Saturday, August 1, 2009

Ponsel Ramah Lingkungan: Semoga Ramah Di Kantong Juga

SELAMA ini para vendor handset banyak menjual kecanggihan barang dagangan mereka. Tapi, kampanye Go Green rupanya membuat para produsen itu memperhatikan faktor lingkungan.

Maka, maraklah ponsel-ponsel ramah lingkungan. Operator pun langsung menyambut ponsel ramah lingkungan tersebut. Salah satunya adalah Indosat yang pekan lalu resmi meluncurkan ponsel Gaya (tenaga surya).

Bundling tersebut merupakan buah kerjasama Indosat dengan Comtiva Technology, produsen ponsel asal Amerika Serikat. Asyiknya, ponsel ramah lingkungan ini harganya sangat terjangkau, yakni Rp 480.000.

Ponsel Gaya tidak kalah dengan ponsel pada umumnya yang bertenaga listrik biasa. Dengan desain yang cukup trendi, ponsel ini tahan goncang dan tahan debu, jadi sangat cocok untuk kegiatan luar. Dari sisi manajemen daya, ponsel ini memiliki automatic charge yang akan mengisi batere jika terkena sinar matahari. Panel surya di belakang handset akan bekerja jika kapasitas batere kurang dari 90%.

Jika membeli ponsel ini, pelanggan akan mendapatkan kartu Mentari. Fiturnya antara lain, setiap akumulasi isi ulang Rp 20.000, pelanggan akan mencicipi bonus 50 SMS, bonus internet 100 menit dan bonus bicara hingga 120 menit. Ponsel Gaya akan beredar di masyarakat umum pada akhir Juli mendatang.

Pada tahap awal, Indosat menyediakan sejumlah 5.000 unit ponsel Gaya. “Hingga akhir tahun 2009, kami berkomitmen menyediakan 50.000 unit,” jelas Group Head Brand Marketing Indosat Teguh Prasetya.

Produsen mapan memble

Sejatinya, pemain awal produk alternatif ini adalah Samsung dan kemudian Sharp. Belakangan, menyusul vendor asal China Hi-Tech Wealth (HTW). Sementara vendor yang sudah mapan seperti Nokia, Sony Ericsson dan Motorola terkesan adem ayem.

Sebagai pelopor, Samsung langsung mengeluarkan dua jenis ponsel tenaga surya pada Juni lalu. Keduanya adalah seri Samsung E1107 Crest Solar dan Samsung Blue Earth yang berbentuk candy bar.

Pada ponsel Samsung, panel surya bekerja menyerap energi jika ponsel dimatikan. Setiap pengisian ulang selama 1 jam, ponsel bisa memberi tenaga 5 - 10 menit. “Hasil dapat berbeda tergantung pada situasi,” jelas JK Shin, EVP & Head of Mobile Communication Division Samsung Electronics.

Crest Solar menyasar kelas low end. Spesifikasinya, dual band GSM, radio, nada dering MP3, lampu senter, dan mobile tracker. Harganya sekitar US$ 59 (Rp 5,9 juta dengan kurs Rp 10.000 per dolar AS). Sementara Blue Earth, berteknologi layar sentuh dengan material luar dari daur ulang botol air. Sayang, harga Blue Earth dan spesifikasinya belum diketahui.

The Solar Ketai buatan Sharp mempunyai keunggulan tambahan, yakni tahan air. Ponsel ini memiliki sensor ultra violet yang menentukan kapan saatnya harus “berjemur”. Dengan berjemur selama 10 menit, si ponsel bisa kuat dipakai bicara 1 menit atau 2 jam waktu siaga.

HTW menawarkan ponsel berbentuk clamshell ini yang harganya Rp US$ 510 (Rp 5,1 jutaan). Sementara ZTE menawarkan ponsel ramah lingkungan seharga US$ 40 per unit (Rp 4 jutaan).

Operator tak mau kalah

Yang jelas, tak hanya vendor saja yang berlomba menghijaukan diri dengan handset ramah lingkungan, melainkan para operator tak mau kalah. Mereka mencoba Go Green dengan membuat base transceiver station (BTS) menggunakan energi alternatif, mulai dari tenaga biofuel hingga tenaga surya.

Telkomsel misalnya sudah menegakkan 78 BTS dengan energi alternatif ramah lingkungan berupa tenaga surya, tenaga air, dan tenaga angin. Rencananya, Telkomsel akan membangun 4.000 BTS ramah lingkungan lagi, terutama di daerah yang pasokan listriknya terbatas.

Tren penghijauan BTS ini juga menular ke operator lain, seperti XL dengan biofuel, Three dan Axis dengan hidrogen, dan Indosat dengan biodiesel. Tri dan AXIS menyukai hidrogen karena selain hemat memang baik untuk lingkungan.

Kelebihannya, tidak bising, tidak beracun, tidak berbau karena zat buangannya berupa unsur air dan memiliki efisiensi proses yang jauh lebih baik dibanding sistem konvensional.

AXIS memvariasikan hidrogen dan matahari untuk suplai energi BTS-nya. Sebut saja BTS di kawasan Minas Barat, Sumatra Barat dan Deli Serdang Sumatra Utara.

Menurut Direktur Pemasaran AXIS Johan Buse, program penggunaan energi alernatif ini masih proyek percontohan. “Terobosan ini bisa memungkinkan kami untuk membangun BTS di area yang belum kami layani,” katanya.

AXIS juga memperkenalkan sistem hemat energi dan sistem pendingin di semua BTS-nya. Tujuannya, mengurangi penggunaan sumber daya dan emisi CO2. AXIS juga akan memperkenalkan turbin angin untuk memaksimalkan tenaga angin yang tersedia di sebagian wilayah di Indonesia.

Suresh Reddy, Chief Commercial Officer HCPTI -operator Tri- bilang, sejak awal tahun ini sudah ada 10 BTS Tri dari 6.500 BTS yang menggunakan energi hidrogen. “Ke depan kami akan memperbanyak energi hidrogen,” cetus Suresh.

Perkembangan energi alternatif Tri ini agak lambat. Alasan Suresh, karena mempertimbangkan kesiapan logistik, terutama di kawasan yang sulit mendapat tabung hidrogen.

Sementara Indosat mencoba memberdayakan petani biji jarak di sekitar lokasi BTS-nya. Indosat mengoperasikan enam BTS di Alas – Sumbawa, Nusa Tenggara Barat dengan bahan bakar biodiesel. Energi itu dari hasil olahan perasan biji jarak 250 petani.

Rencananya, Indosat akan membangun 200 unit BTS bertenaga alternatif, dengan target 50 unit BTS setiap tahun. Selain biodeiesel, Indosat juga mengkombinasikan tenaga surya dan tenaga angin. Di Bali, sudah ada 20 BTS Indosat yang masih dalam tahap uji coba menggunakan dua energi alternatif tersebut.

Jakarta, 23 Juli 2009

source:http://weekend.kontan.co.id/index.php/read/xml/gadget/3401/ramah-lingkungan-semoga-ramah-di-kantong-juga

No comments:

Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Marke

  | Carbon Policy Lab Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Market Indonesi...