Saturday, September 19, 2009

Narasi tentang "Bio" dari Brodowin


Teknik pertanian organik telah membawa sukses kelompok petani di Oekodorf Brodowin, Jerman. Dipadu dengan sistem penjualan langsung ke konsumen dan dikemas dalam jalinan narasi besar bahwa produk organik itu sehat dan perlu, mereka menerobos pasar. Ket.Foto: Susanne Ponke, pekerja di desa pertanian Brodowin, Jerman, mengelus anakan sapi dengan lembut. Dia seolah mendemonstrasikan bagaimana Brodowin memperlakukan sapi-sapinya, tak hanya sebagai perahan, tetapi juga kawan. Sebab, narasi tentang organik mengharuskan hal itu.

Pagi itu rinai hujan membasahi hamparan rumput menghijau. Angin dingin menusuk. Desa Brodowin tetap bernapas dengan gairah. Suara lenguh sapi berbaur dengan deru traktor. Di sudut lain suara bising berasal dari mesin pengolahan susu dan keju.

Di kafe kecil nan asri, terlindung dari kandang sapi dan pabrik, dua perempuan muda dengan senyum ramah menyiapkan segelas susu ”bio” hangat—di Jerman istilah ”bio” untuk menunjukkan produk organik—irisan keju yang juga bio, atau kalau mau bisa ditambah madu yang juga bio. ”Genießen sie ihre mahlzeit, Herr,” kata sang pelayan mempersilakan mencicipi segelas susu itu.

”Semua produk di sini bio. Sebagian besar ditanam dan diolah sendiri, yang lain dari rekanan yang dibeli dengan sistem perdagangan yang adil (fair trade),” kata Susanne Ponke, karyawan bagian pemasaran.

Brodowin, yang terletak sekitar 70 kilometer dari Berlin, Jerman, tak hanya ladang pertanian dan peternakan seluas 1.200 hektar, tetapi juga pabrik pengolah hasil pertanian, toko yang menjual produk organik, desa wisata, kawasan konservasi, hingga tempat penelitian kalangan akademis tentang keanekaragaman hayati. Dan, lebih dari itu, petani telah menjadi tuan di atas tanahnya sendiri.

Brodowin dirintis pada tahun 1990 oleh para petani yang memperoleh kembali hak atas lahannya setelah penyatuan Jerman Barat-Jerman Timur. Sebelumnya, lahan itu dikuasai oleh Pemerintah Jerman Timur yang menerapkan sistem sosialis. ”Begitu dikembalikan kepada petani, mereka sepakat untuk membentuk kelompok tani dan memulai sistem pertanian organik,” kata Susanne.

Mengapa memilih organik?

Susanne mengatakan, ”Daerah ini hanya menerima sedikit hujan. Saat dikembalikan kepada petani, tanahnya juga berpasir dan tidak subur karena penggunaan pupuk kimia berlebihan. Karena itu, para petani terdorong untuk memperbaiki kualitas tanah dengan metode organik.”

Tak hanya teknik bertanam alami yang berarti tanpa pupuk kimia dan pestisida, bio adalah juga sebuah narasi, bahkan sebuah ”konsep ideologi” tentang produk-produk pertanian yang lebih sehat, enak, perlu, dan karena itu (boleh) lebih mahal.

”Semua orang di Jerman tergila-gila dengan produk berlabel ’bio’. Mereka rela membeli mahal. Bahkan, gula merah kelapa dari Indonesia dijual di sini dengan label ’bio’. Apakah ada gula kelapa yang tidak organik?” kata Miranti Hirschmann, perempuan asal Indonesia yang kini menetap di Jerman. Sebab, organik adalah juga permainan citra.

Brodowin juga melengkapi narasinya dengan rangkaian riset dan pengembangan, kegiatan pascapanen, pemrosesan, pemberian label, sampai strategi pemasaran langsung kepada konsumen, serta sistem perdagangan yang adil (fair trade) dengan rekanan.

”Brodowin adalah salah satu contoh lahan pertanian yang mampu bersanding dengan lingkungan. Masing-masing akhirnya mendapat keuntungan. Keanekaragaman hayati terpelihara, produk pertanian juga lebih baik,” kata Gert Berger, ilmuwan dari Leibniz Centre for Agricultural Landscape Research, yang banyak meneliti perlindungan keanekaragaman hayati di Jerman. Legitimasi dari akademisi menambah validitas Brodowin sebagai produsen ramah lingkungan.

Sapi bahagia, susu sehat

Susanne, perempuan tinggi berambut pirang itu, mengelus anakan sapi dengan lembut. Dia seolah mendemonstrasikan bagaimana Brodowin memperlakukan sapi-sapinya: tak hanya sebagai perahan, tetapi juga kawan. Sebab, narasi tentang organik mengharuskan hal itu. ”Kami harus menciptakan suasana agar sapi menjadi bahagia,” ujarnya.

Kesehatan sapi, menurut Susanne, adalah segalanya. Misalnya, anakan sapi baru dipisah dari induknya setelah 29 bulan. Untuk menyembuhkan sapi yang sakit, mereka juga menggunakan obat-obatan herbal. ”Kuncinya adalah memberikan perhatian lebih kepada sapi sehingga penyakit bisa dideteksi di awal,” katanya.

Makanan dan minuman untuk sapi dikontrol ketat agar bebas dari bahan kimia. ”Semua perlakuan itulah yang menyebabkan susu di sini lebih berkualitas, lebih sehat,” kata Susanne.

Dengan promosi kualitas lebih sehat itu, Brodowin sukses menikmati harga produk susu mereka yang lebih mahal, yaitu 40 sen euro per liter dibandingkan dengan produk konvensional yang hanya 16 sen euro.

Brodowin memproses sendiri susu mentah melalui pasteurisasi, yaitu menggunakan pemanasan dengan suhu 63°C (145°F) selama 30 menit, dilanjutkan dengan dikocok cepat (quick cooling) sampai sekitar 4°C (39°F).

”Pasteurisasi lebih baik karena tidak membunuh semua bakteri di susu dibandingkan dengan UHT (ultra-high temperature) yang mematikan semua bakteri, termasuk bakteri yang baik,” kata Susanne. Jika sudah dikemas dan diberi label, harga jual susu Brodowin pun mencapai 1,1 euro, tiga kali lipat lebih mahal dibandingkan dengan susu biasa.

Peternakan sapi perah merupakan jantung Brodowin. Seluas 500 hektar lahan digunakan untuk menanam pakan ternak sapi. Sekitar 500 hektar digunakan untuk menanam tanaman pangan, sayur, dan obat-obatan. Sisanya untuk pabrik, toko, serta kandang.

Dengan menerapkan metode keanekaragaman fungsi lahan, hampir tak ada yang dibuang di Brodowin. Kotoran sapi untuk pupuk, tanaman herbal untuk obat-obatan, dan sisa panen untuk kompos serta pakan sapi.

Tak hanya sapi yang mendapat perhatian lebih, pekerjanya juga. Susanne, yang sudah 10 tahun bekerja di Brodowin, mengatakan, ”Saya dibayar 900 euro tiap bulan. Lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan lain sejenis yang rata-rata 750 euro. Yang lebih penting lagi, saya suka dengan pertanian organik. Organik telah memberikan pertanian jiwa baru, kamu bisa melihat di sekitar sini. Semuanya hidup dan bernapas dengan sehat.”

Teknik pertanian organik, yang membutuhkan lebih banyak pekerja dibandingkan dengan pertanian konvensional, ternyata membawa jiwa baru bagi warga desa itu. Menurut Susanne, setelah penyatuan Jerman, banyak pemuda lari ke kota karena tak ada pekerjaan di desa, tetapi, ”Sekarang mereka kembali karena Brodowin menawarkan pekerjaan dengan pendapatan yang baik,” katanya.

Brodowin kini dimiliki 80 keluarga petani dibantu oleh 70 karyawan, sebagian bekerja di ladang, pabrik, dan pemasaran. Bisnis mereka terus tumbuh dengan pesat.

Penjualan langsung

Sebanyak 2,5 juta liter susu diproses tiap tahun di pertanian ini. Produknya meliputi susu cair, keju, dan mentega. Mereka menjajakan sendiri produknya melalui penjualan langsung. Sebanyak 1.500 keluarga di Berlin menjadi pelanggan mereka. Pemesanan bisa dilakukan lewat internet.

”Pasar barang organik tumbuh cepat di Jerman sekarang,” kata Susanne. Pertumbuhan ini berasal dari meningkatnya kesadaran konsumen. Brodowin sukses memanfaatkan ceruk pasar dan menjual produk mereka dengan harga dua hingga empat kali lipat dibandingkan dengan produk konvensional karena label ”organic” atau ”bio” telah menjadi merek dagang kuat untuk hidup lebih sehat di Jerman.

Penelitian dari Agromilagro Reserach Institute Universitas Kassel, Jerman, menunjukkan, permintaan produk organik di negeri ini tumbuh lebih dari dua kali lipat selama tujuh tahun, yaitu 2 triliun euro pada 2002 menjadi lebih dari 5 triliun euro pada 2007.

Belajar dari Brodowin, pengorganisasian petani menjadi perkumpulan yang kuat adalah kunci menjadikan mereka menembus pasar. Dibutuhkan juga modal yang kuat dari dunia perbankan yang percaya kepada petani dan pemerintah yang memberikan ruang bagi kedaulatan petani.(Ahmad Arif )

Jakarta, 18 September 2009

No comments:

Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Marke

  | Carbon Policy Lab Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Market Indonesi...