana jika menanggapi konten spekulatif seperti video soal oknum TNI? Menurut Nukman, sebagai masyarakat cerdas pastinya kita mempertanyakan benar atau tidaknya yang dikabarkan di media sosial itu.

"Berita-berita seperti ini harus diangkat oleh media resmi. Sehingga publik pada akhirnya akan mendapat konfirmasi yang jelas. Jika tidak ditangkap media resmi, pemberitaan semacam itu hanya berhenti sampai di media sosial, menjadi bahan pergunjingan," kata Nukman.

Dia menyebutkan, saat ini memang tak jarang berita-berita di media resmi di-drive oleh media sosial dan menurutnya ini adalah sebuah tren. Nukman berpendapat, ini sekaligus pertanda bagi pemerintah, perusahaan atau para pemangku kebijakan, bahwa informasi saat ini bisa menyebar begitu mudahnya melalui media sosial.

"Ini bagus, memperkaya pemberitaan. Bagi publik, media sosial dan media resmi bisa saling melengkapi. Fenomena ini tidak bisa ditahan. Yang penting adalah bagaimana para pemangku kepentingan menyikapi hal-hal semacam ini," tandasnya. ( rns / wsh ) 

18 Okt 2010
Source:http://www.detikinet.com/read/2010/10/18/181107/1468183/398/video-penganiayaan-di-youtube-efek-citizen-journalism/

Sesama Agen KTA Dilarang Kirim SMS

Karena kesal, pada suatu dini hari saya balas SMS tawaran kredit tanpa agunan dengan sopan, “Maaf, sesama agen dilarang saling memprospek.”

Tanpa diminta, SMS macam itu kerap mendatangi saya. Anda pasti juga pernah, bahkan sering, menerimanya. Isinya tawaran kredit tanpa agunan. Yah, namanya juga usaha.

Karena berupa upaya di tengah kompetisi, maka sopan santun boleh diabaikan. SMS dari orang-orang tak dikenal itu hampir semuanya tak menyapa nama penerima. Apalagi jika dikirim secara bulk via SMScaster.com.

Tapi mereka punya persamaan. Nomor untuk mengirim SMS dan nomor yang disertakan dalam SMS biasanya berbeda. Tak hanya berbeda angka tetapi juga berbeda operator.

Media baru selalu memancing kreativitas para pemasar.  Ini seperti dulu, banyak tenaga pemasaran yang tak sadar melakukan spamming: mengirimkan email berisi promosi ke banyak alamat, termasuk kepada orang-orang yang belum dikenal.

Akhirnya etiket menjadi pemahaman bersama. Itulah yang namanya keseimbangan baru. Bagaimana dengan SMS? Nantinya juga begitu: para pengirim akan sadar karena malu –– atau dimarahi oleh pihak yang dikirimi. Oh ya bisa juga karena bosan, tak kunjung mendapatkan buruan, karena pesaing semakin banyak, mana lebih ulet dan kreatif pula.

Eh, tapi itu tadi kan SMS dari perorangan. Bagaimana dengan SMS, atau texting lainnya (misalnya pop screen), dari perusahaan tertentu (memakai short code bahkan nama dagang) dan terlebih operator telekomunikasi?

Untuk perusahaan, pengiriman SMS membabi buta jelas spamming. Untuk operator? Waduh, saya lupa apakah dalam dokumen pendaftaran pascabayar ada klausul bahwa saya bersedia dikirimi SMS apapun oleh operator. Begitu pun dalam amplop mungil kartu perdana prabayar, apakah ada klausul itu?

Misalkan ada klausul tadi, kita layak mengadu ke Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia. Kalau tidak?

Sejauh saya tahu sih belum ada produk hukum yang mengatur itu. Setahu saya UU ITE 2008 maupun revisinya belum secara khusus mengatur pengiriman pesan promosional dari operator terhadap pelanggan. Tolong dikoreksi jika saya salah.

Dalam kasus ini operator tidak boleh berkilah (misalnya), “Kalau belum diatur berarti boleh, karena kalau kami diam maka kompetitor akan merajalela.”

Dalam bisnis ada etika. Minimal etika sepihak yang dirumuskan sendiri. Saya berpengandaian, eksekutif perusahaan telko manapun tak suka menerima bombardir SMS.

11 Okt 2010
Source:http://www.detikinet.com/read/2010/10/11/143858/1461220/398/sesama-agen-kta-dilarang-kirim-sms

Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Marke

  | Carbon Policy Lab Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Market Indonesi...