Tuesday, August 11, 2009

Sampah dan Sistem yang Kompleks

Tidak semestinya sampah plastik; kaleng, gabus, kertas kain, dan sebagainya turut hanyut ke kali. Sumber penghasil sampah itulah yang seharusnya mau bertanggungjawab dan melakukan ”3R” (reduce, reuse, recycle) barang bekas pakai.



Konsumen sampo, misalnya, semestinya bisa mengembalikan botol atau sachetnya kepada produsen (pabrik) setelah sampo habis. Konsumen mi instan semestinya bisa mengembalikan plastik kemasannya kepada perusahaan mi instan.





“Mengembalikan” di sini berarti melibatkan perantara, pemulung misalnya. Para pemulung menjadi bagian dan produsen untuk mengumpulkan sisa-sisa produksinya.



Di tingkat rumah tangga, keaktifan memilah sampah diperlukan. Mengurangi volume sampah bisa dilakukan dengan mengubah sampah organik menjadi kompos.



Manajemen menyeluruh



Ketua Umum Asosiasi Persampahan Indonesia (Indonesia Solid Waste Association/InSWA) Sri Bebassari, Kamis (27/3), mengatakan, manajemen sampah. sesungguhnya tidak sesederhana hanya memilah dan mengomposkan sampah organik.



Selama ini masyarakat lapis terbawah selalu mendapat stigma sebagai tukang buang sampah sembarangan, dinilai malas mengelola sampah. Sampah dituding sebagai penyebab banjir dan penyakit. Sedangkan perusahaan penghasil sampah sebagai penyumbat drainase atau sungai tidak pernah dipersalahkan.



Menurut Bebassari, manajemen sampah butuh pijakan top down (atas ke bawah) dari pemerintah, berbicara tentang sistem keseluruhan. Misalnya untuk pemilahan sampah di rumah tangga, harus tersedia truk untuk sampah terpilah. “Ada lima aspek yang harus dipenuhi untuk mewujudkan sebuah manajemen sampah,” kata Bebassari yang juga menjadi Solid Waste Management Specialist pada Bank Dunia.



Aspek pertama adalah payung hukum. Sejak lima tahun silam, Bebassari mengusulkan kepada lembaga eksekutif dan legislatif supaya mengkaji dan menetapkan undang-undang yang mengatur khusus soal penanganan sampah. Saat ini sudah ada Rancangan Undang-Undang Sampah. Diharapkan UU Sampah bisa ditetapkan dua bulan lagi.



“Singapura memiliki UU Sampah lebih dulu, namun keberhasilan manajemen sampahnya terjadi setelah 30 tahun UU itu ditetapkan,” katanya. Aspek kedua. unsur kelembagaan. Manajemen sampah tidak bisa hanya melibatkan satu departemen atau kementerian. Di Jepang katanya hal itu melibatkan 16 kementerian.



Aspek ketiga, unsur pendanaan. Alokasi dana pengelolaa sampah harus ada dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah (APBN/APBD). Masyarakat harus tahu berapa besar uang untuk jasa kebersihan.



Yang keempat, aspek peran serta produser barang atas sisa-sisa produksi yang tidak dipakai konsumen.



“Sumber penghasil sampah pertama atau para produsen barang itu yang harus memulai ‘3R’ sebagai bagian dan pengembangan program pertanggungiawaban korporat kepada masyarakat (corporate social responsibility),” kata Sri Bebassari.



Pengejawantahan ’3R’ dapat beragam. Misalnya, untuk fungsi reduce—mengurangi sampah tas plastik untuk barang belanjaan, supermarket mewajibkan pelanggannya menggunakan tas jinjing sendiri agar bisa dipakai berulang. Itu seka1igus menjalankan fungsi reuse atau pemanfaatan kembali tas belanjaan.



Selama ini sering dijumpai, justru sebagian ibu yang berbelanja berharap mendapatkan tas plastik yang banyak untuk menampung sampah di rumah. Fungsi ketiga, recycle atau daur ulang, dilakukan dengan mengganti tas plastik dengan tas kertas.



Aspek kelima teknologi. “Banyak piihan teknologi pengolahan sampah. Di Singapura, ada empat pengolahan sampah teknologi insinerator tidak menimbulkan polusi udara dan fasilitas gedungnya mirip mal,” katanya.



Paparan M Bebassari jauh dari kenyataan. Tetapi, itulah tantangan sekaräng untuk mendorong terwujudnya manajemen sampah sebagai sistein yang melibatkan banyak sektor.



Persiapan ke ideal



Di wilayah DKI Jakarta sebagai ibu kota negara, seperti dituturkan Kepala Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah DKI Jakarta Budi Rama, belum juga ada manajemen sampah yang ideal.



Budi Rama mencontohkan, dari sekian banyak mal juga belum ada yang mewajibkan pelanggan membawa tas belanja sendiri atau mengganti tas plastik dengan tas kertas.



“Upaya menuju manajemen sampah secara ideal baru pada tahap persiapan, agar masyarakat sendiri yang menetapkan ketentuannya. Jangan sampai peraturan dibuat, ternyata kemudian saat diterapkan tidak sesuai kebutuhan,” kata Budi.



Menurut dia, secara ideal mestinya para produsen barang turut bertanggung jawab terhadap sisa produksi yang ada di tangan konsumen. Saat ini pemulung dan pemilik lapak yang menjadi pengepul barang bekas dianggap sebagai pihak yang harus bertanggu jawab atas sisa-sisa produksi itu.



Sampai-sampai, untuk persoalan distribusi barang bekas, para pemilik lapak disyaratkan memiliki hasil analisis mengenai dampak lingkungan (amdal). Amdal itu sebagal dasar untk memperlancar distribusi barang bekas ke distributor lebth besar.



Jadi, masih banyak perangkat sistem yang harus diwujudkan untuk membentuk manajemen sampah secara ideal, Tetapi, setidaknya memilah sampah sebagai langkah dasar tetap harus diwujudkan untuk menunjang kemudahan kerja para pemulung. Dan jangan lupa juga: hasil dari sampah organik....., kompos.



Oleh NAWA TUNGGAL

Kompas : 2008

Green Festival

Monday, August 10, 2009

Izinkan Buka Hutan Adat, Kalpataru Terancam Dicabut

Kementrian Lingkungan Hidup saat ini tengah mempelajari dugaan penyelewengan dari salah satu penerima Anugerah Kalpataru 2009. Jika terbukti bersalah, kemungkinan besar anugerah yang diberikan langsung oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu akan dicabut.

Demikian dikatakan Menteri Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar dalam jumpa pers di tengah-tengah Rakornas Komunikasi Lingkungan dan Pemberdayaan Masyarakat.

"Saya kecewa ketika mendapat berita ada penerima Kalpataru yang tindakannya mengotori jiwa penerima Kalpataru," kata Rachmat di Jakarta, Senin (10/8). Namun, ia tidak bersedia menyebutkan penerima Kalpataru yang bersangkutan.

Berdasarkan catatan Kompas.com orang yang dimaksud Rachmat Witoelar adalah DM, salah satu Ninik Mamak Negeri Enam Tanjung di Riau. Dia telah mengizinkan pembukaan hutan adat di Desa Buluhcina, Kabupaten Kampar, Riau. Akibatnya, ribuan batang pohon yang berumur di atas 50 tahun di hutan wisata tersebut tumbang.

DM sendiri merasa dirinya tidak bersalah. Ia berpendapat pembuatan jalan sepanjang tiga kilometer dengan lebar 20 meter yang membelah hutan. Tujuannya, untuk mengeluarkan masyarakat Desa Buluhcina dari keterasingan. Gubernur Riau sendiri merasa tidak dihubungi dalam perizinan.

Senin, 10 Agustus 2009 | 17:15 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com-http://sains.kompas.com/read/xml/2009/08/10/17151454/izinkan.buka.hutan.adat.kalpataru.terancam.dicabut

Sunday, August 9, 2009

PERSAINGAN TELEPON SELULER DALAM UPAYA MENINGKATKAN PENGGUNAAN KARTU PRABAYAR (Studi Kasus : Kartu Prabayar XL)

PERSAINGAN TELEPON SELULER DALAM UPAYA

MENINGKATKAN PENGGUNAAN KARTU PRABAYAR

(Studi Kasus : Kartu Prabayar XL)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Undang-Undang R.I. Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi telah menetapkan perubahan industri telekomunikasi dari era monopoli ke era persaingan bebas, pasal 10 ayat (1) secara tegas dinyatakan bahwa dalam penyelenggaraan telekomunikasi dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat diantara penyelenggara telekomunikasi. Pasal ini dimaksudkan agar terdapat persaingan yang sehat antar penyelenggara telekomunikasi dalam melakukan kegiatannya.

Persaingan usaha tidak sehat lebih jauh diatur melalui Undang-Undang R.I. Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Usaha Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat meliputi perjanjian yang dilarang antara lain oligopoli, kartel, pemboikokan dan trust. Sedangkan kegiatan yang dilarang seperti monopoli, penguasan pasar, persekongkolan dan monopsoni.

Perkembangan penyelenggaraan telekomunikasi semakin cepat khususnya telepon seluler dapat digambarkan akhir tahun 2007 pelanggan telepon seluler mencapai 96.410.000, sedangkan pengguna kartu prabayar fixed wireless dan seluler pada bulan Juli 2007 sebanyak 80.070.663. Kemudian jumlah penduduk Indonesia saat ini mencapai 225 juta jiwa, sehingga penduduk Indonesia telah mendapatkan akses telekomunikasi sebesar 51%. Oleh karena itu perlu dilakukan kajian yang diharapkan dapat memberikan gambaran yang jelas tentang persaingan telepon seluler dalam upaya meningkatkan pengguna kartu prabayar.

B. Permasalahan

Secara rinci permasalahan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Seberapajauhkah persaingan antara penyelenggara telepon seluler ?

2. Bagaimanakah bentuk persaingan yang dilaksanakan para penyelenggara telepon seluler dalam menyikapi Undang-Undang RI. Nomor 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi dan Undang-Undang RI. Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Usaha Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ?

3. Seberapajauhkah persaingan telepon seluler dapatmeningkatkan penggunaan kartu prabayar ?

4. Bagaimanakah manfaat yang diperoleh masyarakat dari persaingan penyelenggaraan telepon seluler bagi masyarakat ?

C. Tujuan Dan Sasaran

Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan evaluasi terhadap persaingan telepon seluler dalam upaya meningkatkan penggunaan kartu prabayar.

Sasaran penelitian ini diharapkan menghasilkan analisis persaingan telepon seluler yang terkait dengan penyediaan infrastruktur, layanan dan tarif. Hasil analisis digunakan sebagai rekomendasi untuk meningkatkan penggunaan kartu prabayar.

METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Denan Teknik Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan teknik penelitian survey.

B. Populasi dan Sampel

Populasi penelitian terdiri penyelenggara telekomunikasi seluler dan masyarakat di beberapa wilayah di Indonesia. Sampel penyelenggara telekomunikasi seluler dan perorangan dipilih secara purposive sampling, dengan 3 responden untuk penyelenggara telekomunikasi seluler, dan 60 responden untuk masyarakat pengguna di 4 daerah = 240 responden, sehingga rincian jumlah sampel yang dikumpulkan 243 responden. Dengan margin of error sebesar 5%, dan tingkat kepercayaan dalam perhitungan jumlah sampel adalah 95% dari sampel masyarakat pengguna telepon seluler.Lokasi penelitian sebanyak 4 lokasi wilayah yaitu : Jakarta, Surabaya, Batam dan Manado.

C. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data studi ini terdiri dari data primer dan data sekunder, yaitu : (1). Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui studi kepustakaan dan internet . (2). Pengumpulan data primer dengan cara melakukan survey, dengan menggunakan kuesioner.

D. Teknik Analisis Data

Kajian ini menggunakan teknik analisis data deskritif kuantitatif.

GAMBARAN UMUM

A. Regulasi

a. Undang-Undang RI. Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi

Undang-Undang R.I. Nomor : 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi yang merupakan dasar hukum bidang telekomunikasi menyatakan dalam pasal 10 ayat 1 berbunyi adalah dalam penyelenggaraan telekomunikasi dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat di antara penyelenggara telekomunikasi, artinya agar terjadi kompetisi/persaingan yang sehat antar penyelenggara telekomunikasi dalam melakukan kegiatannya.

b. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor : 9/PER/M.KOMINFO/04/2008 Tentang Tata Cara Penetapan Tarif Jasa Telekomunikasi yang disalurkan melalui Jaringan Bergerak Selular.

Dalam Peraturan Menteri Kominfo ini, jenis formula tarif terdiri dari : a. perhitungan Biaya Elemen Jaringan merupakan formula perhitungan biaya penggunaan jasa teleponi dasar dan atau biaya penggunaan fasilitas tambahan SMS; b. perhitungan Biaya Aktivitas Layanan Retail merupakan formula perhitungan biaya aktivitas layanan retail yang digunakan dalam menyediakan layanan jasa teleponi dasar dan atau layanan fasilitas tambahan SMS. Kemudian penyelenggara telepon selular dapat menerapkan tarif promosi pada periode tertentu dan besarannya lebih rendah dari biaya elemen jaringan.

c. Undang-Undang RI. Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Usaha Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Tujuan yang ingin dicapai dari undang-undang ini adalah : pertama menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat; kedua mewujudkan iklim usaha yang kondinsif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah dan pelaku usaha kecil; ketiga mencegah praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha; keempat terciptanya efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.

B. PT. Exelcomindo Pratama Tbk.

Perkembangan XL dilihat dari berbagai sisi, antara lain :

a. Jaringan

Jangkauan jaringan XL dilihat dari pembangunan BTS (Base Transceiver Service) yang dilaksanakan. Pada tahun 2005 jumlah BTS sebanyak 4.324 buah, tahun 2006 sebanyak 7.260 buah dan tahun 2007 11.167 buah. Kondisi ini telah mencai 90% dari total populasi.

b. Layanan

Layanan yang terdapat pada kartu prabayar bebas XL, , yaitu : memiliki layanan ekstra yang ditambahkan pada layanan dasar suara dan SMS, termasuk diantaranya layanan 3G, MMS, layanan GPRS download dan browsing. Kartu prabayar bebas juga menyediakan layanan-layanan nilai tambah (VAS) lainnya seperti m-banking, XL Mobile Mail, Voice SMS, Voice Music SMS, Xpressive SMS, Secret SMS, XL Phonebook, Myw@p, dan XL Instant Messenger.

c. Tarif

XL mulai tanggal 19 April 2008 melakukan perubahan tariff dasar. Tarif dasar layanan regular adalah sebagai berikut :

° Tabel 3.Tarif Percakapan

Prabayar Bebas

Tujuan

Zona

Tarif Lama

Per 30 detik

Tujuan

Tarif Baru

Per 30 detik

Sesama XL

Lokal

624

Sesama XL

375

Tetangga

680

Seberang

680

PSTN

Lokal

419

Operator Lain

750

Tetangga

1.119

Seberang

1.450

Operator Lain

Lokal

769

Tetangga

1.948

Seberang

1.950

Sumber : Laporan tahunan XL, 2007

° Tabel 4.Tarif SMS

Prabayar Bebas

Tarif

Sesama XL

350

Operator Lain

Internasional

500

Layanan baru SMS prabayar dan pasca bayar

Sesama XL

150

Operator Lain

Sumber : Laporan tahunan XL, 2007

° Tarif Promosi

Strategi penetapan tarif promosi XL yang baru telah memberikan pengaruh yang sangat berarti. Dimulai dengan penyederhanaan tarif pada kuartal pertama tahun 2007, dengan menawarkan tarif bicara Rp 25/detik untuk semua pelanggan bebas baik untuk panggilan ke sesama nomor XLmaupun ke operator lain.. Hal ini kemudian dilanjutkan dengan promosi yang lain pada kuartal kedua tahun 2007. Menawarkan tarif panggilan ke sesama XL sebesar Rp 10/detik. dan kuartal ketiga, untuk meningkatkan durasi per panggilan dengan meluncurkan Rp 1/detik untuk panggilan ke sesama XL dan Rp 10/detik untuk panggilan ke operator lain.

HASIL PENGUMPULAN DATA

A. Persaingan antara telepon seluler

Persaingan antara telepon selular mengatakan sebagian besarbagus sebesar 43% dan sebagian kecil mengatakan sangat tidak bagus sebesar 2%.

B. Kualitas jaringan telepon seluler

Kualitas jaringan telepon seluler sebagian besar bagus sebesar 45% dan sebagian kecil mengatakan sangat tidak bagus sebesar 1%.

C. Kualitas layanan telepon seluler

Kualitas layanan telepon seluler sebagian besar bagus sebesar 41% dan sebagian kecil mengatakan sangat tidak bagus sebesar 6%.

D. Tarif telepon selular

Tarif telepon seluler sebagian besar murah sebesar 37% dan sebagian kecil mengatakan sangat murah sebesar 17%.

E. Tarif kartu prabayar telepon seluler yang paling murah

Tariff kartu prabayar telepon seluler yang paling murah adalah Simpati/Hallo/Kartu As sebesar 35% dan sebagian kecil mengatakan prabyar Smart sebesar 1%.

F. Berminat pindah ke kartu prabayar dengan tariff yang murah.

Berminat pindah ke kartu prabayar yang paling murah sebesar 52% dan tidak berminat pindah sebesar 48%

G. Alasan berminat pindah ke kartu prabayar dengan tarif yang murah

Alasan berminat pindah ke kartu prabayar dengan tarif yang murah sebagian besar mengatakan pengeluaran biaya pulsa sedikit sebesar 64% dan sebagian kecil mengatakan berkomunikasi cukup banyak sebesar 18%.

H. Alasan tidak berminat pindah ke kartu prabayar dengan tarif yang murah

Alasan tidak berminat pindah ke kartu prabayar dengan tarif yang murah sebagian besar sangat menyusahkan untuk memberitahukan rekanan sebesar 40% % dan sebagian kecil mengatakan promosi tarif murah hanya sementara sebesar 23%.

PEMBAHASAN

A. Persaingan antara Penyelenggara Telepon Seluler

Dalam persaingan dicermati 3 aspek penting, yaitu :

1. Tarif

Pelanggan yang peka terhadap tariff, bila operator telepon seluler menurunkan tariff percakapan atau SMS yang murah, maka pelanggan akan cepat berpindah ke operator telepon seluler lain. Bila jumlah pelanggan yang pindah mencapai jutaan, maka akan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan pelanggan. Kemudian tariff dasar yang telah berlaku tetap untuk kartu prabayar simpati pada area lokal sesama operator (on-net) adalah sebesar Rp.1.500,- dan lain operator (off-net) sebesar Rp.1.600,- dan mentari pada area lokal sesama operator sebesar Rp.1.400,- dan lain operator sebesar Rp.1.400, sedangkan XL bebas pada area lokal sesama operator sebesar Rp.750,- dan lain operator sebesar Rp.1.500,-. Artinya untuk sesama operator XL bebas lebih unggul, karena antara simpati dengan XL bebas selisih jauh sebesar Rp. 750,- dan mentari dengan XL bebas juga unggul dengan selisih sebesar Rp.650,-. Kemudian simpati dan mentari untuk lain operator selisihnya kecil dengan XL bebas hanya Rp.100,-, jadi persaingannya sangat ketat. Mengenai persaingan tariff promosi, karena tarifnya sangat murah dan jangka waktu berlakunya dibatasi sangat pendek berkisar 1 bulan hingga 3 bulan, maka tarif promosi tidak dapat menjadi standar perhitungan tariff, tetapi hanya untuk menarik pelanggan.

2. Jaringan

Pembangunan BTS-BTS dalam rangka meningkatkan kualitas jaringan telekomunikasi seluler diperlukan investasi yang sangat besar, sehingga para operator lebih tertarik membangun BTS-BTS didaerah potesial atau didaerah-daerah besar saja, mengingat peminat terhadap penggunaan telepon seluler sangat banyak. Pembangunan BTS-BTS pada tahun 2007 oleh 3 operator besar adalah Telkomsel sebesar 20.858 BTS, Indosat sebesar 10.760 BTS dan XL sebesar 11.157 BTS. Artinya semakin luas jaringan BTS yang tersebar seluruhIndonesia, maka kualitas jaringan semakin baik. Dalam hal ini telkomsel masih terbesar jaringan BTS yang dimilikinya, disusul dengan XL dan Indosat.

3. Layanan

Layanan yang dimiliki operator telepon seluler merupakan salah satu aspek yang penting dalam memberikan kepuasan kepada pelanggan. Layanan berupa fitur-fitur memberikan nilai tambah, terkadang layanan ini harus dimiliki operator dalam menarik simpati pelanggan. Suatu contoh fitur-fitur layanan yang dimiliki XL, yaitu : Panggilan Menunggu, Pengiriman Data/Faksimili, Identitas Pemanggil Ditampilkan, Multi Party Calling, Sambungan Langsung Internasional, SMS, GPRS dan MMS, Voice Mail Plus, Voice SMS, dan VoIP.

B. Bentuk persaingan antara penyelenggara telepon seluler

Dalam Undang-Undang RI. Nomor 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi ditegaskan penyelenggaraan telekomunikasi dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, artinya agar terjadi persaingan yang sehat antar penyelenggara telekomunikasi. Undang-Undang RI. Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Usaha Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat juga menegaskan lagi dilarang melakukan kartel, persengkokolan dan sebagainya.

Kemudian para operator telepon seluler turut bersaing dalam tarif ritel dan SMS yang semakin lama semakin murah walaupun tarif murah ini masih dalam bentuk tarif promosi, artinya tarif yang berlaku pada waktu tertentu atau masa waktunya terbatas, tidak berlaku tetap. Hal ini juga akibat pengaruh kebijakan pemerintah dalam menetapkan penurunan biaya interkoneksi yang berlaku pada tanggal 1 April 2008.

C. Persaingan telepon seluler dapat meningkatkan penggunaan kartu prabayar

Persaingan antar operator seluler telah memberikan peningkatan penggunaan kartu prabayar yang sangat signifikan, terlihat 3 (tiga) operator seluler yang dominan meningkat penggunaan kartu prabayarnya, seperti PT.Telkomsel Tbk. tahun 2006 sebesar 33.935.000 dan tahun 2007 sebesar 45.977.000, jadi meningkat sebesar 12.042.000 atau 36% dan PT. Indosat Tbk. tahun 2006 sebesar 15.878.000 dan tahun 2007 sebesar 23.945.000, meningkat sebesar 8.067.000 atau 51% serta PT. Excelcomindo Pratama Tbk., tahun 2006 sebesar 9.141.000 dan tahun 2007 sebesar 14.988.000, meningkat sebesar 5.847.000 atau 64%.

D. Manfaat yang diperoleh masyarakat dari persaingan

penyelenggaraan telepon seluler

1. Tarif yang murah

Persaingan antara operator telepon seluler saat ini terfokus pada persaingan tarif voice atau suara dan SMS. Tarif telepon seluler dan SMS sudah sangat murah dan masyarakat pengguna sangat diuntungkan dengan pengeluaran biaya penggunaan pulsa yang sangat kecil. Pengeluaran biaya pemakaian telepon seluler dapat dilihat pada ARPU (Average revenue per user atau pendapatan rata-rata bulanan per pelanggan telepon seluler dihitung dengan membagi pendapatan jasa telepon seluler yang timbul setiap bulan) prabayar Simpati tahun 2006 sebesar Rp.83.000,- dan tahun 2007 sebesar Rp.84.000,-, ada kenaikan 1% atau Rp.1.000,-. dan ARPU prabayar Bebas XL tahun 2007 sebesar Rp. 47.000,.

2. Mendapatkan layanan bagus

Layanan yang bagus tentunya banyaknya fitur-fitur yang memberikan daya tarik sendiri bagi masyarakat pengguna kartu prabayar XL bebas ada 12 (dua belas) layanan standar, salah satunya adalah voice SMS dengan tarif pengiriman satu pesan Rp 500 (sebelum pajak). Penerima voice SMS tidak dikenakan biaya sama sekali selama berada di dalam jaringan XL).

3. Berkomunikasi cukup banyak

Manfaat berikutnya yang diperoleh dan digunakan masyarakat pengguna adalah dapat melakukan berkomunikasi cukup banyak kepada siapa saja dengan waktu penggunaan waktu yang cukup lama juga, tidak perlu merasa takut biaya pulsa akan menjadi besar, karena tarif percakapannya murah.

4. Berkomunikasi kapan saja

Masyarakat pengguna telepon seluler punya pilihan waktu untuk melakukan berkomunikasi pada time band (waktu jam sibuk dan tidak sibuk). Dengan adanya tarif yang murah tersebut masyarakat pengguna saat ini dapat kapan saja melakukan komunikasi baik pada jam sibuk tarifnya murah dan jam tidak sibuk malah gratis untuk sesama operator pada operator tertentu.

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Persaingan antara operator telepon seluler dapat dilihat dari 3 (tiga) aspek, yaitu tarif, jaringan dan layanan. Aspek tarif lebih dominan dari pada jaringan dan layanan, karena pembangunan jaringan dan inovási layanan memerlukan dukungan biaya yang cukup besar dan memerlukan jangka waktu yang cukup lama. Tarif operator seluler ada 2 (dua), yaitu tarif dasar dan tarif promosi.

2. Bentuk persaingan antara operator telepon seluler harus diciptakan persaingan yang sehat. Dalam Undang-undang telekomunikasi dan perlindungan konsumen dengan tegas melarang melakukan praktek persaingan monopoli dan persaingan tidak sehat. Persaingan yang ada saat ini dalam bentuk persaingan sempurna dengan 8 operator seluler.

3. Persaingan antara telepon seluler dapat meningkatkan penggunaan kartu prabayar, karena persaingan yang sehat akan menekan ketidak-efisiensi dan memberikan efisiensi pada operator, menciptakan inovási produk dan layanan dan memberikan nilai tambah bagi pelanggan.

4. Manfaat yang diperoleh masyarakat dari persaingan operator seluler, antara lain : adanya tarif yang murah dan sekaligus pelanggan mengeluarkan biaya pulsa yang sedikit, mendapatkan layanan yang bagus, berkomunikasi cukup banyak dan berkomunikasi kapan saja.

B. Saran

1. Persaingan antara operator telepon seluler yang menitik berat pada tarif yang murah hendaknya operator telepon seluler juga perhatikan kualitas jaringan dengan tetap melanjutkan pembangunan BTS-BTS di seruh daerah di Indonesia, termasuk daerah yang terpencil dan perbatasan. Kemudian sering itu layanan yang diberikan selalu perhatikan kebutuhan pelanggan.

2. Perlu dilanjutkan persaingan disegala aspek baik tarif, jaringan dan layanan serta bentuk-bentuk lain yang memberikan nilai tambah bagi masyarakat pengguna telepon seluler serta melaksanakan persaingan dengan tidak melakukan rekayasa data yang tidak benar.

3. Perlu kreatifitas bagi pembuat dan penemu inovási-inovasi produk dan layanan yang memberikan kepuasan masyarakat pengguna dan sekaligus memberikan keuntungan perusahaan yang berkelanjutan, sehingga masyarakat yang belum mendapatkan fasilitas telekomunikasi dapat juga menimati.

4. Manfaat yang diperoleh masyarakat perlu diperluas cakupannya, misalnya masyarakat dapat dengan mudah memperoleh informasi yang dibutuhkan baik dari sisi tarif maupun layanan fitur-fitur yang perlu sosialisasi dengan memanfaatkan media massa yang lebih informatif, transparan dan mudah dipahami.

Sumber:http://balitbang.depkominfo.go.id/2009/03/25/persaingan-telepon-seluler-dalam-upaya-meningkatkan-penggunaan-kartu-prabayar/

DAMPAK PENINGKATAN PENGGUNA TELEPON SELULER TERHADAP EKSISTENSI PENYELENGGARAAN WARUNG TELEKOMUNIKASI

EXECUTIVE SUMMARY

DAMPAK PENINGKATAN PENGGUNA TELEPON SELULER TERHADAP EKSISTENSI PENYELENGGARAAN WARUNG TELEKOMUNIKASI

ABSTRAK

Warung Telekomunikasi merupakan salah satu wujud kegiatan untuk mendukung terciptanya tujuan pemerataan pembangunan dan hasil-hasil-hasilnya, pendirian warung telekomunikasi bermula untuk meningkatkan penetrasi telepon tetap yang pada waktu itu masih sangat rendah, sehingga masyarakat masih sangat sulit untuk mengakses informasi dan berkomunikasi, maka dari itu dibuatlah suatu strategi yaitu satu sambungan dapat dipakai oleh beberapa orang atau dengan kata lain membuat strategi “Public Phone” atau yang lebih dikenal dengan sebutan Warung Telekomunikasi (Wartel).

Pada saat ini penyelenggaraan warung telekomunikasi mengalami penurunan, baik dari sisi pengguna maupun pendapatan disebabkan oleh semakin meningkatnya pengguna telepon seluler. Jumlah pengguna telepon seluler pada saat sekarang ini telah mencapai kurang lebih 96.410.000, teledensitas 36,39 % dengan tingkat prosentase pertumbuhan pelanggan telepon seluler mencapai 28,26 % pertahun.

hal ini akan berdampak terhadap keberlangsungan penyelenggaraan warung telekomunikasi.

Metode penelitian dalam kajian ini menggunakan metode Dekriptif Kualitatif, yaitu melakukan survey lapangan dengan menggunakan kuesioner yang di diedarkan kepada penyelenggara warung telekomunikasi, masyarakat pengguna warung telekomunikasi, dan APWI (Asosiasi Pengusaha Warung elekomunikasi Indonesia).

Hasil yang diharapkan dalam kajian ini berupa masukan dalam penyempurnaan kebijakan penyelenggaraan warung telekomunikasi agar penyelenggaraan warung telekomunikasi dapat berjalan secara berkesinambungan.

Kata-kata kunci : warung telekomunikasi, Telepon seluler

A. LATAR BELAKANG

Pengembangan telekomunikasi di Indonesia adalah untuk kepentingan nasional yang merupakan salah satu wahana untuk mencapai tujuan pembangunan nasional, yakni mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Pendirian warung telekomunikasi bermula untuk meningkatkan penetrasi telepon tetap yang pada waktu itu masih sangat rendah, oleh karenanya untuk memenuhi permintaan telepon tetap, maka dibuatlah suatu strategi yaitu satu sambungan dipakai oleh beberapa orang atau dengan kata lain membuat strategi “Public Phone” atau yang lebih dikenal dengan sebutan warung telekomunikasi (wartel). Warung Telekomunikasi ini merupakan tempat yang disediakan untuk pelayanan jasa telekomunikasi untuk umum yang di tunggu, baik yang bersifat sementara ataupun tetap dan merupakan bagian dari telepon umum (PM.05/PER/M.KOMINFO/I/2006 tentang penyelenggaraan warung telekomunikasi Bab I Pasal 1 ayat (10)).

Pada tahun 1999, ketika usaha wartel mengalami liberalisasi maka yang terjadi adalah hampir di setiap jalan di kota-kota besar terdapat warung telekomunikasi. Peningkatan warung telekomunikasi mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Peningkatan tersebut dikarenakan usaha warung telekomunikasi merupakan usaha yang cukup menjanjikan, sehingga sangat diminati oleh masyarakat maupun badan usaha atau koperasi, sehingga pada tahun 2001 jumlah wartel meningkat menjadi 201.111 wartel, semula pada tahun 1999 jumlah warung telekomunikasi hanya berjumlah 114.840 wartel.

Kemerosotan bisnis warung telekomunikasi ini sangat terasa sejak tahun 2001, tepatnya saat telepon seluler mulai gencar masuk ke seluruh pelosok tanah air. Selain itu ekspansi kartu perdana seluler semakin murah dan beragam model telepon seluler yang menjamur dengan harga terjangkau.

Jumlah pelanggan telepon seluler pada saat ini kurang lebih 81.834.590 pelanggan, teledensitas 36,39 %, dengan tingkat prosentase pertumbuhan pelanggan telepon seluler 28,26 % pertahun.

Pertumbuhan telepon seluler yang sedemikian pesat ini akan berdampak terhadap semakin menurunnya pengguna warung telekomunikasi, dan semakin menurunnya pendapatan warung telekomunikasi dan pada akhirnya banyak pengusaha wartel yang menutup usahanya.

Dengan melihat permasalahan tersebut di atas perlu dilakukan kajian tentang Dampak Peningkatan Pengguna Telepon Seluler Terhadap Eksistensi Penyelenggaraan Warung Telekomunikasi.

Sehingga dari kajian ini dapat memberikan solusi permasalahan, agar warung telekomunikasi dapat berjalan secara berkesinambungan.

E. HASIL PENELITIAN

1. KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN WARUNG TELEKOMUNIKASI.

Baik yang terdapat pada Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi maupun Peraturan Pemerintah No. 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi. Peraturan ini telah membuka kesempatan berusaha bagi Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD); Badan Usaha Milik Swasta (BUMS); dan Koperasi untuk berusaha di bidang telekomunikasi, dengan diberlakukannya peraturan ini berarti penyelenggaraan telekomunikasi di berlakukan secara kompetisi dan tidak boleh lagi di selenggarakan secara monopoli oleh salah satu operator telekomunikasi.

Demikian pula bila diperhatikan mengenai Keputusanyang terdahulu, seperti, Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM 54 Tahun 1998, tentang Penyelenggaraan Warung Telekomunikasi. maka keberlangsungan penyelenggaraan wartel telah diakomodir, sebagaimana tercantum pada pasal 9, yang menyatakan dalam penyelenggaraan warung telekomunikasi, harus ; Mengevaluasi permohonan penyelenggaraan warung telekomunikasi dengan mempertimbangkan azas pelayanan, pemerataan, kelayakan usaha dan kemudahan serta memperhatikan kelangsungan usaha warung telekomunikasi yang telah bekerjasama;

Dalam melakukan pendirian warung telekomunikasi, sebelum PKS operasional dikeluarkan oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi, hendaknya aturan/kebijakan yang terkandung pada pasal 9, tersebut, khususnya azas kelayakan usaha, dijadikan sebagai azas dalam pendirian wartel baru, azas ini sangat penting karena usaha pendirian wartel didasarkan kepada tingkat kebutuhan masyarakat, dan kelayakanan usaha wartel itu sendiri, sehingga keberadaan wartel kedepan akan tetap eksis.

Selain aturan tersebut, juga telah dipersyaratkan kepada pemberi PKS penyelenggaraan wartel, didalam aturan/kebijakan tersebut menyatakan bahwa penyelenggara jaringan harus memperhatikan kelangsungan usaha warung telekomunikasi yang telah bekerjasama. aturan/kebijakan yang telah dibuat tersebut, kurang mendapat respon/perhatian dari pihak pemberi PKS penyelenggaraan wartel, pendirian wartel pada saat itu hanya semata-mata untuk kepentingan bisnis atau kepentingan sepihak, tanpa mematuhi mengindahkan peratuan/kebijakan tersebut. Yang seharusnya setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi tunduk dan taat kepada kebijakan/aturan tersebut, dan tidak hanya berorientasi pada kepentingan bisnis sesaat.Oleh karena itu tidak heran pada saat sekarang ini penyelenggara warung telekomunikasi banyak yang tutup,karena berawal dari pendirian wartel baru yang tidak berdasarkan pada orientasi aturan yang telah ditetapkan.

Sehingga pendirian wartel-wartel baru muncul sangat berdekatan dengan wartel yang sudah mapan, ada yang berdampingan, berjejer, dengan keadaan ini penyelenggara warung telekomunikasi harus siap bersaing satu dengan yang lainnya. Bersaing dalam produk unggulan sudah tidak memungkinkan, berarti yang sangat dimungkinkan adalah bersaing dalam hal pelayanan. Oleh karena itu memberikan pelayanan yang terbaik kepada konsumen suatu hal yang menjadi keharusan bagi wartel-wartel sekarang ini.

Dengan melihat situasi dan kondisi pada saat sekarang ini, diperlukan suatu kebijakan pembagian pendapatan/komisi atas penyelenggaraan warung telekomunikasi, yang dapat menunjang keberlangsung penyelenggaraan wartel, karena situasi pada saat sekarang ini, hampir rata-rata penyelenggara warung telekomunikasi mengalami penurunan pendapatan yang sangat drastis, apabila hal ini dibiarkan, maka tidak tertutup kemungkinan penyelenggaraan wartel akan semakin terpuruk dan pada akhirnya banyak penyelenggara wartel yang tutup akibat tidak mampu lagi membiayai operasionalnya. Sebaiknya pembagian komisi penyelenggaraa wartel didasarkan kepada Pendapatan yang diterima penyelenggara warung telekomunikasi dari penyelenggara jasa telekomunikasi. Domestik (PSTN dan STBS) dan penyelenggara Sambungan Langsung Internasional (SLI), besaran pendapatan/komisi di sarankan adalah sebagai berikut :

Tabel 2

Prosentase Komisi Penyelenggara Wartel

Pendapatan Wartel/Bulan

(Rp.)

Prosentase (%) Komisi Penyelenggara

wartel

0 s/d 1 Juta

1 s/d3 Juta

> 3 Juta

60%

50%

22,5%

Asumsinya adalah semakin kecil pendapatan wartel, maka semakin besar prosentase yang diterima. wartel yang memiliki pendapatan 1 juta kebawah, masih memungkinkan untuk bertahan. demikian pula pada pendapatan 1 s/d 3 juta rupiah, maka komisi prosentase yang diterima sebesar 40 % (domestik, PSTN dan STBS), dan Internasional,

Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No..05/PER/M.KOMINFO/I/2006 tentang Penyelenggaraan Warung Telekomunikasi sebagaimana tertuang pada pasal 16

Pada pasal 16 menerangkan bahwa Penyelenggara wartel dapat memungut langsung biaya jasa telekomunikasi kepada pengguna wartel, sesuai ketentuan tarif jasa telekomunikasi yang berlaku, ditambah dengan tarif pelayanan sebanyak-banyaknya 15 %. Hal ini menandakan bahwa Wartel bisa menambah komponen layanan dalam harga jualnya yaitu maksimal 15 %, artinya wartel di berikan kewenangan untuk menarik biaya pelayanan kepada konsumen, pembebanan biaya ini dikhawatirkan berkesan tarif wartel akan semakin mahal, dan pada akhirnya wartel akan semakin ditinggalkan oleh penggunanya.

2. RESPONDEN PENYELENGGARA WARTEL

Warung Telekomunikasi yang semula merupakan usaha andalan bagi Usaha Kecil dan Menengah, kini sudah tidak lagi, usaha wartel hanya merupakan sebagai usaha tambahan, penurunan status usaha wartel yang semula menjadi usaha andalan, yang kini menjadi usaha tambahan, dikarenakan bahwa, usaha wartel pada saat sekarang ini telah mengalami penurun pendapatan secarasignifikan, yang disebabkan oleh semakin banyaknya masyarakat menggunakan telepon seluler sebagai sarana komunikasinya. Baik dari segmen ibu rumah tangga, pelajar, pegawai maupun pedagang, sehingga segmen pasar untuk warung telekomunikasi semakin kecil, bahkan tidak sedikitnya jumlah penyelenggara wartel yang menutup usahanya. Yang diakibatkan oleh ketidak mampuannya untuk membiayai pengelolalaan penyelenggaraan wartel.

Bila dilihat dari sisi pendapatan wartel yang disurvei, sebagian besar responden penyelenggara wartel, memberikan pendapat bahwa penerimaan yang didapat selama ini selalu mengalami penurunan, yang semula pendapatan dari usaha wartel yang demikian besar, sehingga usaha wartel kedepan sulit menjadi harapan. Apalagi pada saat sekarang ini telepon seluler baik GSM maupun CDMA semakin murah baik harga teleponnya maupun tarifnya.

Pendapatan wartel yang dahulunya cukup tinggi sampai mencapai Rp. 10.000.000,- per bulan, kini hanya mencapai dibawah satu juta perbulan.

Sedangkan untuk usaha wartel dengan status milik sendiri, usaha wartel ini dapat dikembangkan dengan menambah usaha tambahan, seperti membuka usaha travel agent, menjual voucher/galeri hp, rumah makan, bengkel, rental, play station, dll. Akan tetapi bagi usaha wartel dengan status mengontrak/menyewa, usaha wartel mengalami kesulian untuk dikembangkan, hampir sebagian besar usaha wartel dengan status mengontrak/menyewa tempat, apabila masa kontrak/sewa sudah berakhir penyelenggara wartelcenderung menutup usahanya, karena untuk membuka usaha tambahan sudah tidak memungkinkan, hal ini dikarenakan dengan perjanjian kontrak/sewa yang peruntukannya hanya untuk menyelenggarakan wartel, bukan untuk usaha lainnya.

Pengelola wartel mengharapkan diperlukan perubahan kebijakan mengenai pola bagi hasil, yang sekarang ini sangat kurang memihak kepada penyelenggara wartel, sebaiknya pola bagi hasil disesuaikan dengat tingkat penghasilan wartel. Semakin kecil tingkat penghasilan wartel maka semakin besar tingkat prosentase yang diterima oleh penyelenggara wartel.

3. MASYARAKAT PENGGUNA WARTEL

Dilihat dari tingkat usia tersebut, maka pengguna wartel didominasi oleh tingkat umur antara 17 sampai dengan 25 tahun, yaitu sebanyak 102 responden, sedangkan untuk tingkat pengguna wartel terendah adalah berusia diatas 50 tahun yaitu sebanyak 16 responden. Penyelenggaraan wartel masih diminati oleh para remaja dan para orang tua, oleh karena itu u keberadaan wartel perlu dilestarikan dan ditingkatkan fitur layanannya, sehingga, menarik bagi seluruh lapisan masyarakat.

Bila dilihat dari tingkat pekerjaan pengguna wartel didominasi oleh tingkat pekerjaan pelajar, mahasiswa, ibu rumah tangga, hal ini berarti pengguna wartel terbesar adalah pelajar, mahasiswa, dan para ibu rumah tangga. Oleh karena itu keberadaan wartel masih cukup diminati bagi para pelajar, dan kaum ibu-ibu.

Menurut pendapat responden pengguna warung telekomunikasi, memang sebagian besar mereka kurang berminat untuk menggunaka wartel, hal ini dikarenakan oleh tarif wartel agak mahal, jika dibanding dengan tarif telepon seluler, dan selain itu penggunaan telepon seluler lebih efisien dan praktis, serta fitur layanan sangat banyak dan dapat digunakan dimana saja. Penggunaan wartel apabila dalam keadaan terpaksa, seperti baterei hand phone habis, hand phone ketinggalan dan lain-lain.

4. STARATEGI / KEBIJAKAN WARTEL

Beberapa strategiUpaya dalam mengatasi permasalahan tersebut, yaitu :

1. Inovasi Teknologi

Dapat dilakukan dengan cara menggunakan teknologi Voice over Internet Protocol, (VoIP), dengan menggunakan teknologi VoIP ini, maka masyarakat dapat menghemat pemakaian sebesar 85%

2. Strategi memperluas usaha

Dengan menurunnya penghasilan wartel, agar usaha wartel tetap berjalan perlu dilakukan upaya pengembangan usaha dengan cara, memperluas usaha tambahan, seperti membuka rental pengetikan, internet, menjual voucher, membuka toko minuman, dll.

1. Strategi pengembangan teknologi.

Dengan menggaungkan jaringanCDMA dan GSM, sehingga penyelenggara wartel bisa membeli pulsa dengan harga jauh lebih murah, yang pada akhirnya membuat laba yang lebih besar bagi penyelenggara wartel, sehingga akan lebih efisien di dalam pengaturan biaya usahanya, jaringan CDMA dan GSM memiliki cakupan zona lokal lebih luas.

F. KESIMPULAN DAN SARAN

1. KESIMPULAN

a. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No. 05/PER/M.KOMINFO/i/2006, tentang Penyelenggaraan Warung Telekomunikasi sebagaimana tertuang dalam pasal 16, menyatakanbahwa Penyelenggara wartel dapat memungut langsung biaya jasa telekomunikasi kepada pengguna wartel, sesuai ketentuan tarif jasa telekomunikasi yang berlaku, ditambah dengan tarif pelayanan sebanyak-banyaknya 15 %. Pada kenyataannya penyelenggaraan wartel belum sepenuhnya menjalankan amanah ketentuan tersebut, hal ini dikarenakan adanya kekhawatiran akan memberatkan pelanggan/pengguna wartel dan akan berdampak langsung terhadap pendapatan wartel.

b. Penyebab penurunan pendapatan wartel dikarenakan oleh semakin banyaknya masyarakat yang memiliki telepon seluler, tarif wartel lebih mahal dari tarif telepon seluler, serta padatnya penyelenggaraan wartel.

c. Hampir seluruh penyelenggara wartel mengeluh mengenai pendapatan yang diterimanya pada saat ini, tidak seperti masa lalu, pendapatan wartel demikian tinggi bisa mencapai Rp. 15.000.000,- perbulan, akan tetapi pada saat sekarang ini hanya Rp. 1.000.000,- sampai dengan Rp. 1.500.000,- perbulan, bahkan kadangkala dibawah Rp. 1.000.000,-

d. Bila dilihat dari sisi perbandingan tarif, antara tarif wartel dan tarif telepon seluler, sebagaian besar mayarakat menyatakan bahwa tarif wartel lebih mahal dari tarif telepon seluler.

2. SARAN

a. Hendaknya setiap kebijakan dalam penyelenggaraan warung telekomunikasi, pengguna jasa wartel tidak lagi dibebankan dengan biaya lainnya, seperti adanya tarif pelayanan, mengingat situasi dan kondisi penyelenggaraan wartel pada saat sekarang ini kurang menguntungkan, pembebanan biaya akan berdampak terhadap akan semakin mahalnya tarif wartel, dan dikhawatirkan wartel akan semakin ditinggalkan oleh penggunanya.

b. Mengenai komisi pembagian wartel perlu diatur oleh Pemerintah dengan memperhatikan kedua belah pihak operator dan penyelenggara wartel, saat ini pembagian keuntungan berdasarkan perjanjian kerjasama antara pengusaha wartel dan penyelenggara jaringan yang dirasakan oleh penyelenggara wartel untuk untuk kepentingan sepihak, oleh karena itu pemerintah sebagai pembina, perlu menentukan suatu kebijakan tentang pola bagi hasil yang adil, sehingga untuk masa yang akan datang wartel akan berjalan secara berkesinambungan.

c. Untuk menjaga kesinambungan penyelenggaraan wartel diperlukan diperlukan suatu upaya pengembangan usaha, seperti ; membuka usaha internet, penjualan voucher kartu telepon, rental, dsb.

d. Memanfaatkan teknologi CDMA, sehingga penyelenggara wartel dapat berpindah-pindah dari satu tempat ke lain, sesuai dengan yang diinginkan.

DAFTAR PUSTAKA

Undang-undang Nomor : 36 Tahun 1999, tentang Telekomunikasi

Peraturan Pemerintah Nomor : 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi.

Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan telekomunikasi Nomor : KM.101/PT.102/MPPT-89 tentang Pedoman Pengaturan Partisipasi Badan Lain Dalam Penyelenggaraan Warung Telekomunikasi.

Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM. 54 Tahun tetang Penyelenggaraan Warung Telekomunikasi.

Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM.78 Tahun 1998, tentang Pembagian Pendapatan/Komisi Atas Penyelenggaraan Jasa Warung Telekomunikasi.

Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 05/PR/M.KOMINFO/I/2006, tentang Penyelenggaraan Warung Telekomunikasi.

Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor : 08?Per/M.KOMINFO/02/2006, tentang Interkoneksi.

Keputusan Direktur Jenderal Pos dan Teleomunikasi Nomor : 160/Direktur Jenderal/1998, tentang Ketentuan Pelaksanaan Penyelenggaraan Warung Telekomunikasi.

Metode Penelitian Survei, Masri Singarimbun dan Sofyan Effendi, LP3ES,1989.

Seri Panduan Praktis, Wartel dan Peluang Bisnis, H.A. Sofyan Sjadeli, Dip.M.Mgt, Drs. Slamet, P.T. Apwindo, 2000.

Studi Tentang Standar Pelayanan Warung Telekomunikasi, Puslitbang Pos dan Telekomunikasi, 2001.

Lokasi Suvey ; Jakarta, Surabaya, Semarang, Bandung dan Banten

Penulis : Marhum Djauhari dan Rachmat Shaleh.

Sumber:http://balitbang.depkominfo.go.id/2009/03/25/dampak-peningkatan-pengguna-telepon-seluler-terhadap-eksistensi-penyelenggaraan-warung-telekomunikasi/

Untuk BlackBerry, XL Siapkan Bandwidth 100 MBps

Pada akhir tahun ini, PT Excelcomindo Pratama (XL) berencana mengalokasikan kapasitas bandwidth 100 MBps khusus untuk layanan BlackBerry.

Hal tersebut dikatakan Presiden Direktur XL Hasnul Suhaimi saat melepas rombongan drive test network di Grha XL, Jakarta, Jumat (7/8).

Hasnul mengatakan peningkatan alokasi bandwidth tersebut akan dilakukan seiring dengan peningkatan jumlah pelanggan BlackBerry XL. Ia mengatakan kenaikan jumlah pelanggan BlackBerry XL masih sangat tinggi.

Saat ini mencatat setidaknya 135.000 jumlah pelanggan BlackBerry, naik dari sebulan sebelumnya yang baru 120.000 pelanggan. "Bulan depan kita naikkan bandwidth untuk BlackBerry sampai 65 MBps," ujar Hasnul.

Ia mengatakan saat ini bandwidth untuk BlackBerry sudah mencapai 45 MBps dari total bandwidth 650 MBps yang dimiliki XL. Peningkatan tersebut akan terus dlakukan sesuai kebutuhan trafik jaringan.

XL sendiri, kata Hasnul kemungkinan sudah akan mengalokasikan bandwidth hingga menembus satu gigabyte akhir tahun ini. Bandwidth 100 MBps untuk mengantisipasi lonjakan pelanggan BlackBerry yang ditargetkan 200.000 pelanggan pada akhir tahun ini.

JUMAT, 7 AGUSTUS 2009 | 13:45 WIB
Laporan wartawan KOMPAS.com Tri Wahono

JAKARTA, KOMPAS.com - http://bisniskeuangan.kompas.com/read/xml/2009/08/07/13452360/untuk.blackberry.xl.siapkan.bandwidth.100.mbps.

Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Marke

  | Carbon Policy Lab Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Market Indonesi...