Sunday, April 4, 2010

SMS Gratis Dihentikan, Tarif SMS Naik?

SMS gratis, baik untuk sesama pelanggan satu operator (on-net) maupun lintas operator (off-net), memang tak bisa dipungkiri sebagai tawaran yang sangat
menarik.

Bagi sebagian operator, khususnya operator baru, penawaran ini dijadikan andalan untuk membuat calon pelanggan tertarik menggunakan layanannya. Alhasil, banyak operator yang kemudian jor-joranmenawarkan SMS gratis sebagai bagian dari strategi pemasaran mereka.

Bagi pelanggan yang akhirnya menggunakan layanan itu, tentu sangat menyenangkan. Karena mereka tak perlu keluar biaya banyak sebagai modal untuk mengirim SMS.

Hal yang sama berlaku bagi operator pengirim (sender). Mereka pun tak rugi-rugi amat meski SMS yang ditawarkannya gratis. Operator sudah merasa senang bisa
mengakuisisi pelanggan baru.

Operator pengirim SMS gratis juga tak perlu keluar biaya untuk interkoneksi seperti saat mereka menyalurkan panggilan suara (voice call) lintas operator. Sebab, SMS menganut skema sender keep all (SKA).

Dalam skema SKA ini, pendapatan dari SMS hanya akan dinikmati operator pengirim, meski sejatinya operator penerima SMS mendapat beban jaringan.

Mulanya, pola tarif SMS dengan skema SKA ini digunakan dengan logika bahwa operator penerima pesan juga akan mendapat untung dengan dibalasnya SMS. Itu
sebabnya.

Namun lambat laun skema tarif SKA ini dikeluhkan oleh operator sendiri -- operator besar khususnya. Dengan banyaknya SMS gratis lintas operator, selain tak
menguntungkan operator penerima pesan, jaringan mereka juga terbebani.

"Terlebih layanan SMS gratis ini berpotensi sebagai sarana untuk broadcast spamming(pengiriman pesan sampah dalam jumlah besar)," kata Yuen Kuan Moon, saat masih menjabat sebagai Direktur Telkomsel waktu itu.

Selaku regulator, Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) pun menyarankan para operator agar membuat code of conduct sebagai bentuk kesepakatan kode etik baru soal lalu lintas pengiriman SMS.

Namun sayangnya, sejak diminta Agustus 2009 lalu, code of conduct itu belum juga disepakati operator. Alhasil, meski telah dilarang regulator, namun SMS gratis lintas operator masih marak karena belum ada ketegasan dari industrinya sendiri.

Petinggi salah satu operator, Guntur Siboro selaku Chief Marketing Officer Indosat, mengaku belum tahu bentuk skema baru apa yang tepat diberlakukan untuk
mengatasi masalah ini.

"Saya tidak tahu sistem apa yang cocok dengan effort yang tidak besar. Karena untuk buat seperti sistem interkoneksi voice (panggilan suara), maka perlu adanya "meteran" interkoneksi di masing-masing operator untuk settlement dan rekonsiliasi," jelasnya.

Belum ada kepastian dari para operator telekomunikasi mengenai masa depan skema tarif SMS ini.

Namun menurut anggota BRTI, Heru Sutadi, jika operator tak lagi mau menggunakan pola SKA, maka yang akan dipakai adalah angka biaya interkoneksi SMS berbasis biaya (cost based).

"Cost based lebih fair bagi semua operator, tampaknya," kata dia kepada detikINET, Senin (4/1/2010).

Menurut Heru, dalam skema tarif SMS berbasis biaya yang pernah dibahas pada 2008 lalu, operator pengirim (originasi) dan operator penerima (terminasi) sama-sama mengenakan biaya interkoneksi SMS sebesar Rp 26.

"Tapi kita tidak mau nanti itu jadi alasan tarif retail SMS jadi naik," sergah anggota komite yang telah dua periode menjabat di lembaga BRTI ini.

Apapun keputusan operator mengenai kesepakatan code of conduct dan pola baru tarif SMS, yang pasti regulator tetap bersikeras dengan aturannya menghentikan program gratis SMS lintas operator. ( rou / ash ) 



4 januari 2010,
source:http://www.detikinet.com/read/2010/01/04/141518/1271275/328/sms-gratis-dihentikan-tarif-sms-naik

No comments:

Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Marke

  | Carbon Policy Lab Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Market Indonesi...