Monday, September 7, 2009

PERLINDUNGAN OZON: Dana Pinjaman Pergantian "Chiller" Belum Diakses

Dana pinjaman lunak penggantian pendingin ruangan skala besar (chiller) hingga kini belum dimanfaatkan penanam modal dalam negeri dan badan usaha milik negara. Dana pinjaman multilateral disediakan Bank Kredit Pembangunan Jerman akhir tahun 2007 lalu.

Sebelumnya, peluang pendanaan dijajaki bersama Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KNLH) dengan Bank Dunia.

”Kami belum tahu apa kendala penggantian chiller berbasis refrigeran tidak ramah lingkungan meskipun sudah ada akses pinjaman dana,” kata Asisten Deputi III Urusan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim Sulistyowati di Jakarta pada akhir pekan lalu.

Chiller AC biasa digunakan di gedung-gedung, seperti hotel, perkantoran, pusat perbelanjaan, dan rumah sakit. Chiller AC dengan bahan pendingin freon berbasis chlorofluorocarbon (CFC), yang dikenal sebagai refrigeran atau R-12 dan R-22, mendesak untuk diganti.

Penelitian internasional menunjukkan, molekul-molekul dalam CFC yang terpapar di angkasa menipiskan lapisan ozon dan memiliki potensi pemanasan global 3.750 hingga 10.720 kali karbon dioksida (CO). Jumlah yang sangat besar.

Menurut Kepala Bidang Pendanaan di bawah Deputi VII Bidang Pembinaan Sarana Teknis dan Peningkatan Kapasitas KNLH Damayanti Ratunanda, Bank Kredit Pembangunan Jerman (KfW) bersedia menyediakan pinjaman hingga Rp 20 miliar per aplikasi kredit penggantian chiller.

Syaratnya, pinjaman hanya bisa diajukan perusahaan modal dalam negeri (PMDN) dan badan usaha milik negara (BUMN). ”Hingga kini belum ada yang memanfaatkan,” kata Damayanti Ratunanda.

Beberapa hotel di Bali dilaporkan pernah mengajukan, tetapi ditolak karena ternyata dimiliki asing (PMA). ”Saya tidak tahu, kenapa PMDN dan BUMN belum mengaksesnya,” kata Damayanti.

300 ”chiller”

Menurut Tri Widayati dari Unit Ozon Nasional, setidaknya ada 300 chiller AS berbasis freon CFC di Indonesia dengan total konsumsi CFC 150 metrik ton. Data Tim Teknis untuk Perlindungan Ozon menyebutkan, terdapat sekitar 3.500 chiller di Indonesia.

”Chiller AC berbasis freon HCFC (hydrochlorofluorocarbon) belum diwajibkan diganti,” kata Tri. Meskipun HCFC yang memiliki unsur klor, yang juga terkait pemanasan global, HCFC belum diwajibkan diganti dalam skema Protokol Montreal.

Indonesia, selaku peratifikasi Protokol Montreal di bawah Konvensi Wina, telah menghapus impor bahan perusak ozon jenis CFC per 1 Januari 2008. Konsekuensinya, refrigeran CFC, R-12 dan R-22, hanya menggunakan bahan sisa atau yang didaur ulang.

Faktanya, kebutuhan chiller AC masih saja tercukupkan. Hal tersebut diakui menimbulkan pertanyaan ketersediaan CFC di Indonesia. Tudingan diarahkan pada suplai dari penyelundupan yang beberapa kali terungkap. (GSA)

No comments:

Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Marke

  | Carbon Policy Lab Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Market Indonesi...