Saturday, September 12, 2009

Aturan Bisnis Telepon Seluler Harus Jelas

TELEKOMUNIKASI

Pengusaha maupun importir telepon seluler mengeluhkan aturan bisnis telekomunikasi di Indonesia sehingga kurang mendukung kegiatan usaha ini.

Padahal, keberadaan pengusaha maupun importir ini sangat strategis dan membawa manfaat luas, terutama dalam peningkatan sumber daya manusia melalui kualitas komunikasi modern, cepat, efisien, dan efektif.

Demikian dikemukakan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha dan Importir Telepon Genggam Nadham Yusuf dalam pertemuan dengan jajaran Departemen Perdagangan di Jakarta, Jumat (11/9).

Nadham menjelaskan, banyak kendala yang dihadapi pengusaha maupun importir telepon seluler dalam menjalankan kegiatan usaha, seperti kurangnya pemahaman terhadap peraturan di bidang perdagangan dan telekomunikasi, serta adanya tekanan institusi tertentu yang memberatkan pengusaha.

Menurut Nadham, aturan bisnis telepon seluler perlu diperjelas. ”Terlalu banyak peraturan tidak efisien,” ujarnya.

Pengusaha prihatin atas banyaknya institusi pengawas yang tidak jelas batas kewenangannya. Aturan yang tumpang tindih pun masih terjadi di lapangan.

Atas kerisauan pengusaha, Departemen Perdagangan kini baru mulai menyosialisasikan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M-Dag/PER/5/2009 tentang ketentuan dan tata cara pengawasan barang dan/atau jasa dan Peraturan Menteri Perdagangan 19/M-Dag/PER/5/2009 tentang pendaftaran petunjuk penggunaan (manual) dan kartu jaminan/garansi purnajual dalam bahasa Indonesia bagi produk telematika dan elektronika.

Kepala Biro Hukum Depperdag Widodo mengakui adanya keluhan yang dialami pengusaha sehingga peredaran telepon seluler dituding sebagai barang selundupan.

Posisi dalam pengawasan tetaplah dipegang oleh Deperdag. Adapun polisi berposisi sebagai penyidik apabila terjadi persengketaan.

Soal izin pendaftaran buku petunjuk penggunaan telepon seluler, misalnya, selama ini membingungkan pengusaha. Izin yang diberikan pemda seperti di Jakarta tidak secara otomatis berlaku di daerah lain.

Dalam Permendag 19 Tahun 2009, pendaftaran izin yang semula dilakukan di pemerintah kabupaten/kota, kini dipindahkan ke pemerintah pusat. Jika sebelumnya pendaftaran dilakukan oleh produsen dan importir, kini diubah salah satu saja yang wajib mendaftarkan sebelum produknya diedarkan di pasar dalam negeri. (OSA)

No comments:

Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Marke

  | Carbon Policy Lab Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Market Indonesi...