Monday, February 7, 2011

Alamat Internet Habis, Bagaimana Selanjutnya?

 Isu akan habisnya IPv4 sudah bergaung di kalangan pelaku internet beberapa tahun terakhir ini. Berbagai kalkulasi dilakukan, dan hingga pertengahan tahun lalu, habisnya freepool IPv4 di IANA (Internet Assigned Numbers Authority) diperkirakan pada sekitar pertengahan tahun 2011 ini.
Alokasi IP Address di dunia diatur oleh IANA, dan di bawahnya ada pembagian lima wilayah berdasarkan geografi. Indonesia bernaung di bawah Asia Pacific Network Information Centre (APNIC) yang berpusat di Australia.
1 Februari 2011, IANA mengabulkan permintaan APNIC dan memberikan 2 blok /8 terakhirnya. Dan, inilah saat habisnya freepool IPv4 di IANA. Memang, masih ada 5 blok /8 lagi yang disimpan IANA, tetapi blok tersebut segera dibagikan secara merata ke setiap wilayah: Asia Pasifik, Amerika Utara, Amerika Latin, Afrika, dan Eropa. Lima blok terakhir ini juga akan dialokasikan ke pengguna dengan tata cara yang jauh lebih ketat dari sebelumnya dan jumlah maksimal yang jauh lebih kecil.
"Ini adalah sejarah besar dalam perkembangan internet di dunia meskipun telah diantisipasi jauh hari sebelumnya," ucap Raúl Echeberría, Direktur Number Resource Organization (NRO), yang merupakan perwakilan resmi lembaga pengelola IP Address di tiap wilayah. "Masa depan internet adalah IPv6. Semua komponen yang terkait harus melakukan langkah nyata untuk segera menggunakan IPv6," ujarnya.
Habisnya IPv4 ini memang merupakan pukulan yang cukup berat untuk sebagian besar negara di kawasan Asia Pasifik. "Kawasan ini merupakan wilayah dengan populasi terbesar di dunia dan memiliki pertumbuhan ekonomi yang pesat. Hampir semua negara sedang mengembangkan infrastruktur internetnya dengan pesat." kilah Geoff Huston, Chief Scientist APNIC.
Kendala yang dihadapi
Ada beberapa kendala yang akan dihadapi dengan habisnya freepool IPv4 ini.
Pertama, penyedia infrastruktur dan jaringan akan sulit untuk memberikan alokasi IP publik ke pelanggan baru. Terpaksa dilakukan penggunaan IP private dengan proses penerjemahan alamat. Secara umum memang pelanggan bisa mengakses internet, tetapi ada beberapa aplikasi khusus yang menuntut adanya koneksi langsung menjadi tidak bekerja. Membuat ISP baru akan menjadi hal yang hampir mustahil dilakukan jika tidak tersedia alokasi IPv4 yang baru.
Kedua, di sisi penyedia server, adanya penambahan IP publik adalah syarat mutlak untuk menambahkan server. Server konten yang bertujuan untuk diakses banyak pengunjung dari internet membutuhkan IP publik. Tidak tersedianya IP publik secara langsung akan menghambat perkembangan industri konten.
Lakukan sekarang
Bagi penyedia konten, pemilik jaringan yang besar, kampus, bank, dan berbagai institusi yang memiliki jaringan serta konten internet, masih ada sedikit waktu untuk segera meminta alokasi IPv4 sekaligus langsung menjalankan IPv6.
Ada banyak keuntungan apabila kita memiliki IPv4 sendiri. Kita bisa berlangganan ke lebih dari satu ISP dan melakukan load balance serta sekaligus fail over untuk beberapa tautan upstreamtersebut. Kita juga lebih fleksibel untuk berpindah ISP karena tidak perlu mengubah alamat IP karena alamat IP yang kita gunakan memang dialokasikan secara permanen ke kita, tidak tergantung pada pinjaman IP dari ISP.
Untuk penyedia konten seperti perbankan, memiliki IP sendiri juga lebih baik dari sisi keamanan. Jika dilakukan whois pada alamat IP tersebut, data yang tercantum adalah identitas institusi kita sendiri, bukan ISP tempat kita berlangganan.
Institusi yang ingin mendapatkan alokasi IPv4 bisa menghubungi Indonesia Network Information Center (IDNIC) di web www.idnic.net atau e-mail hostmaster@idnic.net
Migrasi ke IPv6
Di masa depan, IPv6 adalah jawaban pasti atas masalah habisnya IPv4 ini. IPv6 menjanjikan jumlah yang jauh lebih banyak. Jika IPv4 hanya berjumlah 4,3 milyar IP, IPv6 berjumlah 4 triliun triliun triliun triliun IP. Sungguh perbedaan jumlah yang sangat signifikan.
Selain itu, IPv6 juga menjanjikan protokol keamanan yang lebih baik karena protokol keamanannya bersifat bawaan, tidak seperti IPv4 yang bersifat opsional.
Semua pihak yang terkait dengan penggunaan jaringan dan IP Address diharapkan saat ini juga mulai melakukan migrasi ke IPv6. Dalam beberapa waktu mendatang, IPv4 dan IPv6 berjalan bersamaan (dual-stack) hingga satu saat nanti kita bisa sepenuhnya menikmati penggunaan IPv6.
Penulis: Valens Riyadi, Kabid National Internet Registry Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia

Friday, February 4, 2011

BI belum akan perketat beleid cashback

Bank Indonesia (BI) belum berencana mengetatkan aturan pemberian cashback oleh perbankan. Alasannya, ketentuan dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) tentang tidak masuknya cashback tunai dalam jenis simpanan yang dijamin, sudah cukup tegas.

Menurut BI, penegasan LPS bisa menjadi rambu bagi perbankan agar menciptakan produk simpanan yang sesuai dengan aturan penjaminan, namun tetap menarik untuk nasabah. Difi A. Johansyah, Kepala Biro Hubungan Masyarakat (Humas) BI berkeyakinan, perbankan tetap mengindahkan aturan tersebut tanpa menunggu penegasan aturan dari BI selalu pengawas langsung bank.

Alih-alih mengetatkan pengawasan bank yang merupakan wewenangnya, otoritas perbankan ini menilai, aturan LPS tersebut sejatinya lebih ditujukan ke masyarakat. "Agar nasabah bank tidak lagi terbiasa menuntut bunga tinggi atau fasilitas lebih dari bank ketika menyimpan uang," ujar Difi, Senin (31/1).

Difi menceritakan, dari pengalaman beberapa bank selama ini, kebanyakan nasabah sendiri yang memaksa bank tersebut agar memberikan berbagai macam insentif, mulai dari suku bunga tinggi hingga pemberian hadiah-hadiah sebagai imbalan penyimpanan uang mereka. Dus, persoalannya tidak hanya terletak pada bank.

Bankir tak keberatan

BI sendiri memilih menggiring bank agar meningkatkan efisiensi dalam operasional mereka dengan aturan-aturan yang telah disiapkan. Seperti aturan pengumuman suku bunga dasar kredit bank (prime lending rate).

Selain itu, menurut Gubernur BI Darmin Nasution, BI juga masih mengkaji langkah lanjutan termasuk pemberian hadiah bagi nasabah dan pelaksanaan benchmarking. Sayang, BI masih belum memberikan bentuk aturannya.

Sumber KONTAN di perbankan menuturkan, BI tidak akan berani melarang bank memberikan hadiah, termasuk pelarangan cashback tunai kepada nasabah. Pasalnya, otoritas perbankan ini berkepentingan menjaga industri perbankan. "Makanya, BI tidak mau mencampuri urusan bank terlalu jauh," ujarnya.

Jika cashback tunai dan hadiah sampai dilarang maka akan sulit bagi bank kelas menengah juga kecil bersaing menjaring dana pihak ketiga (DPK). Maklum, sudah menjadi rahasia umum, trik utama bank kecil membetot DPK adalah dengan cara ini. Adapun bank besar dengan jaringan infrastruktur lebih kuat, akan unggul menarik DPK, tanpa terlalu jorjoran memberi insentif.

Direktur Utama Bank Bukopin Glen Glenardi menilai, penegasan aturan dari BI diperlukan agar bank tidak semakin jorjoran berebut dana dengan cara tidak sehat. "Pemberian hadiah dan cashback itu yang memulai adalah bank-bank besar. Diatur saja agar persaingan bisa lebih fair," ungkapnya.

Ketua Umum Perhimpunan Bank Umum Nasional (Perbanas) Sigit Pramono juga senada. "Kalau mau dibatasi, ya kami ikuti saja," katanya.

01 Februari 2010
Source:http://keuangan.kontan.co.id/v2/read/keuangan/57909/BI-belum-akan-perketat-beleid-cashback

LPS tak menjamin simpanan plus cashback tunai

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) akhirnya menegaskan, status nasabah yang menerima hadiah atau cashback dari perbankan. LPS tetap menjamin simpanan milik nasabah, asalkan hadiah yang diterima bukan uang tunai. Atau, jika berupa barang atau voucher, si nasabah tidak menerimanya secara rutin.

Penegasan ini tertuang dalam Peraturan Lembaga Penjamin Simpanan Nomor 2/PLPS/2010 tentang program penjaminan simpanan. Lewat beleid yang dirilis pada Desember 2010 lalu ini, LPS hendak mengakhiri kesimpangsiuran status nasabah yang menerima hadiah secara tidak wajar dari bank. Yang dimaksud tidak wajar, nilai hadiah yang diterima melebihi bunga penjaminan LPS.

 Pada aturan lama, kategori simpanan tak layak bayar masih bersifat umum. LPS hanya menetapkan simpanan tidak layak bayar apabila menerima bunga di atas LPS rate atau menerima keuntungan tidak wajar, sehingga ikut menyebabkan bank menjadi tidak sehat. Apa definisi menerima keuntungan tidak wajar, tidak terlalu jelas.

Kesimpangsiuran itu menimbulkan persoalan hukum. Contoh terakhir, kasus nasabah Bank IFI. LPS menolak membayar sebagian rekening karena menilai nasabah menerima hadiah secara berlebihan.

Di sisi lain, nasabah merasa tidak tahu bahwa menerima hadiah bisa menyebabkan simpanan menjadi tak layak bayar. Kasus itu hingga kini bergulir di pengadilan.

Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Firdaus Djaelani menerangkan, cashback berupa uang tunai tidak dijamin karena LPS memperhitungkannya sebagai bunga. Sementara hadiah dari program penghimpunan dana, LPS menilainya sebagai biaya promosi, bukan bunga. "Kami akan mempersoalkan jika cashback berupa barang diberikan sebulan sekali," ujarnya, Rabu (26/1).

Direktur Ritel Banking Bank Mega Kostaman Thayib mengatakan, kebijakan ini tidak menyentuh akar persoalan. Pasalnya, permasalahan perbankan dalam pemberian cashback adalah tingginya biaya dana untuk mendapatkan dana masyarakat. "Harusnya yang diatur berapa besaran maksimal dari cost of fund," ujarnya. Tentu ini menjadi kewenangan BI.

Kostaman menilai, bila besaran cost of fund tak diatur, mungkin saja ada bank yang melakukan undian dalam jumlah besar sehingga membuat biaya membengkak. "Aturan ini sifatnya mengatur bagaimana cara bank berpromosi," tambahnya.

Wakil Direktur Utama Bank Jasa Jakarta Lisawati sependapat dengan Firdaus. Menurutnya, pemberian cashback dalam uang tunai harus dilarang karena mempengaruhi biaya dana secara langsung. Sementara, undian tidak akan memberatkan bank karena tidak semua nasabah akan memperoleh hadiah.

27 Januari 2011
Source:http://keuangan.kontan.co.id/v2/read/keuangan/57515/LPS-tak-menjamin-simpanan-plus-cashback-tunai

Wednesday, February 2, 2011

Sistem Transaksi Menggunakan Handphone dengan Teknologi Near Field Communications (NFC): Keluar ke Pasar Tahun 2011

Kalau kita lihat sejarah transaksi pembayaran, awalnya dulu sebelum ada kemudahan elektronika seseorang harus mengambil uang dahulu ke bank dengan mengantri di loket sehingga sebaiknya mengambil uang untuk pemakaian selama jangka waktu tertentu mengingat usaha yang lumayan untuk mengambil sejumlah uang. Dengan adanya anjungan tunai mandiri (ATM) dimana-mana usaha untuk mengambil uang menjadi ringan sehingga seseorang cukup mengambil uang untuk jangka waktu pendek. Selain itu ATM mengurangi resiko pemegang uang dari kejahatan pencurian/perampokan/dan lain-lain karena uang yang diambil biasanya lebih sedikit jika dibandingkan dengan mengambil uang di loket bank.

Dengan berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi (TIK), munculah alat pembayaran baru elektronika yang menjadi popular di Indonesia seperti kartu kredit dan kartu debit. Kedua jenis pembayaran tersebut menggunakan kartu pintar yang digosokkan ke terminal pembayaran di toko-toko ketika membayar. Kartu pintar dapat menggantikan uang fisik yang biasanya disimpan di dompet sehingga pengguna kartu pintar dapat terhindar dari tindak kejahatan dan juga pengguna mendapatkan kemudahan, yaitu tidak perlu mengambil uang ke bank atau ATM dan menyimpan di dompet. Tentunya sistem pembayaran dengan kartu pintar tersebut harus memiliki sistem keamanan yang menjamin uang pengguna tidak diambil oleh pihak yang tidak berhak dan juga tidak ada pihak yang mengklaim pembayaran yang tidak pernah dilakukan pengguna. Tanpa adanya penjaminan sistem keamanan pada sistem pembayaran dengan kartu pintar, pengguna tidak akan berminat untuk menggunakannya.

Pada saat ini, selain dompet wajib hukumnya membawa handphone dalam berpergian. Ini memberikan ide bagi inovator untuk menggabungkan dompet dan handphone. Sudah ada layanan inovatif dari mobile provider untuk melakukan pembayaran menggunakan sms maupun mobile Web. Sebuah konsorsium dari produsen-produsen raksasa handphone di dunia akhirnya bekerja sama untuk membuat produk baru untuk menggabungkan dompet dengan handphone dengan nama Near Field Communications (NFC).

Sebenarnya NFC adalah pengembangan dari teknologi kartu Radio Frequency IDentification (RFID). RFID ini memiliki bentuk dan fungsi yang sama seperti kartu ATM bedanya adalah kartu RFID tidak perlu digosok (contactless) sehingga kartu RFID tidak perlu dikeluarkan dari dompet dalam proses pembayaran, pengguna cukup mendekatkan dompetnya ke terminal pembayaran (atau disebut reader). Di Indonesia kartu RFID sudah banyak digunakan, contohnya: e-Toll untuk pembayaran otomatis gerbang toll, gelang (RFID tag, bukan berbentuk kartu) yang digunakan sebagai pengganti tiket di taman-taman hiburan.

Teknologi NFC pada handphone selangkah lebih maju daripada teknologi RFID dimana pada handphone ditanamkan NFC chip yang dapat bertindak sebagai kartu RFID dan juga sebagai reader sekaligus dengan radius jangkauan pendek (kurang dari 10cm). Teknologi NFC pada handphone betul-betul dapat menggantikan dompet dimana dapat mengeluarkan uang dan juga menerima uang dari dan ke sesama pengguna NFC. Selain untuk pembayaran teknologi NFC dapat digunakan sebagai pengganti KTP, SIM, kartu mahasiswa, dan lain-lain, kartu absen, dan lain-lain.

Direncanakan tahun 2011 ini akan muncul berbagai produk handphone ternama yang dilengkapi teknologi NFC. Produk handphone pertama dengan teknologi NFC yang sudah dipasarkan di Eropa dan Amerika adalah Samsung Nexus S, dilengkai NFC controller chip produk NXP (Philips) yaitu PN544. Dimana Philips adalah produsen ternama untuk kartu RFID. Samsung Nexus S menggunakan operating system Android versi Gingerbread yang didukung oleh Google. Google sendiri sudah mempersiapkan berbagai aplikasi untuk teknologi NFC pada handphone.

Banyak lelucon tentang mesin cetak yang bekerja keras 24 jam penuh untuk memproduksi jumlah uang yang sangat banyak untuk mendanai pengeluaran yang sangat besar. Namun di sisi lain, penggunaan uang tunai secara fisik sedang menurun di seluruh dunia, karena pembayaran non-tunai sedang meningkat popularitasnya. Meskipun menurut para ekonom jumlah uang meningkat, jumlah uang kertas yang disimpan orang di dompet, cenderung menurun. Hal ini terlihat dari meningkatnya jumlah transaksi kartu kredit dan debit di seluruh dunia. Para analis meramalkan bahwa tiga wilayah teratas dalam pembayaran mobile adalah Timur Jauh termasuk Cina, Eropa Barat dan Amerika Serikat, yang secara keseluruhan akan menguasai lebih dari 70 persen pangsa pasar pembayaran mobile dalam basis transaksi kotor di tahun 2013.

Kami dari NFC research group di School of Electrical Engineering & Informatics, Institut Teknologi Bandung sedang giat-giatnya melakukan penelitian untuk membangun Sistem Transaksi Menggunakan Mobile Phone dan Teknologi NFC dengan bantuan dana dari Program Insentif, Kementrian Negara Riset dan Teknologi. Tujuan dari penelitian ini adalah menghasilkan sistem transaksi dengan teknologi NFC pada handphone untuk micropayment (pembayaran dengan jumlah kecil, contohnya: angkot, warung, kantin, dan lain-lain) dan macropayment (pembayaran dengan jumlah lebih besar, contohnya: supermarket, minimarket, restoran, berbagai toko, dan lain-lain). Sistem transaksi ini haruslah sangat aman untuk pengguna, penjual, dan industri keuangan sehingga uang pengguna tidak dapat berkurang/bertambah tidak semestinya; penjual mendapatkan uang pembayarannya yang seharusnya; dan industri keuangan tidak kehilangan uangnya dan tidak harus membayar yang tidak semestinya.

Penulis: Emir Husni, Dosen School of Electrical Engineering & Informatics, Institut Teknologi Bandung


Source:http://teknologi.kompasiana.com/terapan/2011/01/27/sistem-transaksi-menggunakan-handphone-dengan-teknologi-near-field-communications-nfc-keluar-ke-pasar-tahun-2011/

Sodok Indosat, XL Bayangi Telkomsel

Kinerja PT XL Axiata Tbk (XL) tampil kinclong tahun lalu. Perusahaan telekomunikasi asal Malaysia ini berhasil meraup laba bersih pada 2010 lalu sebesar Rp 2,9 triliun. Keuntungan tersebut meningkat 69% dibanding 2009.

Keterangan resmi XL, Senin (31/1/2011) menjelaskan pendapatan usaha meningkat sebesar 27% menjadi Rp 17,6 triliun dan EBITDA mencapai Rp 9,3 triliun naik 50% dengan EBITDA marjin yang meningkat menjadi 53% pada akhir 2010.

Dari sisi jumlah pelanggan, kinerja XL juga lumayan memukau. Pelanggan XL tumbuh 28% tahun lalu, dari 31,4 juta pelanggan pada 2009 menjadi 40,4 juta pelanggan di akhir tahun 2010.

Presiden Direktur XL, Hasnul Suhaimi bilang, pada 2010 XL berhasil memantapkan posisi sebagai operator nomor dua di Indonesia. Nomor satu masih dipegang Telkomsel dan ketiga kini Indosat. "Hal ini tidak terlepas dari upaya dan strategi yang telah diterapkan XL sejak tahun 2007," kata Hasnul.

Sepanjang tahun 2010, XL terus mengeluarkan produk dan layanan yang inovatif. Akhir tahun lalu, misalnya, untuk meningkatkan layanan bicara, XL meluncurkan paket baru Rp 0, dimana XL memberikan gratis bicara selama 30 detik pertama di waktu tertentu.

Dan sebagai wujud apresiasi kepada pelanggan, XL memberikan gratis roaming internasional untuk layanan data, dan diskon tariff hingga 90% untuk layanan bicara dan diskon hingga 50% untuk layanan SMS di 7 negara (Singapura, Malaysia, Sri Lanka, Kamboja, Bangladesh, Hong Kong dan Jepang).

“Kami tidak tertarik untuk berkompetisi dalam masalah harga,tetapi kami lebih memperhatikan pengalaman pelanggan dalam menggunakan layanan kami dan bagaimana kami dapat meningkatkan kepuasan pelanggan secara berkesinambungan,” ujarnya.

Sepanjang tahun 2010, XL telah melunasi sebagian pinjaman sehingga pada akhir tahun 2010, total pinjaman XL berkurang dari Rp 13,5 triliun menjadi Rp 10,2 triliun dengan rasio Hutang Bersih (Hutang berbunga dikurangi Kas)/EBITDA sebesar 1,1x.(Kontan/Havid Vebri)

01 Februari 2011
Source:http://tekno.kompas.com/read/2011/02/01/15563143/Sodok.Indosat..XL.Bayangi.Telkomsel

Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Marke

  | Carbon Policy Lab Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Market Indonesi...